Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 7

Kabar Rosie dipanggil ke kantor CEO tersebar luas. Semua orang mengira dia sedang diinterogasi oleh bos. Jadi saat makan siang di kantin lantai 10, banyak rekan kerja bergosip di belakangnya. Hal itu semakin menguatkan gosip tentang kasus pencurian naskah desain. Tapi itu sama sekali tidak memengaruhi selera makan Rosie. Dia malah santai dan bicara pada Nathan yang duduk di seberang. "Pak Nan, mulai lusa aku ingin ambil cuti." Nathan melihat wajah lelah Rosie, ditambah lagi dengan kejadian hari ini, dia hanya bisa mengangguk setuju. Di sampingnya Erin juga cepat-cepat menambahkan. "Iya, benar, istirahat saja dulu. Nanti kalau CCTV sudah diperbaiki, semuanya akan jelas." "Aku cuti bukan karena masalah ini. Sebelum cuti, aku akan selesaikan semuanya. Aku nggak akan merepotkan perusahaan. Aku hanya benar-benar lelah, ingin istirahat sebentar." Rosie tidak menjelaskan lebih jauh. Dia hanya mengeluarkan ponsel, lalu mengirimkan bukti transfer pada Carlo dengan catatan, uang sarapan. Carlo yang sedang rapat di lantai atas mendengar suara notifikasi. Di dalam suasana rapat yang serius itu membuat semua orang mengkhawatirkan orang yang berani tidak mematikan nada dering saat rapat? Namun Carlo terlihat membuka WhatsApp. Dia langsung tertawa saat melihat bukti transfer itu. Semua petinggi perusahaan langsung melihatnya dengan tatapan heran. Itu pertama kalinya mereka melihat bos tersenyum .... Sementara Samuel yang ada di samping sudah paham semua. "Rapat selesai. Lanjutkan sore nanti." Carlo membuka foto bukti transfer sebesar seratus ribu. ... "Katanya bagian HR bilang kalau CEO sedang mencari sekretaris dan harus seorang wanita." Selesai makan, Erin melirik staf HR yang baru saja lewat, lalu berbisik pada Rosie. Apakah Pak Carlo yang seperti esnya abadi itu mulai meleleh? Huh .... Meleleh? Bos besar yang bahkan mau menerima uang 100 ribu, bahkan ditembak sinar laser pun belum tentu meleleh. Rosie tidak membantah, juga tidak membahasnya dengan Erin. Setelah berpisah dengan Erin, setelah tiba di parkiran bawah tanah, Rosie menelepon Hayden di mobil. Semalam dia tidak datang untuk menonton bersamanya, Rosie memakai alasan mobilnya rusak, sekalian minta tolong Hayden bawa ke bengkel. Tapi yang lebih lucu, semalam Selina dan Hayden malah bertemu. Keduanya takut dilihat Rosie, jadi pura-pura seperti teman biasa. Hayden menunggu di depan bioskop semalaman, tapi Rosie tidak datang, malah dapat cemoohan dari Selina. Hayden memang pintar berakting dan terlihat jelas dia benar-benar menyukai Rosie, makanya dia langsung setuju bawa mobil ke bengkel. Rosie sudah tahu dia akan setuju. Orang yang sudah melakukan hal yang bersalah pasti, begitu diberi peluang maka akan langsung dilahap tanpa ragu. Rosie duduk di dalam mobil dan menyesuaikan kamera pengintai kecil, sekalian merapikan riasan wajahnya. Lalu dia mulai mengingat kembali ekspresi semua orang yang dia lihat pagi tadi. Sebagian besar orang yang memakinya terlihat wajar saja, tapi justru satu orang di antara kerumunan terlihat sudut bibirnya terangkat tipis. Dia tampak menikmati pertunjukan, jadi meninggalkan kesan yang paling mendalam. Liana Soegiharto, dia adalah putri kepala departemen transportasi, sekaligus salah satu pilar utama departemen desain. Biasanya semua orang senang bergaul dengannya, karena dia kaya, pandai menggunakan barang-barang kecil untuk berteman dan wajahnya cukup cantik. Rosie tidak berani langsung menyimpulkan. ... Sore hari ketika jam pulang, Rosie pulang 10 menit lebih awal. Itu pertama kalinya sejak kerja di Carlomase Fashion, dia pulang sebelum waktunya. Dia kembali ke mobil, berganti pakaian santai serba hitam, lalu bersembunyi di sudut gelap dekat lift sambil mengamati mobil yang keluar saat jam pulang. Ponsel diangkat, siap untuk menjepret kapan saja, takut kalau sampai kelewatan sesuatu. Sampai akhirnya Liana melangkah keluar dengan suara sepatu hak tinggi yang berbunyi nyaring. Lalu masuk ke mobil BMW 290 dan perlahan melaju pergi. Rosie semakin yakin memang dia pelakunya. Dia termenung cukup lama, lalu berjalan keluar dari sudut lift. Mungkin karena langkahnya terburu-buru, dia