Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 10

Karena mereka akan melakukan pemeriksaan di rumah sakit, Amelia meminta Patricia untuk tinggal di rumah Keluarga Lusna. Setelah kembali ke kamarnya, Patricia merasa sangat cemas. Dia semakin kesal saat melihat situasi kamar yang berantakan, jadi Patricia memanggil dua pelayan untuk membersihkan kamarnya. Pelayan hendak menyapu dengan sembarangan, tapi Patricia berkata dengan nada dingin, "Jangan sampai kehilangan pekerjaan kalian demi menyenangkan Fanny. Kalau aku panggil Ibu datang, Fanny akan baik-baik saja, tapi kalian pasti akan dipecat dari sini!" Kedua pelayan itu ketakutan setelah mendengar ini, mereka mulai menyapu dengan sungguh-sungguh. Patricia membuka satu-satunya jendela kecil di dalam kamar, lalu duduk di sisi jendela sambil menelepon Devi. Dia memberitahu Devi jika Robert akan meminta Ellen untuk memeriksa kondisinya. "Devi, rahasiaku akan terbongkar kalau Bu Ellen datang." Patricia merasa sangat cemas dan juga takut. Dia tanpa sadar menggigit bagian bawah bibirnya sampai meninggalkan bekas yang dalam. "Aku nggak boleh membiarkan pria itu tahu kalau aku hamil, aku harus segera melakukan aborsi!" Awalnya Patricia mengira dia sudah keguguran saat terjatuh di kamar mandi. Siapa sangka anak ini lebih kuat dari perkiraannya. Tidak disangka kondisinya masih sangat baik sekarang. Patricia sangat terkejut saat mengetahui hal ini dari Devi. Hanya saja, dia tidak boleh mempertahankan anak ini. "Aku bisa atur operasinya secepat mungkin untukmu," kata Devi sambil mengangguk, tapi tetap mengingatkannya. "Tapi orang itu adalah Bu Ellen. Meskipun kamu melakukan aborsi, dia juga bisa tahu saat periksa kondisimu." "Pada saat itu ...." Tubuh Patricia bergetar, bibirnya juga digigit sampai berdarah. Tidak disangka luka sekecil ini akan terasa begitu perih dan menyakitkan. Apa reaksi Robert kalau mengetahui dia menggugurkan anak mereka? Dia sama sekali tidak berani membayangkan hal ini. Dia tidak bisa menebak isi pikiran pria ini. Hanya saja, Patricia mengetahui jika pria itu sangat benci dia bertindak sesuka hati, seperti boneka yang memiliki kesadarannya sendiri. Bagaimana mungkin orang yang sudah terbiasa mengendalikan sesuatu membiarkan hal ini terjadi? "Ba ... bagaimana ini .... Patricia berjalan bolak-balik di dalam kamar dengan cemas. Setelah beberapa saat berlalu, dia bertanya pada Devi, "Apakah kita bisa suap Bu Ellen? Aku punya tabungan selama beberapa tahun ini." Tidak peduli bagaimanapun juga dia sudah bertahun-tahun tinggal di rumah Keluarga Lusna dan juga tidak suka memiliki barang mewah. Orang-orang akan terkejut jika mengetahui saldo uang di rekeningnya. "Aku akan mencobanya." Ini adalah satu-satunya cara untuk menangani hal ini, jadi Devi menyetujuinya. Devi adalah orang yang sigap dalam bekerja. Dia segera menggunakan koneksinya di rumah sakit untuk mendaftarkan nama Patricia terlebih dahulu. Setelah mengonfirmasi hal-hal yang lain, Devi meminta Patricia untuk pergi ke rumah sakit untuk melakukan operasi pada dua hari kemudian. Patricia menghela napas lega, lalu menghabiskan waktunya selama dua hari di rumah ini. Untung saja Patricia ditahan, Fanny senang karena Patricia tidak bisa menghubungi Tommy. Dia selalu mencari cara untuk bertemu dengan Tommy setiap harinya dan tidak memedulikan Patricia. Amelia berniat untuk memisahkan Patricia dan Fanny, jadi dia meminta pelayan membawakan makanan ke kamar Patricia. Patricia tidak keberatan dengan ini. Dua hari kemudian, sama sekali tidak mudah bagi Patricia untuk keluar kamar. Dia meminta pelayan memberitahu Amelia bahwa dia memiliki urusan dan harus pergi. Amelia datang, tapi dia menolak permintaan Patricia. "Patricia, ini semua demi kebaikanmu sendiri. sebaiknya kamu tinggal di rumah selama beberapa hari ini. Setelah Bu Ellen datang dan periksa kondisimu secara menyeluruh, aku nggak akan melarangmu untuk