Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 8

"Baik, aku makan satu setengah mangkuk nasi dibilang babi. Terus kamu dua hari ini di rumah sakit, tiap makan menghabiskan dua mangkuk nasi, jadi disebut apa?" Sharleen menatapnya sambil tersenyum, "Babi betina gemuk yang sedang hamil?" "Sharleen, kamu cari mati, beraninya kamu memarahiku." Aditya belum pernah dihina seperti itu. Matanya menyipit dan langsung mencengkeram lengan Sharleen. Telapak tangan Aditya mencengkeramnya dengan begitu keras, rasanya seperti mau meremukkan tulangnya. "Aditya, lepaskan aku!" Sharleen meronta keras, tapi tidak bisa lepas. "Aku peringatkan, lain kali bicara denganku harus sopan." Aditya mengandalkan tubuhnya yang tinggi besar dan memperingatinya dengan keras. "Kalau nggak, tanggung sendiri akibatnya." Sejak kecil, Sharleen memang tidak pernah mau kalah, kecil-kecil cabe rawit. Karena tidak bisa melepaskan diri, Sharleen nekat menerjang ke depan dan menggigit otot di lengan lain Aditya. Aditya meringis kesakitan dan mendorong Sharleen dengan kuat. Meski kesakitan, Sharleen tetap tidak mau lepas, bahkan gigitannya semakin keras. "Cukup, aku lepaskan kamu." Aditya menarik lengannya terlebih dulu. Sharleen juga segera melepaskan gigitannya, lalu mundur dua meter dengan gesit dan menatapnya penuh waspada. "Kamu anjing ya?" Aditya menarik lengan bajunya. Wanita ini menggigitnya dengan kejam, sampai meninggalkan bekas gigit, bahkan berdarah. "Kamu yang main tangan terlebih dulu." Sharleen juga mengusap lengannya yang sakit akibat cengkeram Aditya, "Ada kalimat di internet yang mengatakan begitu terjadi sekali KDRT, maka akan terus berulang. Satu-satunya cara adalah melawan saat pertama kali terjadi KDRT. Kalau kamu nggak biarkan aku hidup tenang, aku juga nggak akan biarkan kamu hidup tenang." "Aku KDRT?" Aditya hampir tidak percaya. "Lenganku sampai memar dicengkeram olehmu. Ini bukan KDRT?" Sharleen menatapnya dengan tatapan meremehkan. Dasar wanita sialan! Aditya benar-benar curiga, kalau dia harus hidup seumur hidup dengan wanita ini, mungkin usianya tidak akan panjang karena akan dibuat emosi sampai mati. "Enyah, ini kamarku. Keluar!" "Jangan keterlaluan. Kita sepakat kerja sama, sikapmu ini melanggar perjanjian." Tuduh Sharleen. "Tunjukkan ketulusanmu dulu kalau mau kerja sama, sopan sedikit padaku." Aditya menendang kopernya yang berwarna merah muda. "Sekalian bawa barangmu keluar dari kamarku." Sharleen mengerutkan kening, "Kalau begitu aku tidur di mana?" "Mana aku tahu, karena ayahku yang menyuruhku menikah denganmu, kamu cari ayahku saja." Aditya melambaikan tangan, lalu berbalik mengambil pakaian untuk mandi. Sharleen membungkuk mengangkat koper yang ditendang, lalu menyeretnya keluar kamar. Rumah Keluarga Wirawan sangat luas, jadi ada banyak kamar tamu. Tapi Sharleen tidak berhenti, dia langsung menyeret koper dan benar-benar keluar dari kediaman Keluarga Wirawan. Penjaga gerbang menahannya, "Bu Sharleen, sudah malam begini, Anda mau ke mana dengan barang bawaan itu?" Mata Sharleen terlihat suram dan berkata, "Suamiku mengusirku. Jadi, aku hanya bisa pergi." Penjaga gerbang tidak tega, gadis polos ini terlalu kasihan, hanya Tuan Muda Aditya yang sedingin batu bisa melakukan hal begitu, "Jangan pergi, aku laporkan pada Pak Tito dulu." "Jangan. Kalian hanya penjaga gerbang, cari uang nggak mudah. Jangan gara-gara aku kalian sampai menyinggung Tuan Muda Aditya." Sharleen menahannya, setelah menghela napas, dia menyeret kopernya menuju kegelapan malam dengan wajah pasrah. Penjaga gerbang itu sangat terharu. Bu Sharleen sudah begitu malang, tapi masih bisa memikirkan nasib pekerja