Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 6

Selain urusan pekerjaan, hingga seharian ini berlalu, Julie tidak menelepon maupun mengirim pesan minta maaf. "Kita lihat saja, berapa lama kamu bisa bertahan!" Victor melemparkan ponsel ke samping, lalu bangkit dan melangkah menuju dapur. Begitu membuka kulkas, dia tertegun. Karena di dalamnya, selain makanan, penuh dengan berbagai ramuan obat Cina. Dia meraih satu bungkus. Di atasnya tertulis. "Sehari lima bungkus, khusus untuk mengobati mandul." Mandul .... Victor mencium bau menyengat obat itu. Teringat aroma serupa di tubuh Julie, dia baru paham asalnya. Dia mencibir dalam hati. Mereka tidak pernah tidur bersama. Sebanyak apa pun obat yang diminum, Julie tidak akan mungkin hamil! Dia melempar kembali obat itu. Victor merasa menemukan alasan Julie marah kali ini, hatinya langsung terasa lebih senang. Dia kembali ke kamar utama, lalu beristirahat. Tanpa Julie, mulai sekarang dia bisa pulang kapan saja dia mau. Dia tidak perlu repot menghindarinya lagi. Victor tidur nyenyak malam itu. Hari ini, dia sudah janjian main golf dengan temannya, Steve. Karena itu, pagi-pagi sekali dia masuk ruang ganti, lalu mengenakan pakaian olahraga. Setelah berganti, saat berjalan ke ruang tamu, dia refleks ingin bilang pada Julie bahwa hari ini tidak pulang. [Hari ini ....] Baru mengucapkan dua kata, dia langsung ingat. Mulai sekarang, dia tidak perlu memberitahunya lagi. Di lapangan golf. Hari ini, Victor terlihat bersemangat. Pakaian olahraga putih yang dia kenakan membuat wajahnya yang dingin dan tampan itu tampak lebih bersahabat. Di lapangan golf, tubuhnya yang tegak itu tampak seperti bintang film. Sekali ayunan, bolanya langsung masuk lubang. Temannya, Steve, yang berada di samping langsung memuji. "Victor, permainanmu luar biasa hari ini. Jangan-jangan ada kabar baik yang kamu sembunyikan?" Berita Julie yang ingin menceraikan Victor sudah tersebar sejak kemarin. Semua orang di sekitarnya tahu. Jadi, mana mungkin Steve tidak tahu? Dia hanya ingin mendengar langsung dari Victor, supaya bisa memanggil Clara yang sudah menunggu di luar. Victor minum seteguk air, lalu menjawab dengan santai. "Nggak apa-apa. Aku hanya bersiap bercerai dengan Julie." Setelah mendengarnya, Steve tetap merasa terkejut. Sebagai temannya, dia sangat mengenal Julie. Baginya, Julie hanyalah wanita manipulatif yang terus menempel pada Victor. Jika bisa cerai, mereka pasti sudah cerai sejak lama. Mana mungkin bertahan lebih dari tiga tahun? "Si Tuli itu setuju?" tanyanya. Sorot mata Victor menjadi suram. "Dia yang mengajukannya." Steve tersenyum mengejek. "Pasti itu cuma trik tarik-ulur." "Wanita seperti itu sudah sering aku temui." Setelah itu, dia menyeringai pada Victor. "Victor, hari ini aku juga sudah menyiapkan kejutan untukmu." Victor sempat bingung. Steve segera mengirim pesan pada Clara. Tidak lama kemudian, Victor melihat Clara di kejauhan. Dia mengenakan pakaian olahraga merah muda dan riasan rapi. Dia melambaikan tangan dengan manis ke arahnya. Tidak lama kemudian, Clara tiba di depan mereka. Steve langsung tahu diri. "Kalian mengobrol saja. Aku tak mau jadi pengganggu." Setelah pergi. Clara mengusulkan agar Victor jalan-jalan sebentar bersamanya. Setelah keluar dari lapangan golf, tidak jauh dari sana adalah universitas tempat mereka kuliah. Clara sangat paham cara mengambil hati pria. Dia tidak menyebut soal Julie, melainkan membicarakan masa lalu mereka. "Victor, kamu masih ingat jalan ini?" "Dulu, waktu kita pacaran, kita sering lewat." "Saat itu, kamu menggenggam tanganku. Kamu bilang akan terus berjalan bersamaku selamanya." Sampai di sini, Clara berhenti melangkah. Tangannya yang ramping itu terulur ke