Bab 3
Raka menatap Talita dengan tatapan tidak puas. Pria itu jelas tidak suka karena Talita seperti tiba-tiba menghilang.
Talita merapatkan bibirnya, berusaha mengumpulkan keberanian untuk balas menatap kedua mata Raka. "Ternyata Tuan Raka juga bisa mencemaskan teman tidurnya yang nggak penting ini?"
Talita yang biasanya bersikap baik, kini terlihat marah. Raka tentu saja kaget.
Dia tiba-tiba bisa merasakan penolakan perempuan itu. Tapi malah menarik pinggang Talita ke dalam pelukannya.
"Teman tidur?"
"Setelah dua tahun lamanya, kamu menyebut hubungan ini sebatas teman tidur?"
Talita tidak tahu kenapa Raka tiba-tiba menggila. Pria itu mencengkeram dagunya, berusaha menciumnya.
Tepat pada saat itu, terdengar sebuah suara.
"Kak Raka, kamu di sini rupanya. Kania mencarimu."
Raka sedikit mengernyit. Dia melepaskan Talita dan berkata pada orang barusan, "Baiklah, aku akan segera ke sana."
Talita pura-pura kaget dan bertanya pada Raka, "Apa kamu mengenal kakakku?"
"Bukan cuma kenal lagi. Hubungan mereka lebih dekat daripada yang kamu bayangkan." Teman Raka berkata dengan nada bercanda, "Talita, siap-siaplah kaget!"
Setelah dua orang itu pergi menjauh, Talita menatap mereka dengan tatapan merendahkan.
Orang-orang itu masih saja mengira dia tidak tahu apa-apa, dan berniat mempermalukannya hari ini.
Sayangnya, mereka tidak tahu bahwa Talita sudah mempersiapkan hatinya. Dia sudah siap mengakhiri hubungannya dengan Raka.
Lampu tiba-tiba meredup saat acara jamuan berlangsung.
Segera, sebuah lampu sorot mengarah ke panggung. Sosok Raka yang memakai jas rapi, terlihat berdiri di depan semua orang sambil menggandeng Kania yang memakai gaun putih.
Tuan Bimo mengulas senyum lebar. Dia memberi gerakan tangan untuk meminta hadirin diam. Kemudian dia berkata dengan lantang.
"Hari ini, aku mengundang para hadirin untuk menyambut kepulangan Kania yang baru saja menyelesaikan studinya. Selain itu, juga ada kabar baik yang mau kubagikan."
"Keluarga Wijaya dan Keluarga Budianto sudah lama berteman. Kami juga sudah bertahun-tahun lalu menjodohkan Kania dan Raka."
"Saat ini mereka sedang menjalin hubungan, dan acara pertunangan mereka akan resmi diadakan akhir bulan ini. Kami mengharapkan kehadiran para tamu sekalian nanti, supaya dapat menyaksikan kebahagiaan anak-anak kami."
Setelah Tuan Bimo menyelesaikan ucapannya, teman-teman Raka kompak langsung menatap ke arah Talita. Mereka menunggu reaksi patah hati wanita itu.
Namun, Talita hanya berdiri diam di tengah kerumunan. Dia memasang ekspresi seolah semua yang terjadi di atas panggung sekarang, sama sekali tidak ada hubungannya dengannya.
Raka jadi mengernyitkan dahi.
Dia sudah membayangkan kalau Talita pasti akan langsung naik pitam begitu mengetahui soal hubungannya dengan Kania.
Tapi, wanita itu malah terlihat begitu tenang sekarang.
Perasaan gelisah yang sulit dijelaskan tiba-tiba muncul di hati Raka. Kania yang menyadari sikap aneh pria itu pun segera bertanya, "Ada apa, Raka?"
Raka segera mengalihkan pandangannya. "Nggak apa-apa. Tadi cuma sedikit melamun."
Dia tahu betul kalau Talita sangat mencintainya. Jadi, mustahil wanita itu tidak menunjukkan reaksi sama sekali.
Talita sendiri masih bergeming.
...
Talita pergi ke kamar mandi. Dia membasuh wajahnya dengan keras menggunakan air dingin.
Dia merasa bodoh saat mengingat kembali betapa dia pernah mencintai Raka dulu.
Pantas saja pria itu hanya menyentuhnya sekali, setelah dua tahun bersama.
Rupanya, bukan karena pria itu menghormatinya. Tapi karena sama sekali tidak tertarik padanya.
Dan malam pertama yang selalu Talita kenang, rupanya tidak lebih dari sebuah cara sempurna untuk menghancurkan reputasinya sendiri.
Talita baru kembali ke acara saat ayahnya memanggilnya.
"Talita, sini, sapa calon kakak iparmu."
Talita berjalan ke depan Raka. Dia mengulas senyum sambil berkata, "Halo, Kakak Ipar."
Raut wajah Raka sontak memucat, mendengar dirinya disapa dengan sebutan kakak ipar.
Kania sepertinya tidak terlalu menyadarinya. Dia tersenyum ceria dan berkata, "Talita, aku dengar Raka menjadi dewan kampus di tempatmu kuliah, kebetulan sekali. Kalau kamu ada masalah, jangan ragu minta bantuan pacarku. Kita semua sudah seperti keluarga."
Talita menggertakkan gigi, dan mengatakan sepatah kata demi kata, "Aku nggak mau merepotkan Kakak Ipar."
Dia tidak melihat seperti apa raut wajah Raka. Tapi dia bisa merasakan tatapan tajam pria itu. Angin dingin seolah berembus, membuat sekujur tubuhnya jadi merinding.
Setelah mengobrol ringan, Talita hendak pamit pergi.
Kania maju dan menarik lengannya, pura-pura akrab. "Talita, kita sudah lama nggak ketemu. Ada banyak hal yang mau kuceritakan padamu."
Dia menarik Talita ke ruang istirahat tanpa ragu.
Begitu pintu ruangan tertutup. Senyum ramah Kania pun menghilang. Kini dia memasang ekspresi dingin.
"Talita, kudengar kamu sudah tidur dengan Raka. Videonya sudah tersebar luas. Kamu kira, dirimu bisa memikatnya dengan cara begitu?"
"Jujur saja, dia sama sekali nggak menyukaimu. Bukan cuma itu, dia bahkan membencimu!"
"Akulah yang sudah menyuruh Raka menyebarkan rumor kalau ibumu itu jadi selingkuhan. Aku juga yang menyuruhnya mendekatimu. Aku ingin melihatmu perlahan jatuh cinta padanya, lalu patah hati!"