Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 14 Dibawa Pergi

Jessy menggelengkan kepala dengan ekspresi tak percaya. "Sofia, aku benar-benar nggak nyangka kata-kata tadi bisa keluar dari mulutmu. Kalau itu biasanya, jangankan Varrel, bahkan Yovie saja, kamu nggak akan berhenti sebelum membuatnya setengah mati. Tapi sekarang kamu nggak melakukan apa-apa, malah diam-diam pergi dan mengucapkan kata-kata seperti tadi. Serius, ini sangat nggak seperti dirimu." Aku tahu apa yang ingin Jessy katakan. Aku menyimpan dendam terhadap Yovie, dan biasanya pasti tidak akan membiarkannya hidup mudah. Aku menghela napas ringan dan menatap Jessy. Dadaku terasa sedikit sesak. "Jessy, aku juga ingin membuat Yovie menderita, tapi dia hamil, dan anak itu punya Varrel. Meskipun aku berniat membuat masalah untuk mereka, hasilnya akan sama seperti sekarang. Itu nggak akan mengubah apa pun." Jessy menatapku dengan sedih. Dia menarik napas, lalu berkata, "Sofia, kamu jatuh cinta pada Varrel." Aku tercengang, lalu secara naluriah ingin membantah. "Jangan omong sembarang ...." "Jangan menyangkal!" Jessy memotong pembicaraanku. "Kita sudah berteman lebih dari 20 tahun, aku lebih mengerti dirimu daripada kamu sendiri. Kalau kamu nggak mencintai Varrel, mana mungkin kamu peduli Yovie hamil atau nggak? Mengingat sifatmu, kamu pasti sudah membuat Yovie kalang kabut dari awal, nggak akan mau menerima perlakuan seperti ini." Aku terdiam oleh perkataan Jessy dan tidak bisa berkata-kata untuk sesaat. Cinta atau tidak pada Varrel, aku ... tidak bisa menjelaskannya. Pada malam hari. Jessy yang kaya raya memesan ruang VIP nomor 888 di Klub Cakrawala. Entah sejak kapan Jessy kenal dengan pemilik klub itu. Jessy sampai memanggil beberapa pria tampan berwajah belia ke ruangan untuk kupilih. Aku benar-benar terkejut oleh aksi Jessy. Melihat keterkejutan di wajahku, Jessy merangkul bahuku dan berkata, "Bagaimana? Aku setia kawan. 'kan? Pria-pria ganteng ini adalah yang terbaik di sini, sangat jago hibur orang. Ayo pilih satu! Mari kita bersenang-senang." Aku menatap Jessy dan tak tahan mengingatkan, "Cantik, apa kamu lupa profesimu adalah wartawan?" Jessy mengangkat alis. "Nggak lupa. Wartawan adalah profesiku, apa hubungannya dengan bersenang-senang? Lagi pula, kamulah bintang utama malam ini. Bagaimana? Kamu tertarik dengan mereka ini dan mau ambil semua?" Aku kehabisan kata-kata. "Bukan ...." "Oke, semuanya untukmu." Jessy tidak memberiku kesempatan bicara. Dia berkata pada beberapa pria di depan layar besar dan berpesan, "Kalian semua tinggal saja. Hibur Nona Sofia baik-baik malam ini, kami punya banyak uang." Dengan demikian, tiba-tiba aku dikelilingi oleh beberapa pria. Ada yang bersulang, menyanyi, dan menemani bermain, sama sekali tidak bertele-tele. Suara musik di ruangan sangat keras. Yang bisa kudengar hanyalah minum, minum, minum .... Tak lama kemudian, setelah minum beberapa gelas, kepalaku mulai agak pusing. Orang memang mudah dibutakan oleh alkohol. Ditambah dengan ulah Jessy di sampingku, entah bagaimana akhirnya aku mengangkat gelas dan bersulang dengan Jessy, lalu berkata padanya, "Dalam hidup ini, hanya kebebasan yang berharga. Cinta hanya sekadar begitu." Melihatku sudah mabuk, Jessy bertanya, "Bagaimana? Varrel bukan satu-satunya pria tampan di dunia ini, 'kan? Kamu ini Putri Keluarga Carter, punya latar belakang keluarga dan kecantikan. Mudah sekali kalau mau cari pria. Apa-apaan Varrel itu? Pria plin-plan seperti itu nggak layak kamu cintai. Dengarkan aku, lupakan Varrel. Di dunia ini, ada miliaran pria lain yang menunggu kita!" Aku ikut mengangguk dan berteriak, "Benar! Varrel hanyalah pria berengsek yang plin-plan! Aku nggak mungkin jatuh cinta padanya. Pria yang kucintai haruslah yang bertanggung jawab, spesial, dan ...." "Brak!" Pintu ruangan terbuka dengan suara keras hingga kami secara refleks menoleh ke sana. Di bawah kerlip lampu warna-warni, wajah Varrel berkelap-kelip. Aku tertegun sejenak, merasa diriku pasti sudah terlalu banyak minum sampai bisa berhalusinasi seperti ini. Aku menoleh pada Jessy dan berkata, "Sayang, sepertinya aku terlalu banyak minum. Aku melihat wajah dingin Varrel, seram sekali." Jessy memandangiku dengan wajah kaku. Dia mengambil mikrofon dari tanganku dan berucap, "Aku juga melihatnya." Lalu, Jessy mundur beberapa langkah. "Sofia, aku ke toilet dulu. Kamu ... jaga diri baik-baik." Alisku berkerut ketika melihat Jessy berjalan menuju pintu belakang ruangan. Aku menoleh ke Varrel yang berdiri di depan pintu dengan wajah muram. Aku tak tahan menepuk pipiku. Entah karena terlalu mabuk atau bagaimana, yang jelas aku tidak ingin melihat pria itu saat ini. Aku langsung menegur pria di depan pintu itu. "Jangan berdiri di sana dan merusak kesenanganku. Aku mau minum lagi." Lalu, aku menggoyangkan kepala, berusaha menghilangkan halusinasiku. Sambil memegang gelas bir, aku menarik pria di sampingku untuk terus minum. Namun, gelas itu tiba-tiba direbut sebelum sampai ke mulutku. Kemudian, dunia serasa berputar. Aku diangkat ke pundak seseorang. Perutku tertekan sehingga aku merasa mual dan ingin muntah. "Wuek!" Aku benar-benar tak tahan lagi dan langsung muntah.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.