Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 1

Di hari Nia Rudianto mengetahui bahwa dirinya tengah mengandung, dia nekat pergi ke klub yang sering Toni Gunardi datangi. Padahal saat itu hujan sedang mengguyur dengan deras. Dia berdiri di depan sebuah ruangan VIP sambil berusaha mengeringkan rambutnya yang basah. Dia hendak memberikan kejutan untuk Toni. Dari celah pintu yang sedikit terbuka, dia dapat mendengar suara seorang pria berbicara. "Toni, pernikahanmu dengan Nia tinggal seminggu lagi. Apa semua kejutan yang kamu siapkan di hari pernikahan sudah siap?" "Tentu saja sudah." Toni menjawab dengan nada bicara yang terdengar sedikit mabuk. Dia lalu melanjutkan, "Aku akan memberikan kejutan yang nggak akan pernah bisa dia lupakan seumur hidupnya." Gerakan tangan Nia yang sedang mengeringkan rambut pun terhenti. Dia tidak kuasa menahan diri untuk tersenyum lebar usai mendengar ucapan barusan. Selama tiga tahun berpacaran, Toni benar-benar sangat menyayanginya dengan sepenuh hati. "Haha, Kak, kalau Nia tahu aku sudah menyamar jadi kamu dan mempermainkannya selama ini, dia pasti akan sangat syok, 'kan?" "Haha, dia pasti nggak pernah menyangka kalau Toni ternyata punya adik kembar identik!" "Bukankah selama ini dia selalu sok? Kalau dia sadar dirinya selama tiga tahun ini sudah dipermainkan Adik pacarnya sendiri, entah akan seperti apa ekspresinya nanti." Pria itu tertawa kejam, membuat Nia mematung di tempat. Wajah wanita itu bahkan sudah memucat. Dia tidak percaya dengan apa yang barusan didengarnya. Sambil menggelengkan kepala, dia mencoba maju dan mengintip suasana di dalam ruangan VIP tersebut. Detik berikutnya, dia melihat pria yang duduk tepat di samping Toni. Pria itu benar-benar identik dengan Toni, mulai dari rambut, bahkan tahi lalat di sudut matanya pun sama! Pria itu tertawa sinis, lalu bersandar ke sofa. "Siapa suruh dia berani menindas Winda? Winda itu belahan jiwa kakakku. Sebagai balasannya, dia akan merasakan hal paling menyakitkan di hari yang seharusnya jadi hari bahagianya. Tapi, ini semua juga berkat usaha kakakku." Orang-orang yang ada di sekitarnya biasa memanggil Nia dengan panggilan Kakak Ipar. Mereka biasanya sangat ramah pada Nia, tapi kini malah mentertawakannya. "Satya, justru kamu yang sudah banyak berusaha dalam 'pekerjaan fisik' selama beberapa tahun ini." "Haha, kalau saja kita juga kembar identik, aku juga mau ikut turun langsung melakukan 'pekerjaan fisik' itu." "Benar, lihat saja wajah dan lekuk tubuh Nia. Ck, kalau setelah pernikahan nanti dia sampai gila karena saking syoknya, lebih baik izinkan kami 'main-main' dulu sebentar dengannya." "Toni merencanakan semua ini demi Winda. Dia jadi bisa menemani wanita itu selama tiga tahun, bahkan tetap menjaga kesucian Winda. Toni memang tulus mencintainya." "Toni, Satya, Winda," gumam Nia dalam hati. Kepala Nia terasa pening, napasnya tercekat hingga darahnya seolah membeku seketika. Tubuhnya gemetar hebat, air mata sudah mengalir turun dari kedua matanya yang membelalak. Cinta yang selama ini dia rasakan ternyata palsu. Semua jebakan ini ternyata dibuat demi Winda, yang malah merupakan tukang menindas itu sendiri. Dulu, setiap kali Nia terbangun dari mimpi buruk tentang Winda, Toni akan selalu ada untuk memeluk dan menenangkannya. Pria itu bahkan mengatakan bahwa Nia tidak perlu takut. Dulu, setiap kali Nia menceritakan penindasan apa saja yang sudah Winda lakukan padanya, Toni yang akan selalu berusaha menenangkannya. Pria itu bahkan membawanya berkonsultasi ke psikiater. Nia benar-benar tidak percaya, dia menolak percaya. Nia bingung, mana mungkin semua momen nyata saat Toni memperlakukannya dengan penuh perasaan itu hanyalah pura-pura? Kemudian, kembali terdengar suara dari dalam ruangan VIP lagi, "Winda akan segera pulang. Kamu nggak perlu mondar-mandir naik pesawat ke luar negeri demi menemuinya. Kamu pasti lelah juga harus mondar-mandir naik pesawat setiap minggu." "Setelah tiga tahun harus sandiwara, aku akhirnya bisa kembali jadi diriku sendiri! Aku selalu saja harus pura-pura jadi Kak Toni dan menemani Nia tiap kali Kakak ke luar negeri ... " "Suara kalian berdua kan beda, masa dia nggak sadar?" Satya terkekeh, "Dia memang bodoh. Aku sengaja merendahkan suaraku dan bilang kalau sakit tenggorokan. Dia malah mencemaskan kondisiku dan selalu menanyakan kesehatanku tiap hari. Bahkan dia rela bangun pagi buta untuk membuatkan sup yang bisa meredakan sakit tenggorokan." Gelak tawa pun kembali pecah. Toni kemudian memotong dengan berkata, "Sudah, sudah. Setelah hari pernikahan, aku akan memberinya uang dengan nominal besar sebagai ganti rugi. Uang itu cukup untuk menjamin dia bisa hidup tenang." "Toni, jangan-jangan kamu sudah jatuh cinta sungguhan padanya?" Jantung Nia berdegap kencang, napasnya tercekat. Kedua matanya menatap tajam sosok Toni yang terkesan seperti pria terhormat. Dua detik kemudian, Toni mendengus, "Mana mungkin?" "Lalu kalu kamu, Satya? Apalagi, kamu sudah tidur dengannya selama tiga tahun belakangan. Kamu nggak mungkin jadi punya rasa pada Nia, 'kan?" Toni menoleh dan menatap Satya. Satya sendiri menggelengkan kepala dan berkata, "Sudah tiga tahun, dan aku sudah muak tidur dengannya. Kak, bagaimana kalau kamu saja yang tidur dengannya?" Toni tersenyum tipis, lalu membalas dengan sinis, "Aku sih jijik." "Sudahlah, Nia sendiri yang minta menikah. Aku akan memberinya uang supaya dia nggak menggangguku lagi setelah ini." "Waktunya mepet, kalian harus membantuku mempersiapkan semuanya." "Seminggu lagi, dan setelah semuanya terungkap, aku akan langsung melamar Winda!"
Previous Chapter
1/25Next Chapter

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.