Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 1

[Bu Alisya, Pak Marvin sudah menyetujui surat pengunduran diri Ibu. Tapi dia nggak sadar kalau Bu Alisya yang mau mengundurkan diri. Apa perlu saya mengingatkan Pak Marvin?] Alisya mendengar suara dari seberang telepon tersebut. Dia hanya menunduk dan menjawab, "Nggak usah. Biarkan saja." [Tapi Bu Alisya sudah empat tahun jadi sekretaris. Pak Marvin sangat suka kinerja Ibu dan nggak bisa lepas dari Ibu. Apa Ibu nggak mau mempertimbangkan keputusan Ibu lagi?] Staf personalia masih mau membujuk, tapi Alisya hanya tersenyum. "Nggak ada manusia yang nggak bisa lepas dari orang lain di dunia ini. Kedua orang tuaku sudah sakit-sakitan. Aku sibuk menyiapkan kepulanganku ke rumah karena harus mencari pasangan juga, lalu menikah. Karena Pak Marvin sudah menyetujui pengunduran diriku, aku akan memproses penyerahan pekerjaanku. Bulan depan aku sudah nggak masuk kerja lagi. Maaf merepotkan." Usai panggilan telepon berakhir, Alisya kembali lanjut membereskan barang-barangnya. Dia sudah tiga tahun tinggal di rumah ini. Barangnya tidak banyak, tapi termasuk lumayan juga. Dia membuang barang-barang yang tidak dibutuhkan lagi. Dia melihat ruangan yang makin lama makin kosong. Dia terdiam dan tenggelam dalam kenangan yang terputar di benaknya. Delapan tahun lalu, Alisya hanyalah seorang anak perempuan dari keluarga biasa di sebuah kota kecil. Saat berkuliah di Universitas Hartaram, dia bersahabat dengan Gina, putri dari keluarga kaya di Kota Jayaksa. Dua orang dengan latar belakang keluarga yang amat berbeda itu, malah cocok berteman dengan satu sama lain. Mereka sering makan dan belanja saat masih sama-sama kuliah. Alisya pun jadi masuk dalam lingkar pertemanan Gina tanpa sadar. Bahkan sampai mengenal keluarga gadis itu, dan jatuh cinta pada kakak sahabatnya sendiri, Marvin. Namun, dia mengubur rasa sukanya itu dalam-dalam, dan tidak pernah menceritakannya ke siapa pun. Setelah lulus, Gina pergi ke luar negeri untuk melanjutkan studinya lagi. Sementara Alisya masih berada di Kota Jayaksa. Dia sibuk mengirimkan lamaran kerja, dan akhirnya diterima menjadi sekretaris Marvin. Itu semua dia lakukan agar bisa sering bertemu pria itu. Sampai akhirnya, masalah muncul. Ada orang yang sudah meracuni Marvin. Alisya baru saja mau menelepon ke rumah sakit, tapi Marvin malah menekannya ke dinding. Pria itu sudah tidak sanggup mengendalikan diri dan langsung menciuminya. Usai bercinta semalaman, Alisya terbangun dan melihat Marvin duduk di tepi jendela. Rahang tegas pria itu masih terlihat jelas di balik embusan asap rokok yang diisapnya. Dia terlihat tenang dan seolah kesepian. Marvin menoleh begitu mendengar suara, lalu langsung melontarkan satu pertanyaan. "Kamu menyukaiku?" Alisya otomatis mau mengelak. Tapi Marvin lebih dulu berkata lagi dengan nada dan ekspresi datar. "Wajahmu selalu memerah tiap melihatku. Kamu juga hafal dengan semua apa yang kusuka dan nggak. Kamu juga langsung melamar jadi sekretarisku begitu lulus kuliah ... " "Jangan bilang itu semua cuma kebetulan." Ucapan Marvin membuat wajah Alisya langsung memerah. Entah karena malu atau karena merasa bersalah. Di saat suasana masih hening, Marvin tiba-tiba menyodorkan sebuah kartu. "Semalam cuma kecelakaan. Aku sudah menyukai wanita lain. Aku nggak bisa membalas perasaanmu, apalagi bertanggung jawab