Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 3

Setibanya di rumah kakaknya, Indira Winata, Sally merasa malu. Sally meninggalkan Kompleks Wanura tanpa membawa apa pun, selain uang tunai sebesar empat ratus ribu. Selama tiga tahun pernikahan, Sally menderita depresi berat akibat pertengkaran yang berulang. Sally tidak berani keluar rumah untuk bertemu orang lain. Jadi, Sally belajar memasak setiap hari di vila tanpa peduli jika tangannya penuh luka. Sally tetap mencintai Albert dan ingin menyelamatkan hubungan yang rapuh itu. Akan tetapi, masakannya selalu menjadi dingin dan tidak pernah dimakan oleh Albert. Indira bukan kakak kandung Sally. Mereka berdua melarikan diri dari desa bersama-sama. Indira segera diadopsi oleh sebuah keluarga. Kini Indira telah menikah dan tinggal bersama suaminya di sebuah rumah seluas 70 meter persegi. Kehidupan mereka sederhana dan harmonis. Kemudian, Sally bertemu Albert. Hanya karena Albert memberinya roti saat dia hampir mati kelaparan, Sally mengikutinya tanpa malu dan sama-sama bekerja untuk mendapatkan uang. Tubuh Sally masih meneteskan air. Sally menyeka wajahnya, lalu menekan bel pintu. Indira sedikit terkejut ketika membuka pintu dengan piamanya. Suara suaminya yang jengkel datang dari kamar tidur, "Siapa itu?" Indira menarik Sally ke dalam rumah dan bergegas mengambil kain bersih dari kamar mandi. "Sally, kenapa kamu datang tengah malam begini? Kenapa kamu basah kuyup? Apa kamu bertengkar dengan Albert?" "Kakak, bisakah aku menginap semalam di sini?" "Bisa. Masih ada satu kamar, tapi kecil. Jangan keberatan, ya." Indira menjejalkan piama baru ke tangan Sally, lalu pergi mempersiapkan tempat tidur. Kamar mandi itu sangat sempit dan hanya bisa menampung dua orang, tetapi memiliki area basah dan kering yang terpisah. Sudut-sudutnya ditutupi kerak air berwarna kecokelatan yang tidak pernah dibersihkan selama bertahun-tahun. Sally mandi cepat-cepat dan langsung masuk ke kamar tidur karena tidak enak hati untuk mengeringkan rambutnya larut malam. Kamar tidur itu memang sangat kecil. Selain tempat tidur berukuran 1,5 meter, hanya ada meja selebar setengah meter. Sally mendengar suara kakak iparnya dari kamar tidur utama. "Siapa itu?" "Itu Sally, sepertinya bertengkar dengan Albert." "Dia itu nyonya kaya, buat apa datang ke sini? Memangnya kamu nggak tahu siapa Albert? Aku yang bekerja di Grup Petro selama tiga tahun pun nggak pernah bertemu dengannya." "Cukup, Sally adalah adikku." Suara bisikan itu berhenti. Sally mengelap rambutnya. Rambutnya yang hitam berkilau dibungkus handuk, menyisakan ujungnya yang masih basah. Sally menyelipkan ujung rambut ke dalam handuk. Setelah itu, Sally berbaring di ranjang. Pukul tujuh pagi, terdengar suara panci dan wajan. Rambut Sally sudah kering secara alami setelah semalaman, tetapi Sally malah sakit kepala. Sally memaksakan diri untuk keluar. Ada lima piring lauk di atas meja. Kakak iparnya, Yogi Sirait, berdiri di depan meja sambil menata piring-piring. Ketika melihat Sally datang, Yogi menyapanya dengan antusias, "Sally, cepat duduk. Aku pergi beli ikan pagi-pagi sekali dan minta kakakmu masak sup ikan." Mereka pekerja kantoran yang biasanya hanya makan beberapa potong roti untuk sarapan. Mereka hanya membuat begitu banyak hidangan karena kedatangan Sally. Indira membawakan tiga piring nasi dan tersenyum pada Sally. "Ayo makan." Kulit Sally begitu putih hingga berkilau. Sejak Sally mengikuti Albert di umur 12 tahun, Albert sebenarnya tidak pernah memperlakukannya dengan buruk. Di usia pertama kali jatuh cinta, Sally pikir itu adalah cinta. Tak disangka, Albert hanya menganggapnya seperti adik. Sally menunduk. Wajahnya agak pucat karena sedang sakit kepala. Yogi dengan antusias mendorong iga itu ke arah Sally. "Kakakmu bangun jam lima untuk memasak. Sally, tahukah kamu aku bekerja di Grup Petro? Atasanku itu penjilat. Kemarin, dia memarahi seorang gadis di departemennya sampai menangis. Dengar-dengar, dia masuk karena koneksi. Dia sudah memotong gajiku dua kali. Bisakah kamu bicarakan hal ini dengan Albert?" Indira memelototi Yogi, tetapi