Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 3

Setelah makan malam, Karina mengajak Aleya untuk pergi karaoke. Aleya baru sampai di rumah pukul sebelas malam. Begitu lampu dinyalakan, Aleya sontak terkejut dengan Haris yang duduk tegak di ruang tamu yang gelap gulita. Mata Haris tampak memerah, ekspresinya sangat muram. Dia berujar dengan suara yang serak, "Lea, ada yang ingin kubicarakan denganmu." Aleya mengeluarkan sebuah dokumen. "Aku juga ada yang ingin kubicarakan denganmu." "Kamu baca dokumennya dulu, kita bicara habis aku mandi." Begitu Aleya pergi, ponsel Haris berdering terus-menerus. [Malam ini kalau Kak Aleya nggak setuju, Tuan Muda Haris akan kalah 200 miliar loh.] [Kalah uang sih bukan masalah besar, yang justru bikin khawatir adalah kalau Kak Aleya nggak mau membantu melunasi utang Tuan Muda Haris kali ini.] Haris segera mengetik pesan balasannya, [Nggak mungkin, kalian lihat saja.] [Apa kamu benar-benar berencana membuat Kak Aleya tinggal di Benua Afrido selama sepuluh tahun?] [Sebenarnya, waktu kamu mengetes Kak Aleya dan dia tinggal di sana selama tiga tahun, itu sudah cukup membuktikan ketulusannya, 'kan?] Benarkah cukup? Haris menatap ponselnya, keraguan dalam hatinya kembali muncul. Sebenarnya, Haris adalah anak dari keluarga kaya. Dia bukanlah pengusaha yang muncul dari keluarga biasa yang tidak memiliki sumber daya atau dukungan apa pun, seperti yang dikatakannya pada Aleya. Tentu saja Haris memiliki pertimbangannya sendiri kenapa dia menyembunyikan fakta tentang dirinya ini. Saat SMA, pacar pertama Haris menghalalkan segala cara untuk merayu Haris melakukan hal yang tidak seharusnya setelah mengetahui betapa kayanya keluarga Haris. Setelah itu, pacar pertamanya yang sedang hamil besar itu menemui orang tua Haris dan dengan sombong meminta 60 miliar sebagai biaya aborsi dan uang tutup mulut. Sikap pacar pertamanya yang hanya memandang uang membuat Haris merasa asing dan ngeri. Untuk pertama kalinya, Haris menyadari bahwa sifat hangat dan lembut seseorang mungkin menyembunyikan bilah pisau yang tajam yang pada waktunya akan menikamnya sendiri. Masalah ini juga menyebabkan ayahnya Haris mulai meragukan kemampuan Haris mengendalikan diri. Rencana studi Haris ke luar negeri pun dibatalkan dan bisnis utama yang seharusnya menjadi tanggung jawab Haris diberikan kepada adik laki-laki Haris yang kemampuannya jauh di bawah Haris. Hingga hari ini, Haris masih belum bisa benar-benar kembali ke posisi inti dalam keluarganya. [Ini terakhir kalinya.] Haris membalas sambil mengatupkan bibirnya. [Asalkan dia mau pergi lagi selama satu tahun, aku akan menjemputnya dan memberitahunya identitas asliku.] [Setelah itu, dialah yang akan menjadi istri sahku.] [Lalu, bagaimana dengan Nona Malena?] Ada yang bertanya. Yang lain pun menimpali, [Kalian nggak paham soal ini. Ibu si anak lagi nggak ada dan Tuan Muda Haris juga nggak ditemani siapa pun, jadi perlu seseorang untuk merawat mereka berdua, 'kan? Di hati Tuan Muda Haris, wanita yang paling penting pasti tetap ibu si anak. Masih ada waktu satu tahun. Itu sudah cukup bagi Tuan Muda Haris untuk bosan bermain-main dengan si Malena itu, sekaligus membereskan wanita-wanita lain.] [Iya, Tuan Muda Haris itu