Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 2

Mega bagai disambar petir. Dia mendongak kaget ke arah John. "Kamu ... bilang apa?" John memandangnya dari atas, tanpa ada gejolak di matanya. "Sandra bilang, kamu terlalu hebat di bidang forensik. Selama kamu masih ada, dia nggak akan pernah bisa menonjol. Jadi, mulai hari ini, jangan lagi bekerja sebagai dokter forensik." Jangan lagi bekerja sebagai dokter forensik .... Dengan satu kalimat itu, John ingin menghancurkan karier yang telah diperjuangkannya lebih dari sepuluh tahun dan dianggapnya sebagai nyawa! Hanya karena kata-kata cemburu dari Sandra yang "polos dan baik hati" itu! Mega pun meledak. Dia menuntut jawaban dengan histeris, "John! Apa kamu ini masih manusia? Demi Sandra, kamu memaksaku menandatangani surat pengampunan, memaksaku melepaskan keadilan untuk adikku, sekarang bahkan ingin menghancurkan tanganku? Sampai sejauh apa lagi kamu mau menekanku?" John hanya menatap Mega dengan tenang. Bahkan alisnya sedikit berkerut, seolah-olah air mata dan penderitaan Mega hanyalah ulah yang tak beralasan. "Mega, aku sudah nggak mencintaimu lagi. Jadi, air matamu sama sekali nggak berefek bagiku. Lakukan." Aku sudah tidak mencintaimu lagi .... Jadi, air matamu sama sekali nggak berefek .... Melihat sorot mata pria itu yang dingin, harapan terakhir Mega sirna. Mega tertawa getir, lalu membungkuk dan mengambil palu berat itu. Hanya ada satu pikiran yang menggema dalam benaknya. John Kirton, mulai hari ini, hubungan kita putus sudah! Mega menutup mata. Dia mengerahkan seluruh tenaga dan mengayunkan palu itu ke tangan kanannya, tangan yang dulu digunakan untuk memegang pisau bedah dan mencari kebenaran bagi banyak arwah! "Krak!!!" Suara retak tulang terdengar jelas. Rasa sakit yang hebat langsung menyergap Mega! Mega meringkuk kesakitan di tanah. Keringat dingin seketika membasahi punggungnya, tetapi dia menggigit bibirnya kuat-kuat. Tidak keluar sepatah kata pun. Mata John sepertinya berkelip sejenak saat memandangi Mega yang meringkuk kesakitan di tanah, tetapi akhirnya tidak berkata apa-apa. John berbalik dan pergi dengan cuek membawa surat pengampunan yang penuh darah dan air mata itu. Begitu John pergi, para pengawal melepaskan cekalannya. Sambil menahan rasa sakit yang begitu dahsyat, Mega menyangga tubuhnya dengan tangan kirinya yang tidak terluka untuk merangkak turun tangga. Mega memeluk tubuh ibunya yang sudah lama tak sadarkan diri dalam genangan darah, lalu dengan putus asa pergi menghentikan taksi dan bergegas ke rumah sakit. Setelah upaya penyelamatan sepanjang satu hari satu malam, Tamara akhirnya terlepas dari bahaya maut. Namun, dengan banyaknya tulang patah dan kerusakan organ dalam, Tamara membutuhkan pemulihan jangka panjang. Mega terus berjaga di samping tempat tidur tanpa pergi sedetik pun. Hingga Tamara siuman, melihat tangan kanan Mega yang dibalut perban tebal dan wajahnya yang penuh kelesuan, air mata Tamara mengalir deras seketika. Mega tiba-tiba berlutut di sisi tempat tidur dan menangis tersedu-sedu. "Ibu ... maafkan aku .... Maafkan aku .... Aku terlalu payah .... Aku nggak bisa menuntut keadilan untuk Milana ...." Dengan lemah, Tamara mengangkat tangan untuk membelai wajah Mega yang berlinang air mata. Suaranya serak, tetapi penuh penyesalan dan kepedulian, "Ini salah Ibu .... Ibu seharusnya nggak membebanimu dengan semua tekanan ini .... Kamu sudah kehilangan Milana, kalau harus kehilangan Ibu lagi, apa yang akan kamu lakukan .... Apalagi, sekalipun Ibu mati, John tetap akan menghentikanmu .... Ibu malah membebanimu ...." "Nggak, ini bukan salah Ibu ...." Mega menggeleng keras-keras. Air matanya menetes tak terbendung. "Ini salahku, aku yang salah memilih orang, salah mencintai orang .... Aku yang buta!" Tamara menggenggam erat tangan Mega. Tebersit tekad yang kuat di matanya. "Mega, hentikan kerugian sebelum terlambat .... Tinggalkan John ...." Mega mengangguk kuat-kuat. Matanya memancarkan keteguhan yang belum pernah ada sebelumnya. "Ibu, aku sudah berencana bercerai dengannya. Aku akan pergi secepat mungkin! Setelah bercerai, kita akan pergi, ke tempat yang nggak bisa ditemukan siapa pun!" Setelah menenangkan ibunya sampai tertidur, Mega kembali ke rumahnya yang dingin, bersiap menunggu John pulang untuk secara resmi mengajukan perceraian. Akan tetapi, setelah menunggu sepanjang malam, John tak kunjung pulang. Keesokan harinya, asisten John mengantarkan sebuah gaun mewah. Nada bicaranya hormat namun menjaga jarak, "Nyonya, atas perintah Pak John, mohon kehadiranmu malam ini dalam pesta perayaan Nona Sandra yang berhasil menyelesaikan pembedahan mandiri pertamanya." Mega memandangi gaun mewah itu, merasa sangat ironis. Sandra? Menyelesaikan pembedahan secara mandiri? Seseorang yang bahkan tidak mengerti prosedur dasar pembedahan? Hati Mega sakit seperti ditusuk jarum, tetapi karena ingin mencari kesempatan agar John menandatangani surat perceraian, Mega tetap pergi. Pesta perayaan diadakan dengan sangat meriah. Hampir semua kalangan elite Kota Jinberon hadir. John berdiri di samping Sandra. Pasangan yang sama-sama cakap itu sungguh serasi. Semua orang terlihat memuji dan mengagumi, tetapi juga diam-diam bergosip. "Beraninya dia mengadakan pesta perayaan? Siapa yang nggak tahu bagaimana proses pembedahan itu diselesaikan? Apa nggak malu mengandalkan pria?" "Betul, katanya, semua prosedurnya diselesaikan orang lain, dan dia hanya menonton dari samping." Sandra langsung naik pitam mendengar omongan-omongan itu. Dia membantah orang tersebut, "Aku bisa menyelesaikan pembedahan itu sepenuhnya karena kemampuanku sendiri! Aku tahu kalian semua meremehkanku, tapi kalian nggak boleh menodai kerja kerasku! Lagi pula, siapa yang mengandalkan pria? Aku nggak pernah mau mengandalkan pria!" Mendengar itu, suara ejekan di sekitarnya makin keras. "Kalau nggak mengandalkan pria, lalu mengandalkan apa? Semua orang di Kota Jinberon tahu hubunganmu dengan Pak John!" "Benar, bisa-bisanya pelakor bersikap sok benar!" Saking merah, wajah Sandra memerah. Dia berteriak dengan suara melengking, "Aku bukan pelakor! Aku nggak merusak hubungan siapa pun! John yang lebih dulu menyukaiku!" Melihat situasi hampir tak terkendali, John berjalan mendekat. Setelah memahami keadaannya, sorot mata John yang dingin menyapu semua orang yang hadir. Suaranya tidak keras, tetapi penuh wibawa yang tak terbantahkan, "Sandra bukan pelakor. Dia nggak merusak hubungan siapa pun. Malam ini, siapa pun yang berani berkomentar lagi, ke depannya Grup Kirton nggak akan pernah bekerja sama dengannya." Kerumunan yang tadinya ramai bergosip tiba-tiba diam. Semua orang serentak mengganti ekspresi dengan senyum menjilat dan terus meminta maaf. Mega berdiri di sudut, menyaksikan John melindungi Sandra erat-erat dalam pelukannya. Hati Mega serasa ditusuk jarum, sakit luar biasa. Rupanya, di hati John, Sandra bukanlah pelakor. Lalu, siapa dia di matanya? Mungkin, seperti kata pepatah, yang tidak dicintailah yang sebenarnya menjadi pelakor. Baik! Kalau begitu, biarlah dia si "pelakor" ini mengalah untuk mereka!

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.