Bab 1
"Aku mana berani minum obat darimu."
Melihat obat herbal yang dia siapkan selama lima jam tumpah ke lantai, Kezia Hartono merasa sakit di hatinya.
Saat menyadari apa maksud dari kata-katanya, Kezia segera menjelaskan dengan mata memerah,
"Nggak, obat ini bagus untuk lambungmu, di dalam nggak ada apa-apa!"
Seluruh penderitaan ini dimulai tiga tahun yang lalu. Reynald Geraldi yang harusnya adalah adik iparnya meminum obat perangsang, mereka pun melakukannya.
Demi nama baik keluarga dan perusahaan mereka, Keluarga Geraldi memaksa Reynald menikahi Kezia.
Sejak saat itu, kesan Kezia di depan semua orang langsung jatuh drastis. Semua orang merasa dia merampas tunangan Raina Wisma, merusak hubungan dua orang yang saling mencintai.
Kezia berusaha keras untuk menjelaskan, tapi tidak ada yang percaya.
Pertemanan mereka selama dua puluh tahun berakhir dengan kata-kata kejam dari Reynald di malam pertama mereka.
"Kezia Hartono, kamu bikin aku jijik."
Selama beberapa tahun ini, Kezia terus berusaha untuk memperbaiki hubungan di antara mereka. Reynald punya penyakit lambung, Kezia pun berusaha sebisa mungkin untuk belajar obat-obatan herbal, memasak makanan sehat untuknya. Dia melepas kariernya dan menjadi ibu rumah tangga, menaruh seluruh fokusnya ke Reynald.
Karena dia ingat.
Saat dia kecil, dia diperlakukan dengan buruk oleh keluarganya. Hanya Reynald yang tetap berdiri di belakangnya, percaya padanya dan membelanya. Membuatnya merasa di dunia ini masih ada yang mencintainya.
Namun, sejak Raina Wisma diadopsi oleh Keluarga Hartono ....
Karena tuduhan Raina, nama baik Kezia hancur, dia disalahkan semua orang. Pria yang dulunya pernah berjanji akan menjaganya selamanya, juga berdiri di kubu lawan seperti orang-orang lainnya.
Raina terluka, Kezia yang salah. Raina menangis, juga Kezia yang salah.
Kezia tidak mengerti, memangnya pertemanan dari kecil itu benar-benar tidak ada apa-apanya di depan orang yang baru datang ini?
Selama bertahun-tahun, dia tetap tidak bisa meluluhkan hati Reynald.
"Jangan pura-pura lagi, dulu pas kebakaran, Raina mempertaruhkan nyawanya untuk menolongku. Kamu nggak akan bisa menang darinya!"
"Sedangkan kamu? Selain akal bulus, apa lagi yang kamu punya?"
Kezia mundur selangkah karena terkejut, lalu jatuh ke lantai.
Bekas luka bakar mengerikan yang ada di punggungnya langsung terekspos ke udara.
Dibandingkan dengan rasa sakit lututnya terkena pecahan kaca, kata-kata Reynald seperti sebuah pisau tajam yang menusuk dalam ke hatinya.
Jelas-jelas waktu itu dia yang menyelamatkan Reynald, bahkan sampai menyisakan bekas luka bakar mengerikan di punggungnya.
Namun, bagaimanapun dia menjelaskan, tidak ada yang percaya. Bahkan mereka menuduhnya berbohong, menuduhnya kalau luka di punggungnya itu palsu agar mereka mengasihaninya.
"Meski dari kecil Raina mengandalkan bantuan orang, hidup susah, hatinya baik. Sekarang akhirnya berhasil jadi penari balet, lain kali jangan cari masalah lagi dengannya."
Suaranya sangat rendah, jelas terdengar ancaman di suaranya.
Kemarin, Raina membanting piala yang baru saja dia dapatkan di depan Kezia, lalu memfitnahnya, bilang Kezia iri padanya.
Kezia sudah membela diri, apalagi waktu itu ada CCTV di kamar.
Namun, yang dia dapatkan malah Reynald yang tidak percaya padanya dan menyalahkannya. Reynald bahkan tidak melihat rekaman CCTV dan langsung mengatai Kezia kejam dan suka iri.
Namun, dia jelas-jelas tidak melakukan apa pun.
Tenggorokan Kezia bagaikan disumbat kapas. Baru saja dia mau menjelaskan, tiba-tiba rasa sakit yang amat sangat muncul di lambungnya, raut wajahnya langsung berubah pucat.
Dia segera mengubrak-abrik tasnya dengan tangan gemetar, berusaha mencari obat pereda rasa sakit.
"Kamu lagi-lagi mau ngapain?"
Reynald membungkukkan badannya dan segera menggenggam erat pergelangan tangannya. Tenaganya sangat besar seakan-akan mau mematahkan tulang Kezia.
"Kamu lagi-lagi mau mengulang kejadian waktu itu?"
Kezia kesakitan sampai berkeringat dingin, tiba-tiba dia merasakan amis di tenggorokannya, lalu darah segar pun menyemprot keluar dari mulutnya dan jatuh ke karpet mahal di lantai, terlihat sangat menonjol.
Reynald tertegun, darah yang mengenai tangannya membuat hatinya bergetar.
Namun, dia teringat sesuatu, lalu tatapannya kembali dingin.
