Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 5

Sally berdiri untuk menghampiri Kelvin dan membungkuk seraya mengisi bir ke gelasnya. Sorot mata Kelvin melekat pada wajah Sally. Ketika Kelvin ingin merangkul pinggang Sally, Sally menghalanginya dengan gelas bir. "Pak Kelvin, aku bersulang untukmu." Ekspresi Kelvin canggung, tidak berani melanjutkannya. Kelvin meneguk habis segelas bir itu. Sally mundur ke sisi Irvan dan kembali bersikap patuh. Pria-pria paruh baya itu akhirnya sampai pada topik utama malam ini, yaitu urusan bisnis. Setelah percakapan itu, seseorang berkata, "Aku baru saja bertemu Albert di lobi. Auranya sangat kuat. Apakah Keluarga Petro berencana menjadikan putra kedua ini sebagai pewaris? Apakah Pak Adrian bersedia?" Dalam keluarga elite, persaingan antar saudara sangat sengit. "Pak Adrian lembut dan elegan, sangat berbeda dengan Albert yang bertarung dari bawah. Albert bertangan besi sehingga anggota Keluarga Petro lainnya takut padanya. Dengar-dengar, Pak Adrian cukup memanjakan adiknya. Hanya saja, nggak tahu itu hanya topeng atau bukan." "Cih! Mana mungkin orang kecil seperti kita mengerti liku-liku dalam keluarga elite? Aku memberikan kartu namaku pada Albert, tapi dia cuek saja." "Kamu salah sasaran. Aku pernah bertemu Albert di acara pesta. Saat itu, aku memuji Bu Octaviani yang bersamanya dan dia menerima kartu namaku." Tahun ini, Irvan berumur 39 tahun. Mendengar itu, Irvan menoleh pada Sally dengan sedikit rasa iba. Sally sudah lama terbiasa dengan hal itu. Dia mendengarkan saja. "Albert sangat baik pada Octaviani. Dalam beberapa tahun ini, Albert selalu membawanya ke pesta-pesta. Dengar-dengar, dulu Albert hampir menikah dengan Octaviani, tapi minumannya diracuni oleh wanita hina." "Omong-omong, sepertinya nggak ada yang pernah bertemu istri Albert, 'kan?" Mereka mulai lepas kendali berspekulasi tentang hubungan Albert dengan istrinya, apakah Albert sangat membencinya atau bahkan mungkin sudah membunuh wanita hina itu. Tepat saat itu, Irvan tertawa. "Bu Sally paling tahu soal ini. Coba Bu Sally jawab, apakah Albert sudah membunuhnya?" Bulu mata Sally bergetar. Sorot matanya menyapu wajah-wajah ingin gosip itu. Sally berkata dengan suara pelan, "Ini negara hukum." Mereka langsung tertawa dan mengatakan bahwa Sally sungguh humoris. Irvan juga tertawa, tetapi tawa itu tidak sampai ke matanya. Orang yang pernah menjadi petinggi Grup Petro jelas tidak sama dengan orang-orang itu. Sally juga ikut tertawa. Lalu, Sally berdalih ingin pergi ke toilet. Sally berdiri di depan cermin di toilet wanita, memandangi wajahnya yang pucat. Sally masih merasa pusing dan ingin muntah. Sally mencuci mukanya supaya lebih terjaga. Begitu keluar, Sally melihat Albert bersandar di samping. Lantai lima hanya berisi ruangan privat biasa. Mengapa Albert turun? Akan tetapi, itu tidak penting bagi Sally. "Albert." Sally memanggil Albert dan bertanya, "Bukankah kamu pergi dinas? Apa kamu punya waktu besok?" Mata Albert melirik pipi Sally. "Besok Minggu, Kantor Catatan Sipil tutup. Dengan otakmu ini, sepertinya kamu hanya cocok menjadi ibu rumah tangga." Sally sudah kebal terhadap sarkasmenya dan tidak menunjukkan emosi apa pun. Sally menoleh ke ruangan di mana Irvan berada dan berujar, "Kalau begitu, aku akan menghubungi Hendra hari Senin." Dulu Sally sering menelepon Albert, tetapi tak pernah dijawab. Sejak itu, Sally terbiasa menelepon Hendra. Albert mencibir. "Terserah kamu." Sally tidak melanjutkan pembicaraan. Ketika Sally berbalik untuk kembali ke ruangannya, Albert berucap, "Bukankah jadi ibu rumah tangga jauh lebih baik daripada diejek para lelaki paruh baya itu? Sally, seingatku dulu kamu punya harga diri yang tinggi." Dalam tiga tahun sejak menikah, kepulangan Albert bahkan bisa dihitung dengan jari. Semua harga diri Sally sudah terkuras oleh depresinya. Sally telah mencoba banyak metode dalam beberapa