Bab 1
Viandina Yamin adalah putri kecil yang paling disayang di Kerajaan Desmana. Suatu kecelakaan membuatnya jatuh ke kolam teratai, Ketika terjaga kembali, dirinya sudah berada di jalanan modern yang ramai dan penuh cahaya aneh.
Seperti anak binatang yang tersesat, dalam kepanikan dan kebingungan, dirinya ditemukan oleh pewaris keluarga besar ibu kota, Mervis Purma.
Mervis membawanya pulang, mengajarinya menyalakan lampu listrik, menggunakan ponsel, memakan makanan yang belum pernah dirinya lihat sebelumnya, dan memaklumi semua kekacauan yang ditimbulkan karena ketidaktahuannya.
Di saat gadis itu terhanyut dalam kebingungan dan gairah, pria itu selalu menggigit lembut cuping telinganya sambil berbisik dengan suara serak, "Putri kecilku, kenapa kamu begitu menggemaskan ...."
Selama tiga tahun, dari seseorang yang sama sekali tidak mengenal peradaban modern, Viandina perlahan dibentuk olehnya sehingga menjadi seperti bunga parasit yang bisa tumbuh hanya karena bersandar padanya.
Hingga hari ini, secara kebetulan Viandina melihat ramalan astronomi di televisi. Fenomena tujuh bintang sejajar akan muncul tujuh hari lagi, dan itu adalah satu-satunya kesempatan untuknya kembali.
Hati putri itu terasa kacau.
Dia ingin pulang, ingin kembali ke masa dan dunia yang seharusnya miliknya, tetapi dirinya juga tidak rela meninggalkan Mervis.
Mervis begitu baik padanya .... Mungkinkah Viandina bisa membicarakannya dengan baik, membujuk Mervis untuk ikut kembali bersamanya?
Dengan sedikit harapan tersembunyi dan ketakutan besar, dirinya pergi ke klub pribadi yang sering didatangi Mervis, berniat untuk berbicara dengannya.
Ketika baru akan mengetuk pintu, dirinya mendengar percakapan yang membuat darahnya seketika membeku.
"Kak Mervis, jujur saja, semua orang penasaran. Bukankah kamu selalu suka sama Kak Rilia? Kenapa malah sama Viandina, gadis kecil tak jelas asal-usulnya itu, bahkan bisa bareng dia tiga tahun?"
Kak Rilia?
Viandina tahu siapa orang itu. Yurilia yang disebut-sebut adalah sahabat baik ibunya Mervis, sepuluh tahun lebih tua darinya.
Setiap kali Mervis menyebut namanya, sorot matanya selalu tampak berbeda.
Apa Mervis ... suka pada Yurilia?
Kesadaran itu menusuk jantungnya seperti paku es, membuat kepalanya berdengung hebat.
Belum sempat Viandina mencerna semuanya, suara lain terdengar dengan nada menggoda, "Kamu nggak tahu, ya? Dulu Kak Mervis pernah ketahuan punya kecanduan ... itu. Dokternya bilang harus berhubungan sepuluh ribu kali biar sembuh total. Kak Rilia di mata Kak Mervis itu bagaikan dewi suci, mana tega dia mengusiknya? Pas banget, waktu itu dia menemui Viandina, gadis yang mengaku dirinya dari zaman kuno, bersih, polos, mudah dikendalikan. Bukankah itu obat yang sudah jadi?"
"Kalau sepuluh ribu kali itu sudah tercapai, kecanduannya hilang, Kak Mervis tentu bisa mengejar Kak Rilia dengan tenang dan tanpa beban."
"Gila! Jadi begitu rupanya!" Lelaki pertama berseru paham, "Tapi Kak Mervis, kamu sudah tidur sama Viandina hampir tiga tahun, ribuan kali pasti sudah ada, 'kan? Masa sih ... kamu nggak jatuh cinta sedikit pun?"
Ruangan seketika hening, hanya terdengar suara korek api menyala.
Mervis bersandar santai di sofa kulit, wajah tampannya tampak samar dalam kepulan asap rokok.
Beberapa saat kemudian, dia akhirnya membuka mulut dengan nada malas. Suaranya serak karena tembakau, tetapi tiap katanya seperti jarum beracun yang menusuk telinga Viandina, "Jatuh cinta? Apa kamu akan jatuh cinta pada mainan yang kamu pungut di jalan?"
