Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 2

"Dia nggak tua. Umurnya baru tiga puluh." Adeline membantah dengan suara lembut, "Itu justru usia pria matang dan stabil. Lagi pula, orang lain mungkin nggak tahu, memangnya kamu nggak tahu kalau aku sudah menyukainya selama bertahun-tahun?" Sharleen sangat paham perasaan Adeline. Dulu, sewaktu Adeline berumur lima belas tahun dan ikut temannya mendaki gunung, dia terjebak longsor dan yang menyelamatkannya saat itu adalah Andres Harlan. Dia yang saat itu masih remaja langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Namun, waktu itu Adeline masih terlalu muda, sedangkan Andres sudah punya pacar. Jadi. dia hanya bisa mengubur perasaan itu dalam-dalam. Sampai mereka bertemu lagi, Andres sudah bercerai. Adeline yang lemah lembut untuk pertama kalinya memberanikan diri melangkah di jalan cinta. Tapi Sharleen tidak bisa mengerti perasaan jatuh cinta gara-gara pernah diselamatkan seperti itu. Kalau begitu, berapa banyak orang yang diam-diam mencintai pak polisi? "Sudahlah, jangan bahas aku lagi. Tuan Muda Aditya sudah sadar, bagaimana denganmu? Cepat atau lambat Keluarga Wirawan akan tahu kamu itu palsu." Adeline berkata dengan cemas. "Tenang saja, aku akan upayakan agar bisa bercerai secepat mungkin." Sharleen menghiburnya, "Sudah, aku lagi di ruang rawat, nggak nyaman bicara di sini. Kalau ada apa-apa, kirim WhatsApp saja." Setelah menutup telepon, Sharleen benar-benar merasa nasibnya sangat sial. ... Keesokan harinya. Sharleen bangun dengan lingkaran hitam di bawah matanya. Kebetulan beradu pandang dengan tatapan hangat Leoni, "Anak baik, semalam kamu bergadang menjaga Aditya, ya? Pasti capek sekali." "Nggak ... nggak capek." Sharleen buru-buru berdiri, baru sadar kalau Tito dan Leoni sudah datang entah sejak kapan. Ruang istirahat juga dipenuhi banyak orang. Sharleen merasa bersalah, dia tidak kenal dengan Aditya, mana mungkin peduli dengannya? Dia semalam tidak bisa tidur karena pusing memikirkan urusan ke depan. "Pergi cuci muka dulu, kami pergi lihat Aditya dulu." Leoni sekarang sangat puas dengan menantunya ini, rasanya tidak ada yang kurang. Sharleen terpaksa masuk ke kamar mandi. Dia mencuci muka dan sikat gigi dengan pelan, lalu berpapasan dengan perawat saat keluar. Perawat tersenyum dan berkata, "Cepat pergi lihat suami Anda, dia sudah sadar." Tubuh Sharleen langsung menegang, diam-diam melangkah ke pintu. Dia mendengar Leoni terisak di dalam, "Akhirnya kamu sadar juga, sejak kamu tertimpa musibah, aku nggak bisa makan dan tidur. Kamu lebih berharga dari nyawaku sendiri." "Ibu, maaf. Aku sudah membuat Anda khawatir." Aditya yang tampan berkata dengan lemah. "Syukurlah kamu berhasil melewati masa sulit ini. Semua ini berkat Sharleen." Leoni menyeka air mata. "Siapa?" Aditya bingung. "Calon istri dari Keluarga Thio yang aku jodohkan denganmu dulu." Tito mengingatkan. Aditya butuh waktu lama baru ingat kalau dulu dia pernah punya calon istri. Konon, nenek dari pihak ibu Adeline pernah sangat berpengaruh, belasan tahun yang lalu pernah memberikan bantuan besar pada Grup Wirawan. Demi membalas budi, Tuan Besar Adam menjodohkan anak kedua keluarga sejak kecil. Hanya saja, Grup Wirawan maju pesat selama bertahun-tahun ini, sementara Keluarga Thio makin merosot. Saat ini, mereka hanya keluarga kelas tiga di Kota Sunther. Sejak Tuan Besar Adam meninggal, pernikahan ini terus tertunda. Selama ini Aditya menolak perjodohan itu. Tito dan Leoni juga tidak setuju karena mereka merasa Keluarga Thio tidak selevel. Kali ini, mereka sendiri yang mendekati Keluarga Thio untuk mengurus pernikahan ini, karena memang tidak ada pilihan. Leoni menjelaskan, "Sebelumnya kamu sudah setengah bulan di ruang