Bab 689
Nindi tersenyum dingin saat melihat pesan itu.
Ini sangat sesuai dengan sifat Darren yang mudah putus asa saat terpojok.
Setelah melihat pesan itu, Nindi langsung membalas, "Kalau kamu merusak peninggalan ayah dan ibu, aku juga bakalan merusakmu! Kamu tahu aku sanggup melakukannya!"
Setelah mengirimkan balasan, Darren meneleponnya tanpa henti.
Nindi hanya melihatnya, tanpa berniat mengangkat telepon itu.
Yanisha berkata, "Darren pasti akan cari cara untuk memaksamu. Proyek ini sangat penting buat dia. Aku pernah dengar Bibiku bicara dengannya. Kak Darren menginvestasikan banyak uang dalam projek itu. Kalau proyek ini gagal, perusahaannya bakalan rugi besar."
"Pada akhirnya dia akan menanggung akibat perbuatannya sendiri."
Nindi sudah punya rencana. Kali ini dia akan membiarkan Darren dan menyaksikannya jatuh lebih dalam lagi.
Galuh datang mendekat sambil tersenyum, lalu berkata, "Jadi, apa yang terjadi antara kamu dan Tuan Muda Cakra? Adegan penyelamatannya mirip banget sama drama di TV!"
Yanisha bertanya dengan hati-hati, "Kamu lumayan merasa terharu, 'kan?"
"Bohong kalau aku bilang nggak terharu. Aku bukan patung batu yang nggak punya perasaan."
Nindi menghela napas dan melanjutkan, "Tapi hubunganku dan Cakra nggak sesederhana itu. Kita nggak bisa kalau cuma mikir tentang cinta. Dalam hidup ini nggak boleh hanya mementingkan diri sendiri!"
"Sejujurnya, kamu masih berpikir kalau hubunganmu dengan putra tertua keluarga Julian itu belum kokoh, jadi kamu sendiri juga ragu, 'kan?"
Mendengar ucapan itu, Nindi tersenyum pahit dan berkata, "Mungkin begitu."
Dia memang tidak cukup yakin.
Saat Nindi berbaring, dia memikirkan kejadian siang tadi. Sosok Cakra yang tampan dan dewasa terlintas di benaknya.
Pikirannya terus melayang hingga akhirnya Nindi tertidur.
Keesokan harinya, Nindi terbangun karena suara telepon.
Sambil menguap, dia melihat nama Mia di layar ponselnya. Dia pun buru-buru menjawab, "Ada apa?"
"Cepat lihat berita! Lesmana Grup sudah mengeluarkan hasil wawancara kemarin. Kisah cinta palsu itu sekarang jadi topik viral!"
Nindi langsung membuka ponselnya dan melihat kisah cinta tersebut.
Sekarang, semua orang menyukai kisah cinta yang indah seperti ini. Ditambah lagi, kisah sang pahlawan yang kakinya cacat membuat ceritanya lebih menyentuh hati dan menjadi sorotan.
Topik ini sudah sangat populer sekarang, banyak orang yang membicarakannya.
Nindi melihat sejenak dan berkomentar, "Sepertinya Kak Darren nggak akan menyerah begitu saja pada proyek ini."
"Pak Cakra sudah diberi tahu tentang hal ini. Kami juga akan terus memantau situasinya."
"Oke," jawab Nindi.
Setelah menutup telepon, Nindi sudah tidak mengantuk lagi.
Yanisha juga berdiri dan menatapnya, lalu berkata, "Aku juga terima kabar itu. Keluarga Lesmana diam-diam menyuap wartawan untuk memberitakannya. Kelihatannya mereka mau gerak lebih cepat. Sekarang, opini publik penting banget. Bahkan kalau plagiarisme Lesmana Grup terungkap belakangan, perusahaanmu mungkin masih bakalan dihujat sama netizen."
"Apa kalangan bisnis sekarang juga ikutan gaya penggemar fanatik?"
"Kamu mungkin nggak sadar, kadang-kadang popularitas semacam ini lebih efektif daripada bayar selebriti senilai miliaran rupiah. Lagian, produk ini memang dirancang untuk penyandang disabilitas, jadi kisah cinta yang relevan begini cocok banget untuk promosi."
Yanisha lanjut berkata dengan sedikit khawatir, "Kalau Lesmana Grup berhasil duluan dalam proyek ini, popularitasnya bakalan meningkat dan produk AI lainnya dari Perusahaan Patera Akasia bisa-bisa kalah bersaing."
"Oke, aku paham," jawab Nindi.
Nindi tidak menyangka Darren akan mengambil langkah lebih cepat.
Namun, dia merasa Cakra mungkin sudah punya rencana cadangan.
Saat Nindi berangkat ke kelasnya, dia mengirimkan berita yang sedang viral ini kepada Cakra.
Tak lama kemudian, Nindi menerima pesan WhatsApp dari Cakra, "Apa kamu ada waktu siang ini? Ayo keluar makan dan ngobrol soal kerjaan."
Nindi ragu-ragu sejenak, lalu membalas, "Gimana kalau langsung ke kantor saja?"
"Aku agak sibuk dan nggak sempat ke kantor, jadi aku Cuma bisa mampir dan ngobrol di kampusmu."
Nindi tahu bahwa orang-orang dengan status seperti Cakra pasti sangat sibuk dengan pekerjaannya.
Setelah kelas, Galuh berkata, "Ayo makan siang di kantin."
"Aku ada urusan. Kamu makan sama Yanisha saja," jawab Nindi.
Nindi keluar dari sekolah dan melihat sebuah mobil mewah di tepi jalan. Setelah ragu-ragu sejenak, dia memilih untuk tidak menghampiri mobil itu.
Tepat pada saat itu, Nindi menerima panggilan dari Cakra, "Ayo masuk ke mobil!"
Jendela mobil diturunkan, lalu Nindi melihat wajah tampan yang dikenalnya.
Dia langsung berjalan mendekat dan masuk ke dalam mobil dengan membungkuk.