Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 6

Dengan penuh keheranan, aku mengikuti Dion. Dion melangkah masuk ke ruang rahasia itu dengan lancar. Aku dikejutkan oleh apa yang ada di dalam sana. Ruang rahasia itu penuh dengan tali-tali panjang. Fotoku tergantung pada setiap tali. Kapan Dion mengambil semua foto itu? Mungkinkah ... Dion adalah psikopat? Atau serigala berbulu domba? Aku linglung dan bingung. Suara isakan datang dari dalam sana. "Tiara, dasar bodoh! Kenapa kamu memilih Riko?" "Masih setengah tahun lagi! Kalau kamu tunggu setengah tahun lagi, aku akan menikahimu begitu aku pulang membawa kesuksesan. Kenapa kamu nggak bisa bersabar?" "Nggak ... ini seharusnya salahku." "Kalau bukan karena aku, karena pikiranku yang ingin semuanya pasti dulu sehingga kamu nggak ikut hidup susah, aku nggak akan menyembunyikan perasaanku saat wisuda." "Tiara ... kamu harus baik-baik saja." Apa? Aku tercengang. Barulah aku tahu asal-usul semua foto itu. Selain foto-foto terkini, ada juga foto-foto yang diambil semasa kuliah. Tak terpikirkan olehku bahwa Dion benar-benar mempunyai perasaan padaku. Aku dan Riko hanya dijodohkan oleh keluarga kami. Kisah pengejaran Riko terhadap Elmira semasa sekolah bukanlah rahasia bagiku. Awalnya, aku mengira aku dan Riko tidak akan punya hubungan yang lebih jauh karena Elmira. Akan tetapi, sebuah kejadian tak terduga menjerumuskanku ke dalam jurang. Karena terlalu banyak minum di pesta, aku menyelinap ke ruang sebelah untuk beristirahat sejenak. Tak disangka, efek alkohol yang kuat itu membuatku tak sadarkan diri. Dalam keadaan linglung, aku berhubungan intim dengan seorang pria. Saat aku sadarkan diri, aku mendapati bahwa pria itu adalah Riko. Riko ternyata juga mabuk akibat acara kantor. Sama seperti aku, dia juga ke ruang sebelah untuk beristirahat sejenak. Hanya saja, tak seorang pun dari kami yang menyangka hal ini akan terjadi. Kemudian .... Riko memaksaku bersumpah untuk tidak memberi tahu siapa pun tentang kejadian itu. Di mataku, saat itu Riko dengan panik mengambil ponselnya dan menelepon Elmira, bahkan rela membayar puluhan juta untuk membuatkan saksi palsu. Namun, tanpa diduga, setengah bulan kemudian .... Pengumuman pernikahanku dengan Riko oleh Nenek Fia di pertemuan antara Keluarga Rasid dan Keluarga Pradipta akan menjadi bom yang sangat mengguncang. Nenek Fia bahkan mengumumkan bahwa kami melakukan hubungan dan ... aku hamil. Riko menatapku dengan kaget. Sampai sekarang pun aku tidak bisa melupakan tatapan itu. Marah, jengkel, dan penuh agresi. Namun, aku tak pernah memberi tahu Nenek Fia. Yang kuketahui adalah malam itu Elmira pergi dengan sedih, dan Riko mengejarnya. Ketika mereka kembali setelah waktu yang lama, Riko justru menyetujui permintaan Nenek Fia untuk menikahiku. Alhasil, pernikahan inilah yang mendorongku ke jurang tak berdasar. Hanya saja, aku tidak mengerti mengapa Tuhan tak mau memungut rohku setelah mati, malah membiarkanku menjadi hantu pengembara yang terdorong oleh kekuatan tak kasatmata. Baik terikat bersama Riko hingga terpaksa menyaksikan kemesraan mereka yang menjijikkan. Atau terikat bersama Dion dan melihat betapa dalam cintanya padaku dulu .... Dion meringkuk di sudut ruangan yang gelap. Ketika mendengar suara ponsel di luar, Dion langsung bangkit dan berjalan keluar dengan cepat. Aku tersadarkan, lalu segera menyusul ke luar. Dion yang sedang bertelepon berubah seketika ekspresinya. "Serius?" "Aku mengerti. Tunggu aku, aku ke sana sekarang." Dion buru-buru mengakhiri panggilan. Dia mengambil kunci mobil dan jaket sebelum berlari keluar. Sebelum aku sempat bereaksi, aku merasakan ada kekuatan eksternal yang mendorong pinggangku dan mendesakku ke depan. Saat aku kembali sadar, aku sudah duduk di sebelah