keluar lagi." "Ibu, aku benar-benar punya urusan yang penting." Patricia menggenggam tangan Amelia dengan cemas. "Benar-benar sangat penting, kalau nggak aku nggak akan keluar pada saat ini." "Urusan apa itu?" tanya Amelia dengan bingung saat melihat sikap cemas Patricia. Patricia tertegun sejenak, lalu menurunkan tatapannya. "Maaf, Ibu. Aku nggak boleh kasih tahu kamu." Amelia langsung mengerutkan keningnya setelah mendengar ini. Dia berkata, "Dulu aku selalu mengira kalau aku memahamimu, kamu bukanlah jenis orang yang suka main-main. Kamu selalu sangat disiplin." "Tapi aku merasa kamu mulai berubah selama beberapa tahun ini." "Patricia, nggak peduli bagaimanapun juga aku lihat kamu tumbuh dewasa. Aku benar-benar nggak mau kamu mempelajari hal-hal yang buruk." Tenggorokan Patricia seperti tersumbat oleh sesuatu. Bagaimana dia harus menjelaskan hal ini? Dia bukannya mempelajari hal-hal yang buruk, tapi dipaksa oleh Robert. Dia tidak bisa mengatakan hal ini. Patricia membela dirinya dengan ekspresi pucat. "Ibu, aku nggak melakukan hal itu." "Kalau begitu tunggu saja dengan tenang di rumah." Amelia bersikap dengan tegas. "Kalau kamu benar-benar nggak hamil, kamu nggak perlu takut. Kebetulan aku bisa minta Bu Ellen untuk bantu pulihkan kondisi tubuhmu." "Tapi ...." Saat Patricia berusaha untuk memperjuangkan dirinya, dia tiba-tiba didorong oleh sebuah kekuatan yang kuat. Dia terhuyung mundur dua langkah, dia harus berpegangan pada dinding agar tidak terjatuh. "Tapi kenapa? Kamu benar-benar gigih sekali!" Entah sejak kapan Fanny tiba-tiba muncul. Dia berdiri di antara mereka berdua, lalu menatap Patricia dengan tajam. "Jangan kira aku nggak tahu apa niatmu. Kamu lihat betapa dekatnya aku dengan Tommy selama beberapa hari ini, jadi kamu sudah nggak bisa tahan dirimu lagi, 'kan?" "Kamu mau keluar untuk goda Tommy? Bermimpi saja kamu!" Patricia hampir tertawa dengan marah saat mendengar ini. Dia bahkan tidak bisa melindungi dirinya saat ini. Bagaimana mungkin dia masih bisa memikirkan Tommy? "Apakah cuma ada kamu dan Tommy di dunia ini?!" Patricia tidak bisa menahan dirinya lagi dan berkata dengan sinis, "Apakah selain Tommy nggak ada orang lain? Apakah selain masalah yang berkaitan dengannya nggak ada masalah yang lain?" "Aku bukan kamu yang otaknya cuma dipenuhi dengan pria!" Wajah Fanny memerah, dia berteriak dengan keras, "Kamu memang nggak akan pernah melepaskan Tommy! Kalau nggak, kenapa kamu nggak berani bilang apa yang mau kamu lakukan di luar?" Kepala Amelia sangat sakit saat melihat mereka berdua bertengkar. Dia meminta pelayan untuk membawa Patricia kembali ke kamarnya. "Patricia, kamu tunggu beberapa hari lagi saja." Sebelum Patricia mengatakan apa pun, Amelia pergi bersama Fanny. Fanny menatap Patricia sambil mendengus dengan tidak puas. Selama dia bertengkar dengan Patricia, dia akan dibuat marah oleh wanita ini. Dia sangat membenci Patricia karena dia sangat pandai bicara. Patricia merasa tidak berdaya karena dia kembali ditahan. Devi meneleponnya, bertanya kenapa dia masih belum tiba di rumah sakit. "Waktu operasinya sudah dijadwalkan, dokternya juga sudah tiba. Kami cuma tunggu kamu datang untuk melakukan pemeriksaan sebelum operasi." Patricia sangat cemas sampai menjambak rambutnya. "Tolong tunggu sebentar lagi, aku akan segera tiba." Matanya menatap lemari di samping tempat tidur. Patricia mengingat jika terdapat sebuah dokumen milik Robert di dalamnya. Dia segera menelepon Amelia. Saat mendengar dia ingin mengirim dokumen penting untuk Robert, Amelia tidak begitu memercayai ucapannya. Hanya saja setelah melihat dokumen itu, Amelia baru menghilangkan kecurigaannya. "Biarkan supir mengantarmu." Patricia mengetahui jika Amelia ingin meminta supir mengawasinya. Dia tidak boleh membuat masalah pada saat ini, jadi Patricia hanya bisa mengangguk dengan patuh.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.