Yogi malah terkekeh. Indira mengambilkan semangkuk sup ikan untuk Sally. "Wajahmu agak pucat, dan kamu kehujanan semalam. Minumlah sup hangat. Abaikan saja omongan kakak iparmu." Sally mendongak. Wajahnya pucat pasi dengan rona merah. "Kak Yogi, maaf, aku sudah bercerai dengan Albert." Seketika, suasana di meja makan menjadi hening. Rasa kaget melintas di wajah Yogi. Dia bertanya, "Kalau begitu, bukankah separuh hartanya menjadi milikmu? Sally, meski Albert menyekolahkanmu ke universitas terbaik waktu itu, seingatku kamu langsung menikah dengannya begitu lulus. Kamu nggak pernah bekerja, pasti nggak pandai mengatur keuangan. Aku takut kamu akan ditipu kalau pegang uang sebanyak itu." "Yogi!" Indira membentak. Yogi diam, lalu mengambil lauk dan memakannya. Indira dan Sally sudah saling kenal sejak kecil. Mereka datang ke Kota Titus yang besar ini bersama-sama, bagaikan dua tetes hujan yang mencoba bertahan di tengah samudera luas. Hidup mereka pun sulit. Indira diadopsi, sedangkan Sally dan Albert bekerja sangat keras. Untungnya, Albert cukup baik pada Sally dan membiayai perkuliahan Sally walau dirinya membanting tulang. Indira menarik napas dalam-dalam. "Simpan uangmu baik-baik. Kalau kamu mau beli rumah, minta saran saja pada kakak iparmu. Ada temannya yang ...." "Aku pergi dengan tangan kosong." Setelah mengatakan itu, Sally tidak minum sup ikan. "Albert nggak memberiku uang." Wajah Yogi menjadi muram. Yogi menarik kembali sepiring iga itu dan menghabiskan separuhnya. Lalu, Yogi berdiri dan berkata pada Indira, "Aku lupa bilang, Ibu akan membawamu untuk pemeriksaan fisik dalam beberapa hari lagi. Siapkan kamar tamu, utamakan keluarga kita dulu." Indira diam saja. Pintu ruang tamu dibuka dan ditutup lagi. Yogi sudah pergi. Makanan di atas meja tampak kehilangan aromanya dalam sekejap. "Kakak, maaf karena aku menyulitkanmu." Mata Indira memerah. Dia menghela napas. "Kakak nggak kesulitan. Bagaimana kamu bisa jadi seperti ini? Seingatku, Albert sangat baik padamu sebelumnya. Saat itu, kamu diam-diam bekerja tanpa sepengetahuannya, lalu dimarahi olehnya. Albert bekerja lima pekerjaan sehari untuk membiayai kuliahmu dan semua beasiswanya dihabiskan untukmu. Apa kamu ingat? Di tahun itu, kamu mengalami kecelakaan mobil dan hampir cacat mental. Albert bekerja keras sebagai penerjemah untuk mencari uang. Kenapa sekarang setelah jadi kaya malah ...." Tenggorokan Sally sakit, menelan air liur saja sulit. Oleh karena masa lalu yang malang, tetapi indah itu, Sally terus berpegang teguh padanya selama tujuh tahun. Baru setelah terluka dan babak belur, Sally meyakinkan diri untuk melepaskannya. "Kakak, aku akan pergi cari kerja sore ini." "Sally, menangislah kalau mau ingin menangis." Sally tidak bisa menangis. Air matanya sudah kering selama tiga tahun pernikahan itu. Usai makan, Sally berinisiatif mencuci piring. Indira merasa sedikit iba ketika melihat tangan Sally yang indah dan ramping dikotori minyak. "Tanganmu nggak cocok untuk pekerjaan rumah. Semiskin apa pun Albert dulu, dia nggak akan pernah membiarkanmu melakukan ini." Sally tertegun. Rasa nyeri yang hebat tiba-tiba menyerang hingga membuatnya sulit bernapas. Indira buru-buru pergi karena harus masuk kerja. Sally tinggal sendirian di sana sampai siang hari. Lalu, Sally mengambil berkas-berkas dan pergi ke Kantor Catatan Sipil. Akan tetapi, sampai pukul 1 siang, Albert tidak kunjung datang. Sally mengambil ponselnya dan menelepon Albert. Seperti biasanya, Albert tidak menjawab telepon. Sally tidak punya pilihan selain menelepon Hendra. "Pak Hendra, di mana Albert?" "Bu Sally, Pak Albert sedang pergi dinas. Mungkin tiga hari lagi baru pulang." Dalam tiga tahun terakhir, Sally hanya bisa mengetahui jadwal Albert melalui Hendra. Sally duduk di kursi dan menyandarkan sikunya di lutut karena merasa pusing. "Bisakah kamu memberitahuku jadwal terbarunya? Aku coba lihat kapan dia punya waktu kosong." Hendra dengan waswas menatap pria yang duduk di kursi. Auranya yang sangat dingin membuat orang-orang menjaga jarak.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.