Bab 1
Di hari pernikahanku, ada perampok menerobos masuk ke rumah untuk memperkosa dan merampok.
Suamiku mendorongku keluar, wajahnya tetap tenang seolah tidak terjadi apa-apa.
"Lagi pula kamu juga bukan gadis perawan lagi. Mereka juga punya kesulitannya tersendiri."
Aku dihina dan dilecehkan sampai mati, sementara suamiku justru selamat.
Saat diwawancarai media, dia malah terlihat terpukul serta menuduhku sengaja jatuh dalam kehinaan dan menjilat demi menyenangkan para pelaku.
Orang tuaku meninggal karena terlalu marah dan seluruh harta keluarga jatuh ke tangan pria itu.
Ketika terlahir kembali, aku akan mengirimnya ke neraka dengan tanganku sendiri.
Saat membuka mata, aku terlahir kembali di malam setelah pesta pernikahan berakhir.
Saat ini tinggal kurang dari lima menit sebelum para penjahat itu datang.
Suamiku duduk di sofa menghitung uang hadiah pernikahan. Sementara aku berbalik masuk ke dapur, mengambil sebuah pisau buah dan menyembunyikannya di lengan bajuku.
Setelah menelepon polisi, aku kembali ke kamar utama dan mengunci pintunya, menunggu kedatangan para perampok.
Seharusnya aku bisa kabur dalam lima menit itu. Namun saat itu Daniel memaksa kami tinggal di kawasan perumahan baru.
Tingkat hunian bahkan belum sampai tiga puluh persen. Jika aku lari sendirian, aku pasti menjadi sasaran empuk para perampok.
Aku menarik napas dalam-dalam dan menghitung waktu dalam hati.
Tepat pukul sebelas lewat empat puluh, pintu anti maling berbunyi.
Dua pria menerobos masuk dan menendang Daniel yang sedang menghitung uang hingga tersungkur ke lantai.
Aku bersandar di pintu, detak jantungku semakin cepat.
Jika mereka masuk rumah untuk merampok, aku bisa melakukan pembelaan diri tanpa batas.
Sama seperti kehidupan sebelumnya, para perampok tidak segera pergi setelah mengambil uang.
Mereka malah menggores tubuh Daniel Piron dengan pisau.
Darah mengucur dan mereka tertawa puas.
"Dasar pengecut, baru ditakuti begitu saja sudah kencing di celana."
Tak lama kemudian, mereka memerhatikan dekorasi ruangan.
"Wah, mereka baru nikah hari ini. Di mana pengantinnya?"
Di kehidupan sebelumnya aku berada di ruang tamu, jadi tidak bisa menghindari tragedi itu.
Aku sempat mengira Daniel tidak akan mengkhianatiku secepat itu, tetapi ternyata dia sudah ketakutan setengah mati dengan para perampok itu.
"Kakak sekalian, istriku ada di kamar. Jangan membunuhku."
Hanya dengan satu kalimat pendek dia sudah menjualku.
Tanganku bergetar menahan amarah, kukuku menancap di paha.
Setelah menenangkan diri, aku membuka pintu kamar sendiri.
Wajah kedua orang yang pernah menyiksaku hingga mati di kehidupan sebelumnya, kembali muncul di depan mata.
Punggungku langsung basah oleh keringat dingin, jantungku berdetak kencang.
"Semua orang ada masanya terdesak dan nggak punya jalan keluar. Bagaimana kalau kedua kakak makan dulu?"
Aku berkata sambil tersenyum. Saat mereka lengah, aku menyembunyikan pisau buah di tempat yang tidak terlihat.
Mereka jelas tidak menyangka aku seberani itu dan menatapku dengan penuh nafsu.
"Nggak perlu makan. Kamu ke sini dulu, temani kita main."
Jika hanya diperkosa, mungkin masih bisa disebut musibah. Tapi setelah mati, aku baru tahu kalau mereka terlibat dalam sejumlah kasus pembunuhan dan sudah tidak punya sifat kemanusiaan lagi.
Ucapan Daniel justru membuat mereka menampakkan sifat asli.
"Selly, kamu temani mereka saja. Lagi pula kamu juga bukan perawan lagi. Kalau mereka senang, mungkin kita bisa selamat."
Aku sangat marah saat melihat celana suamiku basah oleh air seninya.
Kemeja putihnya berlumur darah. Dia benar-benar seperti anjing basah kuyup yang menyedihkan.
Pria itu mendekat, mungkin karena menurutnya aku hanya wanita lemah, jadi tidak waspada sama sekali.
Dia menarik lenganku, genggamannya sekuat penjepit besi.
Mereka menyeringai jahat sambil merobek pakaianku, sementara Daniel meringkuk di samping, tidak berani mengeluarkan suara sama sekali.
Aku hidup kembali bukan untuk mengulang tragedi.
Saat salah satu pria mendekat sambil menurunkan celananya, aku menendangnya sekuat tenaga.
Dia kesakitan sambil berguling di lantai. Saat melihatnya, pria lainnya langsung mencabut pisau dan menerjang ke arahku.
Di antara hidup dan mati, penglihatanku sangat jelas.
Aku menghindari serangannya, tapi pisau tajam itu tetap berhasil menggores lenganku.
Namun, ini tidak ada artinya dibandingkan penderitaan di kehidupan sebelumnya!
Aku meraih pisau buah yang disembunyikan tidak jauh di sana. Saat dia kembali menerjang, aku menahan serangannya dengan telapak tangan.
Sedangkan pisau buah menusuk ke arteri utamanya.
Aku hampir pingsan saat tanganku ditusuk pisau.
Namun aku menggertakkan gigi, menarik kembali pisau itu dan berlari ke kamar serta mengunci pintu dari dalam.
Pria yang sebelumnya aku hancurkan alat vitalnya melampiaskan amarahnya pada Daniel. Aku hanya mendengar suara jeritan Daniel dan pandangan mataku mulai menggelap.
Sakit ... sakit sekali.
Tiba-tiba terdengar sirene mobil patroli dari luar, aku pun mulai bernapas lega.
Saat membuka mata lagi, aku sudah terbaring di rumah sakit.
Bau cairan desinfektan yang menyengat membuatku merasa sangat tenang.
Aku ... masih hidup!