kecil seperti mereka. Tidak bisa, dia harus memberi tahu Pak Tito. Namun baru masuk ke aula, dia justru bertemu Sandra yang turun ke lantai bawah setelah berhasil dibujuk suaminya. Begitu mendengar Sharleen diusir, hati Sandra sangat senang, "Pak Tito sedang mengobrol dengan tuan muda pertama. Urusan kecil seperti ini nggak perlu mencarinya." "Tapi Bu Sharleen ...." Wajah Sandra langsung menjadi dingin, "Wanita itu nggak pantas buat Tuan Muda Aditya. Jangan gara-gara dia kamu malah membuat Tuan Muda Aditya marah." Penjaga itu membuka mulut, tapi akhirnya ingat pekerjaan ini tidak mudah didapat, jadi kembali ke menjaga pintu gerbang lagi. ... Di jalan raya. Sharleen menelepon Adeline. "Kak, kamu sekarang tinggal di mana? Aku baru diusir oleh Aditya, sementara nggak mau kembali ke rumah Keluarga Thio. Bisa nggak aku menginap di tempatmu semalam?" "Apa? Malam-malam begini dia usir kamu? Aditya masih bisa disebut manusia? Nggak takut kamu tertimpa bahaya di luar?" Adeline marah sekali. "Nggak apa-apa. Aku juga nggak mau tinggal di rumah Keluarga Wirawan. Jadi ada alasan keluar," kata Sharleen dengan santai. Tapi justru membuat hati Adeline terasa sakit. Bagaimanapun juga, Sharleen yang menggantikan dia menikah. Dia buru-buru kasih alamat ke Sharleen, "Kamu bisa ke sini sendiri? Perlu aku jemput?" "Nggak perlu, di sini transportasinya mudah." Sharleen melirik jalanan gelap yang bahkan satu bayangan mobil pun tidak ada, lalu berbohong. Dia tidak mau merepotkan Adeline. Tapi dia menjadi agak panik setelah menutup telepon. Di sini kawasan pemukiman orang kaya, hampir tidak ada bus, taksi, atau tukang ojek. Dia berjalan sejauh satu kilometer di malam yang gelap dan akhirnya berhasil memesan mobil online. Sepuluh menit kemudian, sebuah mobil putih berhenti di depannya. Sharleen buru-buru membuka bagasi untuk memasukkan kopernya, lalu duduk di kursi depan, "Pak sopir, kenapa lama sekali? Katanya lima menit, tapi aku sudah menunggu sepuluh menit." Setelah memakai sabuk pengaman, barulah dia menoleh ke arah pengemudi. Seorang pria muda, kemeja abu-abu dan memakai dasi dengan rapi. Lampu jalan yang redup menyinari ke dalam memperlihatkan wajahnya yang tampan dengan aura yang lembut. Sharleen bengong dan berkata tanpa sadar, "Apakah sekarang semua sopirnya setampan ini?" Begitu bicara, matanya melihat logo di setir, ternyata mobil Maserati. Dia mengedipkan mata lalu bergumam, "Sekarang Maserati bahkan dipakai untuk menjadi taksi online?" Kilatan nakal melintas di mata pria itu, lalu dia tertawa, "Nggak ada pilihan. Soalnya terlalu miskin, jadi hanya bisa membawa mobil yang menganggur di rumah untuk menjadi taksi online." Sharleen melongo, bibir mungilnya terbuka, "Kalau begitu miskin, apakah kalian punya rumah kosong untuk disewakan?" "Ada." Pria itu menunjuk ke arah kawasan perumahan kaya di belakang. "Di sana ada vila lengkap dengan kolam renang dan lapangan tenis. Mau sewa?" Sharleen tersenyum canggung, "Orang miskin seperti Anda, benar-benar mengubah persepsiku." Pria itu menaruh tangan di setir, tidak langsung jalan, malah menatapnya dengan senyum samar. Tatapan itu membuat bulu kuduk Sharleen berdiri. Astaga, jangan-jangan dia bertemu orang aneh. Katanya ada orang kaya yang menjadi sopir taksi online di malam hari, benar-benar aneh. Tepat saat itu, ponselnya berdering dan terdengar suara kencang dari dalam. "Kamu di mana? Mobilku sudah sampai di lokasi, tapi aku nggak melihatmu." Sharleen refleks membuka jendela dan menoleh ke belakang. Ternyata, di belakang Maserati ada sebuah Honda putih. Kepalanya langsung menjadi kosong.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.