sangat tahu batas. Silakan saja bermain-main dengan wanita di luar sana, tapi kalau benar-benar mau menikah, harus dengan wanita berpendidikan tinggi dan sangat cerdas seperti Kak Aleya.] [Setuju. Kak Aleya itu cantik, berpendidikan tinggi dan sangat cakap. Kalau bukan karena latar belakang keluarganya yang sedikit kurang, mana mungkin Tuan Muda Haris sampai menguji ketulusannya seperti ini? Mana mungkin Nona Malena akan dibiarkan mendekat!] Haris hanya mengangkat alisnya, tidak membenarkan maupun menyangkal. Setelah mandi, Aleya membuka pintu kamar mandi dan Haris segera mematikan ponselnya. "Sayang," sapa Haris sambil mengambil handuk dan mengeringkan rambut Aleya, nada bicaranya sengaja dibuat begitu lemah dan lelah. "Perusahaan baru-baru ini mengalami masalah besar, utangnya sampai 20 miliar." Aleya yang dulu pasti akan ikut merasa sedih melihat betapa kesulitannya Haris dan langsung berkata, "Nggak apa-apa, aku akan menemanimu melunasinya." Namun, hari ini Aleya hanya memejamkan mata dan diam. "Tolong bantu aku sekali lagi, ya ... " Suara Haris terdengar lemah dan sarat akan kesan penderitaan. Ekspresi Aleya terlihat dingin. "Haris, aku nggak punya uang lagi." Haris menarik napas dalam-dalam, ekspresinya makin terlihat menyedihkan. "Kalau kamu pergi ke Benua Afrido sekali lagi ... " "Kamu sudah lihat dokumennya?" Aleya bangkit berdiri. "Itu surat cerai." Ekspresi di wajah Haris langsung berubah. Awalnya terlihat terkejut dan tidak percaya, lalu berubah menjadi amarah. "Apa kamu meremehkanku karena aku miskin? Kamu pikir aku nggak akan pernah bisa bangkit?" "Aleya, aku salah menilaimu!" kata Haris dengan ekspresi marah. Haris dengan marah mengambil jaketnya, lalu langsung membuka pintu dan pergi. Aleya terdiam sejenak. Saat melihat cahaya kuning hangat dari kamar anak yang belum dimatikan, dia akhirnya memutuskan untuk tinggal di rumah. Aleya pun mengirim pesan kepada Karina, [Dia sudah pergi.] Karina langsung membalas dengan emotikon oke. Ketika Aleya melihat mobil Haris di parkiran bawah tanah restoran, Karina dengan sukarela berbagi pelacak yang selalu dibawanya. "Perebutan takhta, jadi selalu begini," kata Karina setengah bergurau. Aleya berjalan diam-diam ke kamar anaknya. Aldino tampak begitu tenang dan tidur pulas. Sebenarnya, wajah Aldino lebih mirip dengan Aleya. Namun, sikapnya lebih menyerupai Haris. Di balik ekspresi lembut Aldino, tersirat sedikit kesombongan. Aleya masih ingat sebelum dia pergi, anaknya menangis dan merengek sambil menggenggam lengan bajunya dengan erat. Setiap panggilan "Ibu" yang Aldino lontarkan membuat hati Aleya terasa hancur. Aleya memang sudah banyak berutang pada Aldino. Dalang dari semua ini adalah Haris. Ponsel Aleya pun bergetar. Karina mengirimkan lokasi mobil Haris. [Suami murahanmu ini ternyata punya sedikit uang.] Haris pergi ke kompleks mewah termahal di kota, harga per meter perseginya dimulai dari 300 juta. Setiap unitnya merupakan apartemen seluas lebih dari 300 meter persegi. Aleya menatap apartemen kecil tiga kamar yang mereka beli setelah menabung selama lima enam tahun, ditambah dengan tabungan terakhir ibunya sebesar 400 juta, lalu tertawa terbahak-bahak.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.