Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 7

Petugas penyelamat menatap alat monitor dengan wajah serius. "Pak John, akan ada gempa susulan! Kita harus segera putuskan, mau selamatkan istrimu lebih dulu atau kucing itu?" Sandra menangis lebih keras lagi. Dia menggoyang-goyang lengan John. "John, aku mohon, selamatkan kucingnya lebih dulu! Itu juga makhluk hidup! Bu Mega ... tangannya sudah lumpuh. Kalaupun kakinya harus diamputasi ... ada kamu yang akan menafkahinya di masa mendatang. Dia nggak akan menderita! Tapi kucing ini bisa mati kalau nggak ada yang peduli!" John memandangi Sandra yang menangis pilu, lalu melirik ke arah Mega yang terperangkap reruntuhan dengan wajah pucat pasi. Pertarungan batin sekilas terlihat di matanya yang dalam. Akhirnya, John menutup mata dan memberi perintah dengan suara berat, "Selamatkan kucingnya lebih dulu." Seolah-olah ingin meyakinkan diri sendiri, John menambahkan dengan suara yang jelas terdengar hingga ke telinga Mega, "Sandra benar, tangannya sudah lumpuh, nggak masalah kalau kehilangan satu kaki lagi." Kata-kata itu bagai lonceng kematian terakhir yang menghancurkan sisa harapan Mega. Mega menyaksikan John dan tim penyelamat berbalik menuju kucing itu. Keputusasaan dan amarah yang amat dalam membuat Mega merasakan keamisan di tenggorokan, lalu seonggok darah segar tersembur dari mulutnya. Kesadarannya kembali ditelan kegelapan. Sebelum benar-benar pingsan, Mega melihat gempa susulan kembali menyerang, diikuti reruntuhan batu yang bertubi-tubi menimpa tubuhnya .... Ketika tersadar kembali, Mega mencium bau disinfektan yang familier. Seorang perawat sedang mengganti perbannya. Begitu melihatnya sadar, perawat itu tampak lega. Dia berkata dengan penuh syukur, "Nyonya Mega, kamu akhirnya siuman! Sungguh beruntung, meski ada beberapa patah tulang dan kerusakan saraf di kedua kakimu, seenggaknya nggak perlu diamputasi. Kalau penyelamatannya lebih lambat, akibatnya benar-benar nggak terbayangkan." Tidak perlu diamputasi .... Dalam benak Mega terbayang kembali adegan penuh keputusaan sebelum dirinya pingsan. Hatinya terasa seperti digiling dalam mesin penggiling yang membeku, sakit sampai sulit bernapas. Rupanya di hati John, nyawanya dan segalanya pun kalah penting dengan seekor kucing. Tepat saat itu, John masuk. Perawat itu keluar dengan sangat pengertian. John menghampiri tempat tidur. Sambil memandangi wajah Mega yang pucat dan lesu, dia bertanya, "Bagaimana perasaanmu?" Mega menutup mata dan membalikkan badan, tidak ingin melihat John, apalagi berbicara sepatah kata pun dengannya. John sadar Mega sedang marah. Alisnya berkerut halus. Ada secercah ketidakberdayaan yang nyaris tak terdeteksi dalam nada bicaranya. "Mega, jangan salahkan Sandra. Dia hanya terlalu baik hati, nggak tega melihat makhluk kecil menderita, jadi dia bersikukuh menyelamatkan kucing itu lebih dulu. Lagi pula, sekarang kamu baik-baik saja, 'kan? Kakimu juga masih utuh." Terlalu baik hati? Baik-baik saja? Air mata Mega tak terbendung lagi, mengalir dengan deras. Mega menggigit bibirnya kuat-kuat untuk menahan tangis, tetapi bahunya tetap gemetar tak terkendali. Melihat Mega menangis dalam diam, hati John berkedut sakit tanpa sebab. Dalam ingatannya, Mega selalu tenang, kuat, bahkan sedikit keras kepala. Dia ingat saat mereka pacaran, tulang rusuk Mega patah akibat kecelakaan. Saat diobati, dahi Mega dipenuhi keringat dingin karena menahan sakit, tetapi Mega sama sekali tidak bersuara. Sebaliknya, Mega tersenyum sambil menghiburnya, berkata bahwa dia tidak terbiasa menangis. Hanya ketika rasa sakit benar-benar mencapai ambang batas, barulah dia akan menangis. Jika demikian, apakah sekarang rasa sakit yang diderita Mega sudah mencapai ambang batas .... Bibir John bergerak-gerak hendak berkata, tetapi entah harus mulai dari mana. Pada akhirnya, John hanya menghela napas. "Tenangkan dirimu dulu. Sandra juga trauma karena gempa ini, dan tangannya lecet sedikit. Aku harus merawatnya. Akan kujenguk kamu lain waktu." Mega ingin berkata, "nggak usah, jangan pernah datang lagi", tetapi John sudah berbalik dan pergi. Pada hari-hari berikutnya, John memang jarang terlihat, hanya datang sesekali. Mega juga bersikap cuek seperti biasa dan tetap diam. Hari ini, John datang lagi. Begitu melihatnya masuk, Mega segera membalikkan badan membelakanginya. John berdiri di samping tempat tidur. Nada bicaranya agak kesal. "Mega, sampai kapan kamu akan terus merajuk? Aku yang sangat mencintai Sandra pun menyempatkan waktu menengokmu setiap hari. Apa lagi yang kamu inginkan?"

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.