ICU. Dokter bilang nggak bisa diselamatkan lagi dan menyuruh kami membawamu pulang untuk mengurus pemakaman. Ibu nggak percaya, jadi mencari Master Raka dari Kota Kosrax. Dia bilang harus melakukan pernikahan penolak bala, akhirnya kami mendatangi Keluarga Thio. Semalam kamu dan Sharleen sudah melangsungkan pernikahan. Nggak disangka benar-benar manjur, kamu langsung siuman nggak lama setelah upacara pernikahan." Setelah mendengar itu, wajah tampan Aditya jadi muram. "Ibu, zaman sekarang masih percaya hal seperti itu? Walaupun nggak nikah dengan wanita itu, aku juga akan siuman. Pernikahan ini nggak sah." "Mana mungkin nggak sah, sertifikat nikah saja sudah jadi." Aditya mendengus dingin, "Waktu itu dokter sudah vonis aku nggak akan hidup, mana mungkin Keluarga Thio tega menikahkan putri mereka ke Keluarga Wirawan, lalu menjadi janda?" "Kami sudah mengantisipasi penolakan, jadi menegaskan, nggak peduli apa pun hasilnya, mahar empat ratus miliar tetap akan diberikan." Leoni berkata apa adanya. "Pantas, ternyata demi uang." Aditya menyindir. "Jangan banyak omong, kalian sudah menikah." Tito menyela dengan tegas dan melihat Sharleen yang berdiri di depan pintu begitu menoleh. "Sharleen, kenapa berdiri di pintu? Cepat masuk." Tito melambaikan tangan dengan ramah. Sharleen terpaksa masuk. Aditya yang terbaring di ranjang sedang mengamati Sharleen. Ini pertama kalinya dia melihat calon istrinya itu. Sharleen masih mengenakan gaun pengantin tradisional, wajah oval yang sedikit berisi dan matanya jernih. Wajahnya polos dan menawan. Setelah mengenakan gaun pengantin merah menyala, kulitnya tampak putih bagaikan mawar yang baru mekar. Aditya harus mengakui kalau dia memang lumayan cantik. Tapi dia sudah sering melihat wanita cantik. "Ayah, Ibu, kalian keluar dulu, ada yang ingin aku bicarakan dengannya." Aditya berkata dingin. "Kamu pikir aku nggak tahu, kamu mau ...." "Sudahlah, biarkan mereka mengobrol berdua." Leoni cepat-cepat menarik Tito, "Kalau kita di sini, mereka malah nggak leluasa." "Jangan menindas Sharleen, kalau nggak, aku nggak anggap kamu anak lagi." Tito memperingatkan sebelum akhirnya pergi bersama Leoni. Aditya mendengus. Dia benar-benar tidak tahu bagaimana cara wanita ini bisa membuat ayahnya begitu membelanya. Semakin polos penampilan seorang wanita, semakin licik hatinya. "Bukankah kamu menikah denganku karena uang? Aku tambah seratus miliar lagi, kita cerai." Aditya berkata dengan tidak sabar. "Baik." Sharleen berkedip, lalu mengangguk. "Ternyata memang benar ...." Mendengar jawaban itu, tatapan Aditya semakin sinis, "Tebakanku nggak salah, kamu ternyata wanita mata duitan." Sharleen tercengang, "Siapa yang matanya nggak kebuka saat melihat uang, memangnya buta?" "Pintar sekali kamu menjawab." Aditya makin kesal. Sharleen tidak berdaya, "Apa otakmu rusak saat kecelakaan?" "Apa kamu bilang?" Wajah Aditya yang pucat seketika menjadi kelam, seperti pertanda badai yang akan menerpa. Kebingungan tampak di mata hitam Sharleen, "Apakah aku salah? Sebelumnya aku nggak pernah bertemu, juga nggak kenal denganmu. Sewaktu keluargamu minta aku nikah denganmu, semua orang di Kota Sunther tahu umurmu tinggal sebentar lagi. Aku masih muda, juga nggak suka denganmu. Kalau bukan karena keluarga kalian menawarkan mahar sebanyak itu, siapa yang mau menikah denganmu? Aku bukan orang bodoh sehingga suka menjadi janda." Aditya marah besar, "Kamu!" "Atau kamu pikir dirimu sangat memesona, sampai setiap orang yang mendengar namamu langsung tergila-gila?" Kalimat Sharleen membuat emosi Aditya semakin tinggi. "Sharleen!" Aditya ingin berdiri karena marah, tapi baru saja mengangkat tubuh, kepalanya langsung terasa pusing.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.