Bab 9
Gina langsung naik pitam begitu mendengar nama barusan. Dia membantu Alisya berdiri, lalu bergegas ke kantor Marvin.
"Keisha, kamu sudah keterlaluan! Alisya nggak salah apa-apa. Apa hakmu menghukumnya berlutut di luar begitu? Dia itu sekretaris kakakku, nggak ada hubungannya denganmu. Kenapa kamu bertingkah jadi seperti istri CEO di sini?"
Marvin juga ada di sana. Melihat kondisi Alisya yang sudah tidak keruan itu membuatnya mengernyitkan kening. Saat baru mau menanyakan apa yang terjadi, Keisha lebih dulu menerjang dalam pelukannya.
"Marvin, bukan aku yang melakukannya. Aku nggak punya dendam apa-apa ke Bu Alisya. Buat apa juga aku tiba-tiba menghukumnya berlutut? Aku bahkan nggak tahu kapan aku pernah menyinggungnya. Tapi dia malah memfitnahku begini ... "
Gina jadi makin marah melihat Keisha malah memutarbalikkan fakta. Dia pun maju menghampiri wanita itu dan langsung menampar wajahnya.
"Kamu pembohong! Alisya itu jujur!"
Keisha seumur hidupnya tidak pernah diperlakukan begini. Dia memegangi wajahnya sambil menangis tersedu-sedu. "Marvin, sekretarismu berani memfitnahku. Bahkan adikmu juga ikut membelanya dan memfitnahku. Oke, kalian ini satu keluarga, aku mau putus saja!"
Begitu mendengar kalimat barusan, Marvin otomatis panik. Dia kemudian berdiri dengan ekspresi dingin dan langsung mengangkat tangan untuk menampar Gina.
"Cukup! Sampai kapan kamu mau bikin ribut, Gina? Keisha ini calon kakak iparmu!"
Dia lalu menoleh ke Alisya dan menatapnya dingin. "Kamu kenapa memfitnah Keisha tanpa alasan? Kalau ini sampai terulang, nggak usah jadi sekretarisku lagi!"
Gina memegangi pipinya sambil menatap kakaknya kaget.
Sedangkan Alisya terlihat menyesal karena sudah melibatkannya dalam masalah ini. Dia lalu menarik Gina pergi.
Gina masih marah dan ingin kembali untuk berdebat. Alisya jadi tidak punya pilihan lain selain memberi tahu kalau dirinya sudah mengundurkan diri dan mau pergi dari Kota Jayaksa.
Dia menggelengkan kepala dan berkata dengan suara tercekat.
Mendengar Alisya mau pergi, Gina merasa sedih sekaligus tidak rela. Dia tidak mau lagi berdebat dengan kakaknya. Gina lebih pilih memeluk erat Alisya sambil menangis tersedu, memintanya agar tidak pergi.
Alisya mengelus punggungnya dengan kedua mata yang sudah berkaca-kaca. Dia lalu berkata, "Gina, setiap ada pertemuan, pasti ada perpisahan."
Tangis Gina malah makin menjadi.
Di hari terakhirnya di Kota Jayaksa, Alisya dan Gina pergi makan bersama dengan perasaan sendu.
Malam harinya, Gina tidak pulang dan memilih menemani Alisya berdesakan di kontrakan kecil.
Alisya berulang kali meyakinkan Gina. Dia akan tetap menghubungi sahabatnya itu tiap hari meskipun pulang ke rumah.
Jika suatu hari ada calon yang menarik hatinya, Gina juga akan jadi orang pertama yang akan dia beri tahu.
Mereka mengobrol semalaman soal masa lalu, masa kini, sampai membahas masa depan. Mereka membahas semua hal.
Saat pagi datang, Gina sendiri yang mengantar Alisya ke bandara.
Mereka akhirnya harus berpisah dengan berat hati. Kemudian, ada satu pesan masuk dari Marvin. Pria itu menanyakan keberadaan Gina.
Gina masih marah dengan kejadian kemarin. Makanya dia mau langsung menelepon balik kakaknya dan memaki-maki. Tapi Alisya segera menghentikannya.
"Sudahlah, biarkan saja berlalu. Jangan sampai bertengkar lagi dengan kakakmu gara-gara aku dan Keisha. Kakakmu kan sayang sekali padamu. Nanti, Keisha juga akan jadi kakak iparmu. Kalian berdua harus rukun."
Kedua mata Gina jadi berkaca-kaca lagi saat mendengarnya.
Segera setelah itu, sudah tiba saatnya Alisya naik pesawat.
Dia melambaikan tangan ke Gina untuk terakhir kalinya, kemudian berbalik dan melangkah masuk ke pintu keberangkatan.
Sebelum naik pesawat, dia mengirimkan pesan terakhir ke Marvin.
Alisya: [Aku mencintaimu dalam diam selama delapan tahun. Kita sempat punya hubungan tanpa status selama empat tahun. Tapi semuanya akan selesai sampai di sini. Pak Marvin, mulai hari ini aku bukan lagi sekretarismu. Aku juga nggak akan lagi menyukaimu. Kita akan menjadi asing dan nggak perlu bertemu lagi setelah ini.]
Setelah mengirimkan pesan itu, Alisya tidak memedulikan lagi pesan balasannya. Dia langsung memblokir semua kontak pria itu.
Dia lalu melangkah naik ke pesawat tanpa menoleh sedikit pun.