"Jangan pura-pura, kalau kamu mau mati, jauh-jauh sana! Kalau kamu mati di depanku, aku malah jijik!"
Setelah itu, Reynald langsung pergi tanpa menoleh lagi.
Kezia seperti sebuah bunga layu yang terkapar di lantai.
Air matanya mengalir keluar tanpa bisa dikendalikan.
Dia sudah mencintai pria ini selama dua puluh tahun lebih, tapi yang dia dapatkan malah ....
Rasa sedih, sakit, tidak rela seperti sebuah gelombang air besar keluar dari hatinya, air matanya mengalir deras ke lantai, meninggalkan genangan air kecil.
Dia berusaha memungut obat yang jatuh ke lantai tadi, lalu menelannya sambil menahan air matanya.
Rasa sakit perlahan-lahan mereda, tapi sakit di hatinya tidak bisa hilang.
Tepat pada saat ini, ponselnya tiba-tiba berbunyi.
Kezia mengambil ponselnya dengan susah payah, lalu terdengar suara temannya sejak kecil, Alva Kadin.
"Kezia, kamu sudah putuskan belum? Sekarang kamu seharusnya menerima pengobatan di rumah sakit!"
Kezia kembali tumbang ke lantai, dia terisak, tidak bisa mengatakan apa-apa.
Dia menahan air matanya lalu berkata dengan susah payah, "Aku ... aku pikirkan dulu."
Alva berseru marah karena kesal melihat Kezia yang lemah, "Kezia, demi si Reynald itu, kamu bahkan nggak peduli sama nyawamu lagi?"
"Kamu tahu, nggak? Kalau nggak diobati sekarang juga, kamu hanya bisa hidup tiga bulan!"
Setelah itu, Alva langsung menutup telepon saking kesalnya.
Kezia menurunkan tangannya tidak berdaya lalu tertawa mengejek diri sendiri.
Kemarin dia didiagnosis kanker lambung stadium akhir.
Saat mengetahui kabar ini, dia merasa seakan-akan langitnya runtuh.
Dia ingin memberi tahu Reynald, tapi setelah duduk semalaman di ruang tamu, Reynald tetap tidak pulang. Setelahnya dia baru tahu kalau Reynald pergi menemani Raina.
Sekarang, satu-satunya harapannya adalah menyelesaikan kesalahpahaman antara dia dan Reynald, agar Reynald perhatian dan bersikap lembut lagi padanya seperti saat mereka masih kecil. Dengan begitu, dia bisa pergi tanpa penyesalan.
Namun sekarang, kelihatannya ini hanyalah impian yang tidak akan tercapai.
Reynald membencinya sampai ke tulang-tulangnya, berharap dia segera mati agar dia bisa bersama dengan Raina.
Angin berembus masuk dari jendela, meniup sebuah gambar desain gaun pengantin ke depan Kezia.
Matanya langsung tertuju pada gambar itu.
Dia melihat dengan jelas tanggal pernikahan di sudut kanan bawah kertas itu.
Pantas saja beberapa bulan lalu Reynald lagi-lagi memaksanya cerai, ternyata demi ini.
Reynald akhirnya akan kembali bersatu dengan pujaan hatinya.
Namun, tanggal pernikahan mereka adalah hari di mana dia diperkirakan akan meninggal!
Kematiannya kemungkinan besar tidak akan diketahui siapa pun, karena Reynald pasti berharap bisa memberikan Raina pesta pernikahan yang sempurna.
Air mata menetes di kertas itu, menodai gambar yang indah itu.
Tepat pada saat ini, pintu kantor terbuka.
Raina yang memakai gaun putih terlihat anggun dan berkelas.
Sangat berbeda dengan Kezia yang terjatuh di lantai.
Muncul kesombongan di mata Raina, lalu dia pura-pura terkejut.
"Aduh, Kakak kenapa duduk di lantai? Si Reynald juga parah, kenapa memperlakukan Kakak begini?"
"Nggak ada hubungannya denganmu."
Kezia mau berdiri.
Wanita di depannya adalah anak miskin yang dulunya didanai orang tuanya, juga adiknya secara hukum.
Serta pujaan hati Reynald.
Raina mencibir lalu mengangkat kakinya. Hak sepatunya yang tajam menginjak tangan Kezia lalu menggeseknya.
"Ah!"
Rasa sakit yang tajam membuat Kezia tersentak.
Dia ingin menarik tangannya, tapi malah diinjak lebih keras oleh Raina.
Raina mencibir, lalu perlahan-lahan membungkuk dan mengambil gambar desain yang jatuh ke lantai tadi.
"Ini gaun pengantin yang didesain Reynald untukku. Bagaimana? Cantik, 'kan?"
"Reynald bilang dia akan memberikanku pesta pernikahan yang mewah, membuatku jadi wanita paling bahagia di dunia!"
"Cuma Kakak yang kasihan, tapi kamu pasti akan mendoakan kami, 'kan?"
Kezia merasa tangannya mati rasa, keringat dingin pun mengalir dari sisi wajahnya.
"Kakak, maaf, aku nggak sadar ada tanganmu di sini."
Raina akhirnya memindahkan kakinya lalu membungkuk, kata-katanya bercampur dengan maksud jahat dan kekejaman.
"Tapi kenapa kamu muntah darah?"
"Oh ya, katanya ibumu juga mati karena kanker lambung, kasihan sekali."