padamu. Gina pernah bilang kalau kamu dari keluarga biasa. Uang di kartu ini cukup buat membiayai hidupmu biar nggak kekurangan seumur hidup. Lupakan semuanya." Alisya tertegun mendengarnya. Dia baru sadar, saat di atas ranjang semalam, Marvin memang terus menyebutkan satu nama. Keisha, Keisha Harris. Gina pernah cerita kalau Keisha merupakan cinta pertama yang tidak pernah bisa Marvin lupakan. Marvin sangat mencintai wanita itu. Bahkan meski Keisha memutuskannya dan pergi ke luar negeri. Sudah banyak rumor menyebutkan soal Keisha yang punya banyak pacar di luar. Tapi Marvin masih saja menunggu wanita itu kembali. Alisya ingat, Gina pernah mengeluhkan satu hal. "Orang-orang di Keluarga Wibowo kami biasanya bersifat dingin, tapi bisa-bisanya kakakku punya cinta sedalam itu. Bahkan rela menunggu selama bertahun-tahun. Baginya, cuma ada Keisha seorang, yang lain itu cuma selingan." Alisya langsung teringat ucapan Gina yang satu itu. Dia pun mencoba memberanikan diri memanggil Marvin yang mau pergi. "Aku nggak mau uang. Aku cuma mau kesempatan. Pak Marvin, aku mau kita bisa bersama. Kalau ternyata Keisha nggak kembali, atau ... suatu saat dia kembali, tapi kamu masih nggak bisa melepaskannya. Aku akan pergi sendiri saat itu juga." Marvin terdiam menatap Alisya yang menatapnya penuh cinta. Dia lalu mengatakan satu kalimat sebelum pergi, "Terserah kamu." Sejak itu, Alisya akan jadi sekretarisnya saat siang, dan berubah jadi teman tidurnya saat malam. Mereka pernah memadu cinta di kantor, di dalam mobil Maybach, bahkan di depan jendela rumah pria itu. Ada banyak kenangan mereka di mana-mana. Selama empat tahun, tidak ada satu orang pun yang mengetahui hubungan mereka. Alisya juga menerima semuanya dengan sepenuh hati. Sampai akhirnya, beberapa hari lalu, tepat di hari ulang tahun Marvin. Di mana Alisya sudah menyiapkan banyak makanan untuk merayakannya. Pria itu malah tidak datang. Padahal Alisya sudah menunggu sampai tengah malam. Tapi dia malah melihat satu unggahan di Instagram. [Hadiah ulang tahun terbaik adalah mendapatkan kembali apa yang hilang.] Marvin tidak pernah mengunggah apa pun di akun sosmednya. Tapi sekarang dia malah mengunggah fotonya ciuman bersama Keisha, dengan latar belakang kembang api yang menghiasi langit. Wajah Alisya sontak memucat saat melihat foto tersebut, dadanya terasa sesak. Dia mencoba menelepon Marvin dengan sisa harapan terakhir. Tapi yang mengangkat malah Keisha. Wanita itu sempat mengatakan halo beberapa kali, tapi Alisya hanya diam. Saat itulah Keisha baru memanggil Marvin. "Marvin, Alisya ini siapa? Dia menelepon tapi malah diam saja." Kemudian, Alisya bisa mendengar suara Marvin yang berbicara melalui pengeras suara. "Nggak penting, nggak usah dipedulikan. Sayang, ayo tidur lagi." Saat itulah Alisya tahu kalau ini waktunya dia mundur. Dia membereskan barang-barangnya dan mau pergi. Tapi malah berpapasan dengan Marvin di depan pintu. Karena sebelumnya mereka hampir tiap hari tidur bersama, makanya Alisya jadi tinggal di rumah pria itu. Tapi sekarang dia tidak lagi bisa menetap. Marvin terlihat memicingkan mata saat melihat Alisya membawa semua barang-barangnya. Tapi dia juga tidak menahan wanita itu. "Sudah dapat rumah baru?" "Iya, kontrakan yang dulu. Aku sudah bilang ke pemiliknya kalau mau sewa sebulan." Marvin mengerutkan kening mendengarnya. "Sebulan? Kenapa?" Alisya