Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 5

Mega kembali tersadar dari rasa sakit yang tak tertahankan. Dia mendapati dirinya terbaring di ranjang rumah sakit. Seluruh tubuhnya terasa seperti dibongkar dan disusun ulang. Setiap tulang seakan-akan berteriak kesakitan, terutama bagian yang tertabrak mobil, bergerak sedikit saja sudah menarik saraf. Sebelum Mega sepenuhnya sadar, pintu bangsal tiba-tiba ditendang keras dari luar. Suara yang nyaring itu membuat jantungnya berkedut. Kemudian, wajah Sandra yang tampak lugu dan tak bersalah muncul di pintu. Di belakangnya, dua pria berjas putih mendorong tandu dorong yang dingin. Tandu itu sedingin ... tandu yang digunakan di kamar mayat untuk mengangkut jenazah. "Kalian ... mau apa?" tanya Mega dengan suara serak yang penuh kewaspadaan dan kelemahan. Sandra bergegas mendekati tempat tidur. Wajahnya dipenuhi kegembiraan. "Bu Mega, kamu sudah bangun! Bagus sekali! Belakangan ini, aku sedang mempersiapkan ujian sertifikasi dokter forensik yang sangat penting, tapi nggak bisa menemukan mayat yang cocok untuk latihan. Aku berpikir-pikir, sepertinya hanya bisa menggunakan orang hidup. Bu Mega, kamu orang yang paling aku kenal dan juga dokter forensik terbaik. Pastinya kamu paling paham struktur tubuhmu sendiri. Tolong bantu aku, ya!" Menggunakan orang hidup ... untuk latihan bedah mayat? Mata Mega membelalak, hampir tidak percaya dengan apa yang didengarnya! Mega memandangi Sandra seperti sedang melihat orang gila. "Sandra! Kamu gila! Aku ini orang hidup! Ini pembunuhan!" "Kenapa bisa dibilang pembunuhan?" Sandra mengedipkan mata, lalu mengeluarkan obat bius yang sudah disiapkan. Ujung jarumnya memancarkan cahaya dingin. "Lihat, aku sudah siapkan obat bius. Begitu disuntik, kamu nggak akan merasa sakit, hanya seperti sedang tidur. Habis aku latihan, aku akan jahit lukanya dengan rapi. Bu Mega, tolong bantu karierku. Lagi pula, tanganmu sudah rusak, nggak bisa jadi dokter forensik lagi. Lebih baik pinjamkan tubuhmu padaku untuk latihan saja?" "Jangan harap!" Mega mencengkeram tepi tempat tidur dengan tangan kirinya yang tidak terluka dan mencoba mundur. Rasa takut yang luar biasa membuat seluruh tubuhnya gemetar. Dia lebih memilih mati daripada mengalami siksaan non-manusiawi seperti itu! Persis ketika keduanya bersitegang, pintu bangsal terbuka sekali lagi. Siluet John yang jangkung muncul di pintu. Melihat keadaan di dalam, alisnya secara refleks berkerut. "Apa yang sedang kalian lakukan?" Sandra segera melepaskan Mega, lalu bergegas menghampiri John dan memeluk lengannya. Nada suaranya manja dan sedih. "John, kamu datang tepat pada waktunya. Aku hanya ingin minta bantuan kecil pada Bu Mega, ingin menggunakan tubuhnya untuk latihan bedah sebagai persiapan ujian. Sertifikat ini sangat penting bagiku .... Tapi aku tahu, Bu Mega adalah istrimu. Kalau kamu nggak rela, ya ... sudahlah." Setelah itu, Sandra menundukkan kepala, tampak pengertian tetapi sedih. Jantung Mega serasa melompat ke kerongkongan. Dengan segenap tenaga terakhirnya, dia menatap John dengan harapan yang tipis. Suaranya gemetar saat berseru, "John! Jangan! Kamu nggak boleh membiarkannya berbuat semaunya seperti ini! Ini melanggar hukum! Aku bisa mati!" Pandangan John beralih dari wajah Mega yang pucat penuh ketakutan ke wajah Sandra yang penuh harap dan kesedihan. John terdiam sejenak. Beberapa detik itu terasa sangat lama bagi Mega, bagai satu abad. Akhirnya, John membuka bibir tipisnya dan mengucapkan kata-kata yang menjatuhkan Mega ke dalam jurang penderitaan, "Kalau itu bisa membantumu, lakukan saja. Perhatikan batasnya, jangan sampai menimbulkan korban jiwa." "John!" Mega benar-benar putus asa. Dia berteriak dengan suara parau, "Kamu mencintainya, lalu mau menyiksaku dengan cara yang kejam seperti ini? Aku juga manusia. Aku juga punya perasaan. Aku juga bisa sakit!" Melihat Mega bersikap histeris, tebersit sedikit kejengkelan di mata John. Dia melambaikan tangan pada pengawal di belakangnya. "Tahan dia." Para pengawal segera maju dan menahan tubuh Mega yang lemah itu dengan kuat di atas tempat tidur, tanpa berbelas kasihan. Mega mati-matian melawan, menjerit, dan mengutuk. Akan tetapi, itu seperti semut melawan gajah. Mega hanya bisa dengan tak berdaya menyaksikan Sandra membawa jarum bius yang dingin itu mendekat selangkah demi selangkah. Saat ujung jarum menembus kulit, cairan dingin menyuntik ke dalam pembuluh darah. Air mata putus asa mengalir dari sudut mata Mega. Kesadarannya makin kabur .... Entah berapa lama kemudian, Mega berjuang bangun dari kegelapan absolut. Efek obat bius telah hilang. Rasa sakit yang tak tertahankan datang dari perutnya, seperti baru saja dibelah hidup-hidup! Dengan tangan gemetar, Mega meraba perutnya. Yang teraba adalah perban tebal, serta bekas jahitan panjang yang mengerikan di bawahnya! Sandra ... benar-benar ... membedah tubuhnya! Mega meringkuk dan menangis histeris. Sebagai seorang dokter forensik, dia menyadari apa arti luka itu lebih dari siapa pun! Autopsi yang dulu dianggapnya sebagai profesi mulia untuk mencari kebenaran, kini justru menjadi media penyiksaan yang dia alami! Rasa penghinaan dan sakit yang luar biasa hampir merobek dirinya!

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.