menabrak bayangan hitam yang baru keluar dari lift. Ukuran 37 sepatu kets putih menginjak sepatu kulit ukuran 42. Ponselnya terlepas dari tangan dan tubuhnya terhuyung ke depan. Saat ini, sepasang lengan kuat melingkari pinggang rampingnya yang nyaris tanpa lemak dan menariknya ke dalam pelukan. Rosie menabrak dada bidangnya. Ikat rambut karet yang menahan rambut pirangnya tiba-tiba putus, membuat helaian rambut halusnya terurai. Tangan Rosie refleks mencengkeram kemeja pria itu, dua kancing pun terlepas, terpental dan mengenai kening Rosie. "Ah!" Dia meringis kesakitan, menundukkan kepala ke dada bidang pria itu dan wangi kayu cendana samar langsung menyeruak ke hidungnya. Dengan hati-hati, dia berdiri tegak lagi, sambil mengusap dahinya. Saat mengangkat kepala, barulah dia melihat siapa pria yang baru saja menyelamatkannya. "Pak Carlo ...." Bibir merahnya bergumam dan wajahnya langsung merona merah. Mata mereka saling bertemu dan keduanya beradu pandang. Rosie bahkan bisa merasakan tangannya bergetar mengikuti ritme napas pria tersebut. Samuel yang ada di samping memalingkan badan, pura-pura tidak melihat apa pun. Di bawah cahaya redup, Carlo menatap rambut pirangnya yang terurai, lalu menurunkan pandangan ke kemeja robek di dadanya. Di balik kemeja yang terbuka itu, samar terlihat tulang selangka dan otot dada Carlo yang kuat. "Ini kemeja kedua yang kamu robek." Nada suaranya datar, seperti menjawab pertanyaan biasa. Ya, ini yang kedua. Kemeja yang pertama dirobek di dalam mobil. Carlo perlahan melepaskan tangannya dari pinggang Rosie. Rosie menggigit bibir, merapikan kemeja Carlo dengan hati-hati, lalu membenarkan dasinya. Carlo tertegun di depan, tidak berani bergerak dan merasakan jari mungilnya yang sesekali menyentuh kulitnya. Tubuhnya terasa panas, sangat panas. Tatapannya kabur, tidak berani menatapnya langsung. Setelah merapikan pakaiannya, Rosie mundur dua langkah, lalu membungkuk dalam-dalam. "Maaf, Pak Carlo!" Carlo tidak mengatakan apa-apa, hanya menelan ludah, lalu menyodorkan ponsel ke arahnya. Rosie menerimanya dengan dua tangan dan buru-buru mengucapkan terima kasih, lalu berbalik menuju mobilnya. Begitu duduk di dalam mobil, dia menutupi wajah dengan kedua tangan dan membenamkan kepala di setir. Selesai sudah! Apa belakangan ini dia sedang sial? Kenapa selalu berurusan dengan bos? Kenapa wajahnya memerah? Dia menenangkan diri cukup lama. Setelah emosinya stabil dan memastikan Carlo sudah pergi, Rosie buru-buru keluar dari mobil lagi dan naik lift. Di ruang pantry, dia menyeduh dua cangkir kopi, lalu mematahkan sebutir pil tidur jadi dua bagian dan masing-masing dimasukkan ke dalam cangkir. Lift turun ke lantai dua, Rosie menuju ruang monitor, menaruh kopi di pintu, lalu mengetuk tiga kali. Pintu terbuka, petugas keamanan melihat sekeliling, tidak ada siapa-siapa, hanya dua cangkir kopi panas dengan secarik kertas bertuliskan, terima kasih atas kerja keras kalian. Dia tersenyum, mengambil kopi, lalu menutup pintu lagi. Sekitar sepuluh menit kemudian, Rosie kembali mengetuk pintu. Di dalam tidak ada reaksi. Dia melirik sekeliling dengan hati-hati. Setelah memastikan tidak ada orang, dia pun menyelinap masuk. Monitor tidak rusak, hanya dipotong. Rosie menemukan video yang sudah dihapus di folder recycle bin komputer. Dia segera menyalinnya, kemudian buru-buru meninggalkan tempat itu. Sesampainya di rumah, Rosie menyeduh mie instan sambil menonton hasil salinan video. Benar saja, itu memang dia, tepat sekitar pukul satu dini hari. Pantas saja, Rosie melihatnya buru-buru meninggalkan tempat parkir bawah tanah dengan mobil. "Gawat ... jangan-jangan dia melihatku dengan Carlo ...." Begitu teringat Carlo, wajah Rosie mendadak merah lagi. Ayah Liana ada kerja sama bisnis dengan Carlo, bisnis distribusi Carlomase Fashion ditangani Keluarga Soegiharto. Kalau hal ini tersebar, apakah akan berpengaruh pada Carlo? Rosie berpikir sejenak, lalu memutuskan tidak bisa gegabah. Dia mengangkat mangkuk mie, menghela napas dan membuka film. Lalu bersandar santai di sofa sambil makan. Saat ini, dia melihat mantel Carlo yang masih ada di sofa.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.