Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 4

Elena menggunakan sisa kekuatan terakhirnya, berjuang merangkak ke meja samping tempat tidur untuk mengambil obat alergi cadangan dengan tangan gemetaran, lalu memasukkannya ke dalam mulut. Efek obat perlahan bekerja. Elena terjatuh lemas di lantai dengan terengah-engah. Air mata bercampur ruam merah dan keringat mengotori wajahnya. Selama beberapa hari berikutnya, Steven tidak pulang. Namun, Elena setiap hari bisa melihat apa yang Steven lakukan untuk Jessica dari status WhatsApp wanita itu. Pria itu membawanya ke dokter pribadi, menemaninya ke pameran lukisan, serta membelikannya perhiasan edisi terbatas. Segera, hari ulang tahun Jessica pun tiba. Steven tahu bahwa Jessica suka melukis. Meskipun tekniknya buruk, Steven tetap mengeluarkan dana besar untuk mengadakan pameran lukisan pribadi untuknya. Sebelum berangkat, Jessica sengaja datang menemui Elena. "Nona Elena, pameran lukisanku dibuka hari ini, kamu harus datang, ya! Terima kasih banyak atas perhatianmu." Elena menarik tangannya tanpa ekspresi. "Aku nggak tertarik." Jessica langsung menunjukkan ekspresi terluka. Steven yang ada di sampingnya langsung menunjukkan wajah dingin, sementara nadanya terdengar tidak sabar, "Jessica mengundangmu dengan baik hati, kenapa kamu membuat masalah lagi? Jangan merusak suasana!" Elena tidak ingin berdebat lagi tentang hal yang tidak penting. Jadi, akhirnya dia hanya bisa mengikuti mereka ke galeri dalam diam. Di galeri, lukisan-lukisan Jessica yang berwarna mencolok, dengan komposisi kekanak-kanakan dibingkai dan digantung dengan hati-hati. Ketika melewati sudut, mereka sama-samar mendengar dua orang pria yang tampak seperti kritikus seni sedang berbicara dengan suara pelan. "Pak Steven ini benar-benar murah hati. Apakah lukisan dengan level seperti ini layak untuk mengadakan pameran?" "Cih, dia hanya berusaha menyenangkan kekasihnya. Apa kamu nggak melihat wanita yang ada di sampingnya? Wanita itu dilindungi seperti harta karun. Dia jauh lebih perhatian pada wanita itu dibandingkan pada istri sahnya." Ketika mendengar itu, Jessica langsung menundukkan kepala dengan menyedihkan, sementara matanya memerah. "Steven ... apa aku membuatmu malu? Apakah lukisanku memang seburuk itu ...." Steven langsung menghibur dengan nada lembut, "Jangan mendengarkan omong kosong mereka. Lukisanmu sangat bagus." Setelah mengatakan itu, Steven mengeluarkan ponsel untuk mengirim pesan. Tidak lama kemudian, tiba-tiba banyak orang yang datang membanjiri galeri, mengelilingi lukisan Jessica, serta berebut menyatakan ingin membelinya. Mulut mereka tak henti memujinya sebagai mahakarya, serta sangat inspiratif. Baru pada saat itulah Jessica tersenyum lega. Elena melihat semua ini dengan tatapan dingin. Dia mengenali mereka, para pembeli dan pengagum itu. Banyak dari mereka adalah karyawan dan eksekutif Grup Sutanto. Ini hanya sandiwara yang disutradarai Steven untuk menyenangkan Jessica. Elena tiba-tiba teringat akan tahun pertamanya datang ke Keluarga Sutanto. Elena sedang terkena demam tinggi. Kebetulan semua pelayan tidak ada di rumah, jadi dia merangkak dengan lemah ke pintu kamar Steven, memohon agar Steven mengambilkan obat atau menelepon dokter pribadi untuknya. Pada saat itu, Steven yang baru berusia sepuluh tahun hanya menatapnya dengan dingin sekilas. Sepasang mata indah sekaligus kosong itu tidak menunjukkan ekspresi sedikit pun. Kemudian, pria itu menutup pintu dengan suara keras. Elena masih mengingat dengan jelas keputusasaan dan dinginnya momen itu. Ternyata, bukannya Steven tidak memiliki hati. Hanya saja hatinya tidak pernah berdetak sedikit pun untuk Elena. Pada saat itu, tiba-tiba alarm kebakaran yang memekakkan telinga berbunyi di suatu tempat di galeri! Segera, asap tebal mengepul keluar! "Kebakaran!" Ada seseorang yang berteriak! Kekacauan langsung terjadi! Orang-orang yang panik berdesakan menuju pintu keluar! Jessica yang ketakutan langsung pucat pasi, lalu berteriak untuk memeluk Steven. Steven langsung melindunginya dengan erat, menggunakan tubuhnya untuk menghalangi kerumunan, lalu segera bergerak menuju pintu darurat. Dalam keadaan tergesa, siku Steven mendorong keras Elena yang sedang berusaha berdiri tegak! Elena yang tidak siap langsung terdorong hingga jatuh ke lantai! Sebelum Elena sempat bangun, dari atas kepala terdengar suara patahan yang menyeramkan. Sebuah balok dekorasi yang terbakar api jatuh menghantam! Kayu berat itu menimpa kaki Elena dengan keras, lalu rasa sakit seketika menerjangnya! Dalam kesadaran yang kabur, Elena mendengar Jessica yang sudah sampai di tempat aman sepertinya menoleh untuk bertanya, "Steven, Nona Elena sepertinya terjatuh .... Haruskah kita ...." Kemudian, suara Steven yang dingin, kejam, serta tanpa emosi, langsung menembus kebisingan, terdengar jelas oleh telinga Elena. "Nggak perlu. Aku sudah mengatakan kalau hidup matinya nggak ada hubungannya denganku."

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.