Mainan ....
Darah di seluruh tubuh Viandina seakan membeku, bahkan napasnya terhenti.
"Tapi kulihat Viandina mencintaimu, matanya selalu penuh cinta, hatinya selalu membayangi dirimu. Kalau dia tahu kebenarannya lalu patah hati dan kabur, bukankah obatmu hilang?"
"Kabur?" Mervis menyunggingkan senyum, tawa sinisnya terdengar jelas. "Bukankah katanya dia dari zaman kuno? Kalau tanpa aku, ke mana dia bisa pergi? Di dunia ini, dia cuma kenal aku. Dia takkan bisa hidup tanpa aku. Selain patuh tinggal di sisiku, apa dia punya pilihan lain?"
Tawa kecil penuh ejekan pun pecah di dalam ruangan, jelas tak satu pun dari mereka percaya cerita bahwa gadis itu bisa menyeberang waktu. Mereka semua menganggapnya hanya gadis licik yang ingin menempel pada orang kaya dengan kebohongan murahan.
Hati Viandina seolah diremas oleh tangan tak kasatmata, lalu dihancurkan tanpa ampun, sakitnya membuat tubuhnya hampir menggigil.
Jadi ... begitulah semuanya.
Ternyata Mervis punya kecanduan.
Karena tak tega menyentuh cinta pertamanya, maka pria itu memilih dirinya, gadis bodoh tanpa asal-usul, sebagai pelampiasan.
Ternyata permintaan cintanya setiap malam bukan karena cinta, tetapi semata-mata untuk memenuhi jumlah sesi pengobatan yang konyol itu!
Ternyata, perasaan tulus yang Viandina anggap berharga, keberanian yang dirinya serahkan sepenuh hati, di mata orang lain hanyalah lelucon, sebuah permainan dan pemanfaatan keji!
Jantungnya terasa diremas lagi, hingga sulit bernapas. Ini adalah pertama kalinya Viandina benar-benar mencintai seseorang, tetapi justru orang itu yang menghancurkan hatinya hingga jadi berkeping-keping.
Walau air matanya bercucuran, dirinya menggigit bibir kuat-kuat agar tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Ketika mendengar ada orang hendak keluar dari ruangan itu, dirinya segera berbalik, berlari sekuat tenaga, seolah sedang melarikan diri dari wabah mematikan.
Angin malam menerpa wajahnya, air mata dingin mengalir dengan deras, pikirannya dipenuhi kenangan tiga tahun terakhir ....
Kelembutan Mervis saat mengajarinya menulis namanya sendiri.
Dirinya dimanjakan sedemikian rupa, sehingga pria itu tega berlari keliling kota hanya untuk mencari permen gula yang dirinya sebutkan;
Dan setiap malam, bisikan lembut di telinganya, "Dina, putri kecilku."
Setiap momen yang dulu membuatnya mabuk cinta, kini berubah menjadi pisau tajam yang terus mengoyak hatinya.
Semuanya ternyata palsu!
Ini pertama kali dirinya mencintai seseorang, tetapi cinta itu justru menyisakan luka paling dalam, paling menyakitkan.
Entah dirinya sudah berlari seberapa jauh, hingga tenaganya habis. Dengan langkah goyah, Viandina akhirnya kembali ke vila yang selama tiga tahun menjadi rumah bagi kebahagiaan palsunya.
Rumah itu kosong, dingin, tanpa sedikit pun kehangatan manusia.
Viandina masuk ke kamar mandi, menyalakan pancuran air, lalu membiarkan aliran hangat mengalir di tubuhnya, seolah bisa mencuci bersih semua jejak yang ditinggalkan Mervis.
Air mata bercampur air pancuran. Ketika dirinya menyeka wajahnya, sekaligus menghapus sisa-sisa perasaan untuk pria itu.
Viandina tidak berniat memberitahukan pria itu tentang fenomena tujuh bintang sejajar itu.
Pada hari tujuh bintang sejajar, dirinya akan pergi diam-diam, kembali ke dunia miliknya.
Sejak saat itu, gunung tinggi dan lautan luas akan memisahkan mereka selamanya.