Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 8

Suasana kembali hening. Tak lama kemudian, suara Arman terdengar lagi, tegas namun penuh tekanan. "Berapa pun orang itu membayar kalian, aku akan beri dua kali lipat asal kalian lepaskan mereka dengan selamat." Penculik itu tertawa dingin. "Tuan Arman, kalau kami sudah menerima pekerjaan menculik orang, mana mungkin kami berkhianat demi uang?" "Lebih baik kamu pikirkan siapa yang akan kamu pilih. Aku beri kamu sepuluh detik." "Sepuluh ... sembilan ... delapan ... " Arman terdiam, tak sanggup membuka mulut. Keduanya adalah wanita paling berharga dalam hidupnya. Dia benar-benar tak bisa memilih. Dia tidak berani bertaruh. Jika salah satu dari mereka celaka, dia akan menyesal seumur hidup. "Kelihatannya belum cukup menegangkan, ya?" Lalu dia memerintahkan anak buahnya membawa Rani dan Mitha keluar. Wajah keduanya tampak penuh luka. Mitha terlihat lebih parah, bahkan harus digotong oleh dua orang pria. "Berani sekali kalian melukai mereka?" Arman menggeram marah. Dia memang punya banyak musuh di Seranda, tapi untuk saat ini, dia tak bisa menebak siapa dalang di balik semua ini. Yang jelas, kedua wanita itu sudah terluka. "Kenapa? Mulai merasa kasihan?" kata penculik dengan sinis sambil melambaikan tangan. Anak buahnya langsung menampar Rani dan Mitha bertubi-tubi, lalu menyiramkan seember air dingin ke wajah mereka. Mitha tersentak sadar. Begitu melihat Arman, dia langsung berteriak dengan panik, "Kak Arman! Jangan pedulikan aku. Selamatkan Kak Rani dulu!" "Dia baru saja melahirkan, dan tubuhnya masih lemah! Tolong selamatkan dia dulu!" seru Mitha dengan suara gemetar. Arman menatap Rani yang matanya dipenuhi sorot dingin dan kekecewaan, lalu akhirnya membuat keputusan. "Rani, keluargaku sudah terlalu banyak berutang pada Mitha. Aku nggak bisa mengorbankannya demi kepentinganku sendiri." "Tenanglah, setelah aku pastikan Mitha aman, aku akan segera kembali untuk menyelamatkanmu." Dia menoleh ke arah penculik dan berkata dingin, "Lepaskan Mitha." Penculik itu menyeringai puas. "Nggak kusangka Tuan Arman bisa memutuskan secepat itu." "Jadi kamu memilih Nona Mitha, ya? Tuan Arman, kamu benar-benar pria yang setia dan penuh tanggung jawab." "Kalau begitu, kami ambil nyawa istrimu sebagai gantinya." Mereka segera bertindak. Beberapa melepaskan Mitha, beberapa membawa Rani pergi. Arman menatap ke arah Rani dengan tegang, tapi tangannya tetap melindungi Mitha erat-erat. Dia pernah mengalami banyak kasus penculikan, dan tahu betul bahwa ucapan penculik tak bisa dipercaya. Walaupun mereka bilang akan melepaskan satu orang, siapa tahu mereka berubah pikiran. Kini Rani sudah dibawa pergi, dan dia tidak bisa membiarkan Mitha ikut terseret. "Rani, tunggulah! Aku akan segera kembali untuk menyelamatkanmu!" Tapi di telinga Rani, kata-kata itu terdengar hampa. Dia sudah tidak memercayai Arman lagi. Di hadapan hidup dan mati pun, dia tetap memilih orang lain. Untungnya, saat Rani sadar dan mendapati bahwa dirinya serta Mitha sama-sama diculik, dia sudah menyiapkan diri secara mental. Syukurlah, hatinya sudah terlalu hancur hingga tak lagi merasa sakit. Dengan mata tertutup, Rani menerima beberapa tamparan keras sebelum akhirnya dilempar ke dalam mobil. Para penculik mengira dia sudah tak punya tenaga untuk melawan, sehingga mereka benar-benar lengah. "Aduh, aku hampir mati ketakutan tadi! Di seberang sana itu kan Arman, berani-beraninya kita menculik wanitanya ... " "Tapi nggak apa-apa, 'kan? Nona Mitha memang benar, selama dia ada di sana, otak tajam Arman pasti langsung kacau." "Cepat! Nona Mitha memerintahkan kita untuk segera membawa wanita ini ke laut lepas dan disingkirkan di sana. Semakin cepat kita bereskan, semakin cepat juga kita dapat uangnya." "Perempuan ini juga cukup kasihan. Kudengar dia baru saja melahirkan, dan suaminya nggak peduli." "Sudah, jangan banyak ngomong. Kalau Nona Mitha tahu kita ngomongin dia di belakang, bisa-bisa nyawa kita melayang sebelum sempat menikmati uang ini." Suasana mendadak hening. Rani mendengarkan percakapan para penculik itu tanpa sedikit pun rasa terkejut. Itu memang sangat sesuai dengan sifat Mitha. Laut lepas ... Rani merasa putus asa dan bergumam dalam hati, "Kak, sepertinya aku nggak akan bisa bertemu denganmu lagi." Dia menutup mata, menanti datangnya kematian. Namun tiba-tiba, suara benturan keras terdengar, disusul dengan entakkan hebat yang membuat mobil berhenti mendadak. Sang sopir mengumpat dan turun dari mobil, lalu suasa hening, tak ada suara lagi. Bagasi mobil terbuka. Dengan susah payah, Rani membuka matanya. Begitu melihat siapa yang datang, air matanya langsung mengalir tanpa henti. "Kak ... kamu datang menyelamatkanku."

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.