Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 11

Kabar ini bagaikan petir di siang bolong! Kepala Tania berdengung, dia baru saja pergi beberapa hari. Namun di panti asuhan telah terjadi hal sebesar ini! Akan tetapi, sekarang dia sedang dikurung oleh Ethan di vila, bagaimana dia bisa keluar?! "Aku akan segera ke sana!" Setelah memastikan rumah sakit mana, dia segera menutup telepon dan bergegas keluar vila. Para pengawal langsung menghalangi jalannya. "Nona Tania, Anda nggak bisa keluar." "Aku harus pergi ke rumah sakit!" Tania berkata dengan cemas, "Orang yang penting bagiku telah terluka parah, aku harus pergi ke rumah sakit untuk merawatnya!" "Apakah ini keluarga Nona Tania?" "Ya, mereka adalah keluarga yang sangat penting bagiku ... " Namun, pengawal itu malah menelepon dan berkata, "Nona Tania, keluarga Anda baik-baik saja di rumah." "Aku nggak membicarakan mereka, mereka sama sekali bukan ... " Tania masih ingin menjelaskan, tetapi sepertinya dia teringat sesuatu. Tania mencoba menerobos, tetapi dia dihalangi oleh para pengawal. Kemudian dia pun dikurung di dalam kamar. "Dasar Ethan bajingan!" Tania mengentak-entakkan kakinya, membenci Ethan yang tidak ada di sini. Namun di belakang rumah, tepat di samping tembok pagar, terdapat sebuah pohon besar. Tania tiba-tiba mendapat sebuah ide ... Beberapa belas menit kemudian, Tania menggunakan seprai yang sobek untuk turun dari jendela ke halaman belakang, lalu dengan sekuat tenaga yang dimilikinya, dia berhasil memanjat pohon besar itu. Akhirnya, dia memanjat ke atas tembok. Melihat ketinggian di bawah membuat kakinya lemas dan gemetar, tetapi dia tetap menggertakkan giginya dan melompat turun. Tania tidak menghiraukan luka-luka di tubuhnya, dia menghentikan sebuah taksi dan berkata, "Pak, selamat pagi. Aku mau pergi ke ... " Dia tiba-tiba menyadari bahwa uangnya sudah habis. "Mau ke mana?" Sopir itu berkata dengan tidak sabar, "Cepat naik ke mobil, jangan berdiri di situ dan menghalangi jalan." "Maaf, a-aku nggak jadi naik," ujar Tania dengan canggung. "Lalu kenapa kamu masih menghentikan taksi? Buang-buang waktu saja!" Taksi itu melaju pergi, Tania mencoba mencari uang di bajunya. Sambil menahan rasa sakit di tubuhnya, dia berjalan pincang ke arah halte bus ... Tania tiba di rumah sakit dan bertanya ke UGD, "Halo, aku mencari Ibu Dina Winata." "Apakah Anda anggota keluarganya?" "Ya." Tania mengangguk. Perawat itu berkata, "Oh, untuk sementara dia sudah keluar masa kritis. Dia berada di kamar nomor 3398 ... " Tania mengangguk dan hendak berlari ke atas, tetapi perawat itu memanggilnya lagi, "Oh ya, tunggu sebentar." Sang perawat menjelaskan, "Begini, Bu Dina mengalami benturan di kepala. Saat pemeriksaan, kami menemukan bahwa dia memiliki tumor otak." Tania menegang. "Apa? Tumor otak? Jinak atau ganas?" "Jangan khawatir, tumor ini jinak. Tapi, tumornya terletak cukup dalam, operasi biasa mungkin nggak dapat dilakukan. Dia perlu dirujuk ke rumah sakit spesialis neurologi lainnya ... " Tania mendengarkan dengan bingung, sampai perawat itu menyebutkan perkiraan biayanya. "Mungkin perlu 100 juta." Tania berkata, "Baik, aku mengerti ... " Dia masuk ke dalam lift, pikirannya terasa kacau. Tania dibesarkan oleh Ibu Panti, dia juga sering datang ke panti asuhan untuk membantu. Tidak ada yang lebih memahami situasi panti daripada dia. Panti Asuhan Cinta Kasih dibangun dengan dana dari Keluarga Alins. Keluarga Alins melakukannya hanya untuk mendapatkan reputasi, tetapi sebenarnya mereka sama sekali tidak peduli. Bahkan saat ada orang-orang baik hati yang ingin menyumbang, semua uang sumbangan itu malah masuk ke dalam kantong Keluarga Alins. Kehidupan di panti asuhan tidak kunjung membaik, setiap hari mereka hanya mengandalkan roti kukus dan sayuran asin untuk bertahan hidup. Ibu Panti tidak memiliki anak, tetapi dia sangat peduli pada anak-anak di panti. Dia bahkan menggunakan gajinya sendiri dan berutang di sana-sini untuk membantu ... Sekarang, bagaimana mungkin mereka bisa membayar biaya operasi sebesar 100 juta?! Tania berjalan ke kamar rawat dan melihat Ibu Panti yang sudah terbangun. "Tania, kenapa kamu ke sini?" Ibu Panti dengan lemah menggenggam tangan Tania. Dia tampak terkejut, juga masih sedikit ketakutan. Dia bergumam, "Syukurlah, Tuhan masih melindungiku. Aku masih bisa hidup untuk melihatmu! Untungnya aku nggak mati, kalau nggak, bagaimana dengan anak-anak itu?" Ibu Panti terus berceloteh. Di dalam hati, Tania juga bertanya-tanya, ya, jika Ibu Panti tidak ada lagi, bagaimana dengan semua orang? Dia sudah menganggap Ibu Panti sebagai keluarganya, bagaimana mungkin dia diam saja melihat Ibu Panti dalam bahaya? "Aku nggak tahu kapan penyakitku ini akan sembuh, ini pasti akan menghabiskan banyak uang lagi." Ibu Panti menghela napas. "Semua pasti akan baik-baik saja." Tania menggenggam tangannya. "Jangan khawatir, aku akan mencari cara untuk mendapatkan uang!" "Apa kamu akan pergi meminjam uang dari Keluarga Alins?" tanya Ibu Panti dengan sedikit khawatir, dia belum tahu tentang masalah Tania. "Aku punya cara." Tania menarik napas dalam-dalam dan berdiri. "Ibu Panti, tunggulah sebentar. Aku akan kembali lagi untuk menjengukmu." Dia sudah memutuskan, dia akan menemui Ethan! Sesuai dengan isi perjanjian mereka, setelah 3 bulan, dia bisa mendapatkan imbalan sebesar 100 miliar. Namun sebelum itu, seharusnya tidak masalah kalau dia mencairkan sebagian uang imbalan itu untuk pengobatan, 'kan?! Memikirkan hal ini, tekad Tania menjadi makin mantap. Dia sekarang harus pergi mencari Ethan, pengobatan Ibu Panti tidak boleh ditunda! Tania berbalik pergi, mengeluarkan ponselnya dan mulai mencari alamat perusahaan Ethan. Karena fokusnya sedang teralihkan, dia tidak sengaja menabrak seseorang di belokan. "Aduh!" Tania terkejut, dia menundukkan kepalanya dan berkata, "Maafkan aku ... " "Kamu buta, ya? Nggak bisa lihat jalan?" Mendengar suara tajam wanita itu, Tania dengan ketakutan mengangkat kepalanya untuk melihat. Dia tidak menabrak sembarang orang, melainkan ...

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.