mau menjelaskan, tapi Marvin terlihat tidak tertarik dan lebih dulu mengatakan, "Biar aku antar ke sana." Alisya mau menolak, tapi Marvin tetap bersikeras. "Sudah malam, hujan deras lagi. Gina bisa sedih kalau kamu kenapa-kenapa." Alisya akhirnya naik ke mobil pria itu. Dulu mereka sering memadu cinta di dalam mobil ini. Tapi kini Alisya seperti tidak mengenali mobil ini lagi. Ada banyak pajangan boneka lucu di dalam mobil. Sarung jok mobil juga diganti dengan motif Hello Kitty, bahkan banyak camilan di mana-mana ... Alisya tidak habis pikir. Pria tegas dan dingin seperti Marvin malah mendekorasi mobilnya jadi begini. Setelah menyadari arah pandangan Alisya, Marvin pun segera menjelaskan dengan singkat. "Ini semua kesukaan Keisha." Alisya paham dengan maksud pria itu. Setelah terdiam lama, dia baru membalas dengan suara pelan. "Kamu benar-benar berhasil menunggunya kembali. Aku ikut senang, Pak Marvin." Marvin tidak menyangka Alisya akan bicara demikian. Kedua mata pria itu langsung muram dan terdiam. Sudah setengah jalan menuju kontrakan Alisya. Tapi tiba-tiba Keisha menelepon dan bilang kalau mau mengajak Marvin membuat boneka. Marvin pun menepikan mobil dan mau bergegas menghampiri Keisha. Tapi dia kemudian menatap ragu sosok Alisya di sampingnya. Alisya tahu apa yang pria itu cemaskan. Makanya dia lebih dulu membuka pintu mobil. "Pak Marvin, aku pulang naik taksi saja." Marvin mengangguk pelan. Dia lalu ikut turun untuk membantu menurunkan barang Alisya. Tangannya licin dan membuat kardus wanita itu jatuh. Marvin pun membungkuk, dan dengan pantulan sinar lampu jalan, dia bisa melihat barang-barang Alisya yang berserakan. Ada surat cinta yang bertuliskan namanya, tapi tidak pernah sampai ke tangannya. Bahkan ada foto dirinya yang diambil diam-diam, serta benda-benda kecil yang pernah dia buang dulu. Rupanya, Alisya memungut semua itu dan menyimpannya ... Jantung Alisya berdebar kencang. Dia memunguti semua barangnya dengan panik. "Maaf." Marvin hanya diam. Dia kembali ke dalam mobil dan melajukan mobilnya dengan cepat. Alisya cukup lama menunggu sendirian di tengah hujan, tapi dia tidak kunjung dapat taksi. Dia mau pulang dengan jalan kaki sambil membawa kardus, tapi malah ditabrak orang yang mengendarai sepeda listrik. Kakinya mengalami luka robek, kira-kira sepanjang dua puluh sentimeter. Lukanya sudah berdarah-darah sampai menetes ke tanah. Dia menarik napas menahan sakit, sementara si penabrak tadi sudah kabur duluan. Alisya jatuh di tengah hujan sampai tidak sanggup berdiri. Saat sakitnya mula reda, Alisya baru bisa berjalan lagi. Dia berjalan dengan kaki pincang di tengah hujan. Butuh waktu empat jam hingga akhirnya dia tiba di kontrakannya. Setelah mengobati lukanya, Alisya membuka ponsel dan baru tahu kalau Marvin sempat mengirimkan pesan. Marvin: [Mulai sekarang, jangan mencintai seseorang terlalu dalam. Ada banyak pria lain di luar sana. Jangan menggantungkan seluruh harapanmu pada orang sepertiku.] Alisya menatap pesan itu sangat lama. Setelah pagi tiba, dia keluar rumah dan membakar semua barang di dalam kardusnya kemarin sampai habis. Cinta yang sudah delapan tahun ada di dalam hatinya, juga ikut berubah jadi abu. "Marvin, aku turuti maumu." Alisya membatin dalam hati.
Previous Chapter
1/23Next Chapter

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.