arah Victor. "Victor, bisakah kamu menggenggam tanganku dan berjalan bersamaku lagi?" Namun, saat hampir menyentuh tangan Victor, dia justru spontan menghindar. Clara tertegun. Ekspresi Victor tetap datar. "Masa lalu, aku sudah tak ingat." Sekolah, cinta, pernikahan, pekerjaan .... Bagi Victor, semua itu hanyalah bagian hidup yang harus dilalui. Hal itu tidak ada bedanya dengan menyelesaikan tugas kerja. Bahkan cinta pertama pun sama saja! Mata Clara memerah. "Kamu masih marah padaku?" "Dulu, aku terpaksa. Aku sama sekali tak ingin meninggalkanmu. Aku mencintaimu, sangat mencintaimu ...." "Kamu tahu nggak, selama ini bagaimana aku bertahan sendirian?" "Aku bertahan karena kenangan kita. Aku berusaha memperbaiki diri dan menjadi lebih baik. Supaya saat kembali, aku pantas untukmu." Mendengar kata-kata itu, Victor mengernyit. "Aku sudah menikah." "Aku tahu, dia akan menceraikanmu." Clara langsung menyambung, lalu berkata lagi, "Aku akan berterima kasih padanya karena sudah mengembalikanmu padaku." Air matanya menetes. Dia tidak bisa menahan diri, lalu memeluk pinggang Victor. "Kamu tahu nggak? Aku benar-benar benci Julie, sungguh benci. Kalau bukan karena dia, kita tak akan berpisah selama ini." Mungkin manusia memang mudah lupa. Clara lupa, dulu dialah yang lebih dulu memutuskan hubungannya dengan Victor. Setelah itu, Julie baru bertunangan dengannya. Julie, Julie .... Tanpa sadar, dalam pikiran Victor muncul sosok wanita yang tenang dan lembut. Dia teringat, dulu saat ayahnya Julie mati, Julie menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Victor, bisakah kamu memelukku?" Namun, waktu itu, adiknya Julie, Samuel Xienna, baru saja merusak semua syarat perjodohan, mengambil uang Victor untuk keluarga Purnama, juga semua yang seharusnya diberikan pada Victor. Jadi, Victor langsung pergi dari hadapan Julie tanpa sepatah kata pun. Bayangan Julie yang penuh duka itu terus terpatri di kepalanya. Tanpa sadar, dia mendorong Clara menjauh. Clara yang terlepas masih ingin bicara lagi. Namun, Clara melihat Steve bergegas datang. Kemudian, dia buru-buru menyeka air mata Steve. Steve sadar ada sesuatu yang aneh. Namun, dia tetap menyerahkan dokumen di tangannya pada Victor. "Kak Victor, lihatlah." Victor menerima dokumen itu dan membukanya. Ternyata, itu adalah surat peralihan aset. Kemudian, Steve berkata, "Ini dikirim oleh pengacara Julie. Katanya sebagai kompensasi tiga tahun pernikahan kalian." Kompensasi? Steve sempat mengira Julie yang menuntut Victor memberi kompensasi. Jadi, dia buru-buru datang. Namun, saat Victor membukanya, ternyata Julie justru memindahkan aset padanya. Matanya dipenuhi rasa tidak percaya! Tapi saat melihat jumlah terakhir, yang sebesar 200 miliar, dia merasa geli. Julie mengira dia itu orang macam apa? "200 miliar, mau aku lepaskan Keluarga Purnama? Mau aku memaafkannya?" kata Victor mengejek tanpa ampun di depan Steve dan Clara. Steve baru sadar, lalu ikut menertawakan, "Si Tuli itu selalu pura-pura polos. Ternyata, dia diam-diam menyimpan aset 200 miliar." "Apa adik dan ibunya yang seperti lubang tak berdasar itu tahu?" Di sisi lain, Clara melihat ejekan Victor dan Steve terhadap Julie dengan jelas. Awalnya, dia sempat khawatir Victor mulai menyukai Julie. Bagaimanapun, mereka sudah menikah tiga tahun. Namun, sekarang, jelas sekali bukan soal tiga tahun. Seumur hidup, pria sehebat Victor tidak akan pernah jatuh hati pada Julie yang pendiam itu. Julie bahkan tidak pantas menjadi saingannya. ... Di sisi lain, di sebuah penginapan yang remang. Julie membuka matanya dengan lelah. Kepalanya sakit. Sekelilingnya terasa begitu sunyi. Dia tahu penyakitnya makin parah.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.