Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 10

Setelah itu, Nara berbalik dan naik ke kamarnya. Keesokan paginya, saat fajar baru menyingsing, layar ponselnya menyala dengan sebuah pesan yang sudah lama dinantikan. Visa ke luar negerinya akhirnya disetujui. Dengan cepat, dia meraih koper yang sudah dipersiapkan sejak tadi, lalu tanpa ragu membuka pintu. Begitu menuruni tangga, dia melihat Arkan berdiri dengan tegap, tampan menawan, memimpin rombongan pengantin. Atas permintaan Sandra, pernikahan kali ini digelar secara tradisional. Sandra mengenakan pakaian pengantin yang mewah, dengan tudung putih menutupi wajahnya, dibimbing oleh para penata pengantin. Arkan tak bisa melihat wajah di balik tudung merah, dan mengira itu adalah Nara. Dia melangkah maju, menggenggam tangan pengantin wanita. Mungkin karena ini hari pernikahannya, nada suaranya yang biasanya dingin kali ini terdengar lebih lembut. "Tenang, jangan takut, aku ada di sini." Nara berdiri di balik bayangan tangga, diam-diam menyaksikan semuanya dengan hati yang tenang. Arkan, Arkan ... Seorang pewaris yang disiplin dan tegas, memang pantas mendapatkan seorang wanita muda yang lembut dan anggun.' Di kehidupan ini, kalau kamu membuka tudungnya dan menyadari pengantin wanita itu bukan aku, kamu pasti akan senang, 'kan?' Ini hadiah dariku untukmu. Nggak usah berterima kasih.' Setelah Arkan berhasil menjemput pengantin wanita, dan Hendra beserta Wina juga dengan gembira mengikuti ke lokasi pernikahan, seluruh rumah menjadi sepi. Nara menarik koper, perlahan menuruni tangga, lalu keluar. Dia menghentikan sebuah taksi, membuka pintu, dan masuk ke dalam. "Nona, mau ke mana?" tanya sopir dengan ramah. Nara tak segera menjawab. Dia mengeluarkan sebuah remote sekepalan tangan dari saku, menatap ke arah rumah yang terlihat begitu megah di bawah cahaya pagi. Di sanalah rumah yang dulu dirancang sendiri oleh ibunya. Sayangnya, sang ibu telah meninggal, dan tempat itu kini telah dicemari oleh ayahnya, selingkuhannya, dan anak haram itu, berubah menjadi penjara yang membuatnya jijik. Tatapannya menjadi dingin, dan tanpa ragu dia menekan tombol merah di remote itu. "Duarr!" Sebuah ledakan menggelegar mengguncang udara! Bahan peledak yang tertanam di sekeliling rumah meledak serentak, melontarkan bola api raksasa ke langit. Asap tebal membubung tinggi, menelan bangunan yang menyimpan begitu banyak kenangan pahitnya. Gelombang panas bahkan membuat taksi yang berada agak jauh ikut bergetar. Sopir taksi itu ketakutan setengah mati oleh ledakan yang tiba-tiba itu. Dia hampir kehilangan kendali atas setirnya, wajahnya pucat pasi, dan terbata-bata, "Nona ... itu ... itu rumahmu, 'kan?! Rumahmu benar-benar meledak?!" Nara menatapnya dengan tenang, mengenakan sabuk pengaman, suaranya datar seolah sedang membicarakan cuaca hari ini, "Ya, aku yang meledakkannya." "Rumah yang dirancang sendiri oleh ibuku, tapi dipakai ayahku untuk menampung selingkuhannya dan anak haramnya ... menjijikkan. Aku ledakkan saja, selesai semuanya." Dia menoleh ke sopir yang masih ternganga, dan berkata dengan jelas, "Ayo, ke bandara." Sopir menatap cermin spion, menatap wajah Nara yang menawan namun dingin, kemudian memalingkan pandangan ke kejauhan, melihat reruntuhan yang terbakar. Dia menelan ludah, matanya memancarkan perpaduan antara keterkejutan dan kekaguman yang sulit dijelaskan. "Baik, baik!" Dia menenangkan diri, menginjak gas, dan melaju kencang menuju bandara. Di luar jendela mobil, terlihat pemandangan kota yang terus mundur ke belakang, dan kobaran api dari rumah yang terbakar semakin menjauh, mewarnai separuh langit dengan cahaya merah menyala.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.