Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 8

"Apa?" Stephen tersedak kaget. "Kamu ... kamu sangat mencintai Evita! Dulu, saat jarinya terluka sedikit saja kamu sudah panik! Sekarang kamu mau mengambil ginjalnya diam-diam buat Dominic? Aku nggak salah dengar, 'kan?" Dia menatap Primus tanpa berkedip. "Jawab aku dengan jujur. Apakah kamu jatuh cinta pada Dominic?" Keheningan yang menyesakkan memenuhi ruangan. Begitu lama sampai Evita mengira Primus tidak akan menjawab. Lalu dia mendengar suara Primus yang familier namun terasa asing mengandung sedikit ketenangan yang sulit ditangkap. "Memangnya kenapa kalau aku jatuh cinta?" Dia berhenti sejenak, seperti menyatakan sesuatu yang sangat wajar. "Cinta dan seks itu nggak bisa dipisahkan. Selama bertahun-tahun ini, Dominic yang terus menemaniku di ranjang. Wajar saja kalau aku jadi punya rasa." "Sedangkan Evita ...." Suaranya merendah, mengandung sedikit kejengkelan dan jijik yang bahkan tidak dirinya sadari. "Bukan nggak cinta, hanya ... aku merasa dia kotor dan ditakdirkan nggak akan menyentuhnya. Jadi cinta tentu akan memudar." "Sudah, jangan tanya lagi." Nada suaranya mengeras, seolah tidak ingin melanjutkan topik ini. "Dominic nggak bisa menunggu lama. Setelah operasi selesai dan Evita bangun, kamu bantu aku menutupi darinya. Bilang dia diculik, terus ginjalnya diambil paksa. Jangan sampai dia curiga." "Setelah itu ... aku akan menebusnya dengan baik." "Meski aku jatuh cinta pada Dominic, tapi hubunganku dengan Evita selama bertahun-tahun ... nggak bisa aku lepaskan begitu saja. Hal ini harus disembunyikan dengan baik." Disembunyikan dengan baik .... Jatuh cinta pada Dominic .... Merasa dia kotor .... Cinta tentu akan memudar .... Setiap kata seperti capit besi panas yang ditempel paksa ke gendang telinga Evita, membakar sampai menembus jantungnya! Ternyata ... Primus bukan hanya menganggapnya kotor, bukan hanya selingkuh, dia bahkan jatuh cinta pada Dominic! Sedangkan dirinya, istri yang dia cintai selama sepuluh tahun, di matanya hanya menjadi alat yang bisa ditipu, yang organnya bisa dikorbankan dan dipakai untuk menyenangkan wanita lain? Rasa sakit dan perasaan konyol yang ekstrem membuatnya ingin berteriak, ingin mengamuk, ingin menuntut jawaban! Tapi mulutnya tertutup rapat. Dia hanya bisa mengeluarkan erangan putus asa, air mata mengalir deras dan membasahi kain yang menutupi matanya. Dia berusaha keras melawan, tapi hanya bisa mendengar langkah kaki mereka mendekat, merasakan dinginnya jarum menusuk kulitnya, cairan anestesi mengalir masuk ke pembuluh darahnya. Dalam kesadaran yang memudar, dia seakan kembali ke siang cerah saat berusia enam belas tahun, ketika seorang pemuda berteriak dengan wajah memerah, "Evita, aku suka padamu!" Lalu adegan berubah, Primus memegang cincin dan berkata gugup di atas bianglala, "Menikahlah denganku ...." Cinta yang dulu dianggap tak tergoyahkan, ternyata sudah lama membusuk oleh waktu dan prasangka dalam hati pria itu, hingga akhirnya ... berubah menjadi pisau paling tajam yang menusuk jantung Evita, merenggut organnya! Kegelapan, seperti air pasang yang menelan Evita. Saat kembali sadar, dia sudah berada di ruang rawat rumah sakit. Pinggangnya terasa nyeri menusuk, mengingatkannya kalau dia telah kehilangan sesuatu. Primus duduk di sisi ranjang. Begitu melihatnya bangun, dia langsung membungkuk, wajahnya dipenuhi rasa sayang dan rasa bersalah. "Evita! Kamu sudah bangun! Maaf, semua salahku. Aku nggak melindungimu dengan baik ... sampai kamu diculik para penjahat ...." Dia menggenggam tangan Evita, suaranya serak. "Tapi tenang saja, para penculik itu sudah aku masukkan ke penjara. Mereka pasti akan dihukum seberat-beratnya!" Evita menatapnya pria yang dengan tangannya sendiri menyeretnya ke meja operasi dan mengambil satu ginjalnya, tapi sekarang berdiri di hadapannya berperan sebagai penyelamat yang penuh kasih. Evita hanya merasakan hawa dingin menyusup dari telapak kakinya hingga ke ubun-ubun! Rasa sakit yang mematikan membuatnya tidak ingin mengucapkan sepatah kata pun lagi padanya. Dia hanya menutup mata dengan lelah. Beberapa hari setelahnya, Primus tetap merawatnya dengan penuh perhatian. Namun Evita menyadari setiap tengah malam, pria itu selalu keluar dengan alasan merokok atau mengurus urusan kantor dan pergi cukup lama. Suatu kali, dia menahan sakit lukanya dan diam-diam mengikutinya. Ternyata benar, di depan pintu ruang VIP milik Dominic, lewat celah kecil, dia melihat Primus sedang menyuapi Dominic sup dengan lembut. Posisi tubuh mereka sangat dekat dan saling menatap penuh gairah. Namun anehnya, saat melihat itu, hati Evita tidak lagi terasa sakit tak tertahankan seperti dulu. Bukan tidak sakit. Tapi karena rasa sakit itu sudah mencapai puncaknya, hingga menjadi mati rasa. Kesedihan terbesar adalah hati yang mati. Hati Evita ... sudah mati. Bahkan semua rasa cinta, rasa benci, dan semua harapannya pada Primus, sudah mati.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.