tahun terakhir untuk membuat dirinya lebih baik. "Albert, aku merasa jauh lebih bermartabat di sini daripada bersamamu." Aura di sekitar Albert berubah dingin. Ekspresi matanya menjadi sangat mengerikan. Albert bergegas maju dan mencengkeram pergelangan tangan Sally. "Apa katamu? Coba ulangi!" Dagu Sally begitu sakit karena genggaman Albert. Sally mengatupkan bibirnya dan menatap Albert dengan acuh tak acuh. Sorot mata Albert mengerikan, agresif, dan hitam bagai malam kelam. Beberapa detik kemudian, Albert perlahan melepaskan Sally dan dengan santai mengantongi tangannya di saku celana. "Kalau begitu, terus temani orang-orang itu saja. Jangan kembali mencariku. Sally, kita seharusnya sudah berpisah sejak lama." "Aku mengerti." Sally mengangguk dengan serius dan menyeringai. "Aku nggak akan kembali mencarimu." Namun, bertahun-tahun yang lalu, Sally memegang tangan Albert dan berkata bahwa dia akan menemukannya tidak peduli di mana Albert berada. Albert langsung pergi tanpa melihat Sally lagi. Sally tidak akan gede rasa hingga mengira Albert turun ke lantai itu hanya untuk menemuinya. Sally mendorong pintu dan masuk ke ruangan. Percakapan sudah akan berakhir. Irvan berdiri dan hendak pergi. Kelvin Chen mengedipkan mata pada Irvan. Ketika Sally keluar, Kelvin menyarankan pada Irvan agar Sally mengantarnya pulang." Adapun motifnya, semua pria itu jelas paham. Mereka dikontrol ketat oleh istri mereka. Mereka tidak berani merekrut asisten wanita, tetapi mereka semua memiliki simpanan di luar. Akan tetapi, tidak ada yang dapat menyaingi kecantikan Sally. Alangkah bahagia jika dapat tidur semalam dengannya. Irvan mendorong Sally, tetapi bukan ke arah Kelvin. "Bu Sally, lihat jadi apa Pak Kelvin karena pesonamu." Sally langsung berujar, "Ini salahku. Aku akan mengajak Pak Kelvin minum lagi lain kali. Apakah Pak Kelvin bisa memberiku kartu nama?" Kelvin dengan puas memberikan kartu namanya pada Sally. Sally mengambilnya dengan hati-hati. Sikap itu makin membuat Kelvin merasa puas. Kelvin langsung setuju untuk bekerja sama dengan Irvan. Irvan buru-buru mengeluarkan kontrak yang telah disiapkan dan menyerahkannya kepada Sally. Sally tampak panik. Kelvin tidak tega melihat wanita cantik berada dalam kesulitan, maka dia segera menandatangani kontrak dan menepuk pundak Sally. "Bu Sally, ingat telepon aku. Anak muda seperti kalian masih harus belajar banyak hal." Sally tersenyum. "Pasti, pasti." Mereka sampai di lobi hotel. Rombongan Albert kebetulan keluar dari lift lain. Di samping Albert adalah kedua sahabatnya, yaitu Jovian Sugianto sang dokter dan Martin Tumewu. Tak ada satu pun dari mereka yang menyukai Sally. Dalam beberapa tahun terakhir, Sally tinggal di rumah saja dan tidak menghadiri pesta apa pun. Sally tidak pergi menyapa mereka. Sebaliknya, Jovian mengangkat alis ketika melihat Sally. "Bukankah ini Sally?" Semua orang di sana langsung menoleh. Saat ini, tangan Kelvin masih berada di bahu Sally. Siapa pun dapat melihat bahwa itu adalah tindakan mesum. Kelvin juga melihat Albert dan teman-temannya. Ekspresinya langsung berubah. Dia berlari kecil ke sana. "Pak Albert, Pak Martin, sudah lama mendengar nama besar kalian. Pak Albert, apa kamu masih ingat aku? Aku pernah memberimu kartu nama sebelumnya." Kelvin membungkuk rendah, hampir ingin bersujud menjilat sepatu mereka. Albert mengarahkan tatapannya ke Sally. Sally sedang berbicara dengan Irvan, tidak menatap Albert, Umur Irvan sudah mendekati 40 tahun, tetapi perawatannya cukup baik. Irvan tersenyum seraya menatap Albert langsung. Sally berdiri di samping dengan wajah tak berekspresi. Albert tidak dapat mengingat dengan pasti kapan Sally berhenti tersenyum. Terakhir kali melihat Sally tersenyum begitu menawan adalah bertahun-tahun yang lalu. Jakunnya bergerak tanpa suara. Albert menoleh pada Kelvin. "Minggir."

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.