Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 3 Bajingan Itu Milikmu

"Kamu!" Begitu aku menampar Tasya, si pemuda yang berada di meja belakang sontak bangkit berdiri sambil menggebrak meja. Namun, dia hanya sempat berseru begitu kepadaku. Karena begitu mendengarku mengatakan "selingkuhan", dia langsung perlahan duduk kembali dan menyesap tehnya. Aku memiringkan kepalaku untuk melihat ke arah si pemuda yang tadi bangkit berdiri. Dia sedang menatap langit-langit dengan malu. "Eh .... Tadi ada nyamuk di meja." Tasya tampak sangat terkejut terkena tamparanku, sementara putranya adalah orang pertama yang bereaksi. Anak laki-laki itu menyerangku, lalu mencakar dan menendangku. Dari sudut pandang tertentu, sebenarnya Tasya sudah membesarkan putranya dengan sangat baik. "Aku cuma mau Hadi lebih sering menghabiskan waktu dengan ayah kandungnya. Apa salahnya?" Air mata tampak menggenangi pelupuk mata Tasya. Dia menutupi wajahnya dengan lemah, berusaha menahan tangis. "Lagian, Randy 'kan sudah mau bercerai darimu. Sudah nggak ada perasaan apa pun lagi di antara kalian." Sederet trik Tasya ini membuat orang-orang di sekitar kami mulai terpengaruh. Aku hanya memejamkan mataku dengan tenang dan mengabaikan Tasya. Karena aku hanya diam, Tasya pun menggertakkan giginya. Dia melepaskan semua perhiasan yang dia pakai, lalu memberikannya kepadaku. Dia bahkan mengeluarkan kartu ATM dari tasnya. "Aku nggak mau atau minta apa pun. Aku cuma minta padamu tolong lepaskan Randy supaya dia bisa menjalani hidup yang bahagia." Aku mengenali gelang permata berkualitas tinggi yang Tasya lepas. Gelang itu dulunya disimpan di ruang kerja Randy. Dulu kupikir gelang itu adalah hadiah untukku, tapi ternyata sudah ada pemiliknya. Setelah Randy dan aku menikah, kami sama-sama bekerja keras hingga akhirnya saat ini memiliki harta kekayaan senilai ratusan miliar. Randy malah menghabiskan harta kami bersama untuk membelikan semua barang ini bagi Tasya? Sebenarnya, tujuanku ke sini hanya untuk membalas dendam. Tentu aku tidak akan menolak kesempatan mendapatkan kembali sebagian hartaku secara tidak terduga begini sekarang. Aku sebenarnya merasa sangat puas dengan tamparanku kepada Tasya barusan, bahkan takut bibirku akan menyunggingkan seulas senyuman. Namun, aku hanya memasukkan semua barang itu ke dalam tas dengan ekspresi datar. "Jangan mempermalukan dirimu di luar, ayo kita bicara di dalam mobil." Setelah Tasya masuk ke kursi belakang mobil sambil menggendong putranya, aku langsung menyuruh si sopir untuk pergi ke bank. "Transfer uangnya." Aku menyerahkan kartu ATM itu kepada Tasya. Terlihat jelas dia tidak menyangka aku akan meladeninya. "Kamu akan bercerai kalau kuberi uang?" Tasya menatapku dengan curiga, dia pasti bertanya-tanya kenapa aku mendadak bersedia bercerai. Aku mengeluarkan surat cerai yang pagi ini Randy berikan dari dalam tas. Kertasnya memang sudah kusut, tetapi surat resmi itu tetap mengenyahkan rasa curiga Tasya. Saat melihat saldo rekeningku yang dikirimkan lewat pesan singkat, aku pun menyerahkan surat cerai kepada Tasya yang baru saja keluar dari bank itu dengan tenang. "Kalau ada tulisan yang membuatmu nggak puas, telepon saja aku. Aku bahkan rela memberimu sepuluh salinan lagi." Asyik! Aku dapat miliaran! Aku melambaikan tanganku kepada Tasya dengan ramah dan menyuruhnya untuk segera masuk ke dalam mobil. Bagaimanapun juga, aku sudah berjanji kepada dokter untuk menyuruh Tasya secepatnya merawat bajingan itu. Tasya duduk di kursi belakang dengan gembira sambil sesekali mencium wajah putranya. Hingga dia akhirnya melihat Randy yang terluka parah di rumah sakit. "Rania, kamu pikir aku bodoh? Kamu mau mencoba menipuku dengan mumi?" Tasya sontak menoleh dan bertanya kepadaku dengan marah. Aku memandang Randy dengan geli. Perban menutupi sekujur tubuhnya, wajahnya juga tampak bengkak. Aku terkejut melihat loncatan detak jantung selama dua detik pada layar elektrokardiogram di samping tempat tidur. Aku langsung menggelengkan kepala dengan menyesal. "Kualitasnya nggak bagus, terkena benturan pelan saja bisa hancur. Yah, tapi setidaknya dia masih hidup. Kamu tahan saja." Tasya langsung membuat keributan besar. Dia menolak mengakui bahwa pria cacat di atas ranjang rumah sakit ini adalah Randy. Dia bersikeras mengatakan bahwa aku sudah menipunya dengan menyuruh seseorang untuk berpura-pura menjadi Randy. Aku memperhatikan beberapa kali lagi loncatan detak di layar elektrokardiogram Randy dengan puas. Sebelum Tasya bisa membuat keributan, pintu kamar rawat pun didorong terbuka dengan kencang. Ibu mertuaku datang dengan mengenakan pakaian rumah sakit. Dia sontak menatap Tasya dengan sorot seolah-olah Tasya adalah penyelamat dan andalannya. "Tasya, kamu akhirnya datang! Tenang saja, begitu Randy siuman, dia akan langsung menceraikan wanita jalang itu dan menikahimu dengan mewah!" Ibu mertuaku itu meraih Tasya dengan gembira, lalu menoleh untuk melihat anak laki-laki di belakang Tasya. "Oh, ini cucu kesayangan Nenek, ya! Sini Nenek peluk." Ibu mertuaku sontak memeluk putra Tasya dengan gembira tanpa menyadari ekspresi jijik dan enggan di wajah si anak laki-laki. Ibu mertuaku tenggelam dalam dunianya sendiri, dia tidak mengacuhkan Tasya yang ekspresinya terlihat muram dan punggungnya berkeringat dingin. Dia sesekali melirik mumi yang terbaring di atas ranjang rumah sakit, lalu akhirnya bertanya kepadaku dengan nada tidak percaya. "Ini .... Bukan .... Manusia perban yang cacat dan sekarat ini benar-benar Randy?" Layar elektrokardiogram pun mengeluarkan suara alarm yang melengking. Sebelum aku bisa menjawab, sekelompok dokter bergegas masuk dan mengusir kami keluar. "Tuan Randy dalam kondisi kritis dan harus segera mendapatkan pertolongan." Aku mengacungkan jempol kepada Tasya. Mulut wanita satu itu kan manis sekali, dia pandai bersilat lidah. Aku pun meninggalkan rumah sakit dengan memanfaatkan kondisi yang sedang kacau itu. Aku mau lihat apa pria bajingan yang tertabrak mobil itu bisa tetap mempertahankan wanita yang dia sebut sebagai cinta sejatinya itu atau tidak.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.