kursi Dion. Dalam mata Dion tersirat kecemasan dan kemarahan. Aku tetap tidak mengerti apa penyebabnya. Sampai akhirnya kami tiba di sebuah hutan yang jaraknya puluhan kilometer. Puluhan pengawal berdiri di depan hutan, memanjang ke dalam hutan yang gelap gulita. Sebelum aku sempat menyadari situasi, seorang pria datang terengah-engah dan menyambut Dion dengan isyarat tangan. Dion menarik napas dalam-dalam sebelum berjalan ke dalam hutan. Ketika mereka mulai menggali gundukan tanah kecil itu menggunakan sekop dan menampakkan tubuh mungil itu di depan mataku, napasku tercekat. Sekalipun aku sudah tak bernyawa .... Saat melihat anakku dikuburkan secara sembarangan di tengah hutan oleh ayah bajingannya, dadaku sakit tak karuan. Anakku .... Anakku yang malang. Dion menyuruh anak buahnya menggali bayi berusia tujuh bulan itu dan menaruhnya ke dalam sebuah kotak kecil. Asisten Dion, Miko, melaporkan progres dari perintah Dion sebelumnya. "Pak Dion, apa yang kamu perintahkan sudah beres. Sekarang, ke mana kita menempatkan bayi ini?" Para pengawal yang mempunyai anak tidak berani melihat bayi yang berlumuran darah itu. Bayi itu sungguh malang. "Keberadaan Tiara masih belum ditemukan. Cari dokter forensik untuk selidiki penyebab kematian anak ini. Sekalipun keberadaan Tiara nggak bisa ditemukan, aku akan tetap membalaskan dendamnya!" Sorot mata Dion tegas dan tak terbantahkan. Miko mengangguk, lalu bergegas pergi tanpa bertele-tele. Aku berjongkok di tanah, memperhatikan bayi itu digendong dengan penuh kasih sayang seperti harta karun, dan dengan lembut diletakkan ke dalam kotak kecil di sebelah. "Anakku, maafkan Ibu ...." "Ibu seharusnya nggak pergi keluar. Ibu seharusnya tinggal di rumah bersamamu." Mengapa dia harus nekat pergi mengambil kue untuk Riko dengan perut besar, hanya untuk dianiaya dan akhirnya dibunuh .... Buah hatinya pun tak diampuni. Kinerja anak buah Dion sangat efisien. Dokter forensik sudah menunggu di lembaga forensik lebih awal. Dokter forensik membawa bayi yang wajahnya hancur itu ke ruang autopsi, dan mulai bekerja. Aku tidak dapat meninggalkan Dion sehingga hanya bisa menunggu dengan sabar. Miko akhirnya kembali, bersama pria berjas hitam yang membawa peti mati kecil. "Pak Dion, lokasi yang bagus sudah ditemukan. Ahli ritual juga sudah siap. Kita bisa langsung mulai setelah hasil autopsi anak Nona Tiara keluar." Dion menggerakkan bibirnya yang kering dan berkata dengan suara serak, "Ya, aku mengerti." Dion mendongak ke langit. "Tiara, jangan salahkan aku. Aku nggak punya pilihan lain." "Tapi jangan khawatir. Setelah pelakunya ditemukan, aku akan membantumu balas dendam." "Jangan takut, aku akan pergi menemanimu setelah semuanya berakhir." Waktu setengah hari berlalu dengan cepat. Dokter forensik keluar membawa bayi yang wajahnya sudah diperbaiki sebaik mungkin. Lalu, dia menyerahkan laporan hasil autopsi. "Bayi malang ini laki-laki. Wajahnya hancur oleh batu. Ditinjau dari perkembangan organ, usia bayi ini sekitar tujuh bulan. Di perutnya masih menempel plasenta dan tali pusar yang nggak dipotong dengan benar, juga menempel sisa-sisa dinding rahim. Terlebih lagi, ada bau darah yang sangat menyengat. Jadi, aku menduga ... bayi ini mungkin dikeluarkan secara paksa dari rahim saat ibunya masih hidup. Sang ibu pasti nggak akan selamat." Tebakan Dion benar. Dunia ini begitu kecil. Dion mengatur semua anak buahnya untuk mencari Tiara. Bagaimana mungkin seorang manusia hidup-hidup tidak dapat dilacak? Hanya ada satu kemungkinan. Tiara sudah meninggal. Kondisi kematiannya mungkin sangat mengenaskan. Namun, tak disangka, ketika tebakannya benar-benar terjadi di depan mata, Dion hampir tidak bisa bernapas dan pingsan.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.