Webfic
เปิดแอป Webfic เพื่ออ่านเนื้อหาอันแสนวิเศษเพิ่มเติม
Cinta yang TerpatriCinta yang Terpatri
โดย: Webfic

Bab 3

Sesampainya di rumah, aku menyibukkan diri di dapur. Saat menjelang tengah malam, Arga belum juga pulang ke rumah. Aku menghubungi Arga, jawaban pria itu selalu mengatakan dia akan sampai setengah jam lagi. Aku memanaskan makanan berkali-kali. Tepat pukul 12 dini hari, Arga dan Lusi baru sampai di rumah. "Lusi, bar yang kita kunjungi sangat menyenangkan. Aku belum pernah sebahagia ini." Hatiku serasa hancur. Dulu aku pernah mengajak Arga pergi ke bar, tetapi Arga justru menceramahi aku. Arga bilang orang-orang yang pergi bar kelakuannya jelek, sehingga dia menasihatiku agar tidak pergi ke bar. Aku tertawa karena meskipun dia adalah manusia serigala, pemikirannya mirip dengan pemikiran orang zaman dulu. Namun ternyata, dia hanya tidak ingin pergi bersamaku. Lusi memukul dada Arga dengan manja. "Ah, kamu cuma gombal." Lusi menghampiriku sambil menggandeng tangan Arga. "Fiona, kalian berdua 'kan dekat. Cepat beri tahu aku, apa dia benar-benar bahagia sekarang?" Arga masih tersenyum. Tangan Arga perlahan melingkari pinggang ramping Lusi. Aku jarang melihat Arga tersenyum lebar seperti ini. Aku tertegun sejenak, kemudian aku mengangguk. "Ya, dia benar-benar bahagia." Saat mengatakannya, anehnya hatiku sedih sekali. Seolah-olah, hatiku tertusuk pisau yang tajam. Semua makanan di meja kulempar ke lantai. Ekspresi Arga langsung muram. "Perusak suasana!" Sambil marah-marah, Arga merangkul Lusi dan naik ke atas. Aku berdiri di pojokan tanpa ada yang memedulikanku. Ujung jariku terasa kebas, seluruh tubuhku keram, dan rasa sakit yang hebat menjalar dari dadaku. Rasanya seperti seseorang menyodokkan tangan ke dalam rongga dadaku, mencengkeram jantungku, lalu memelintirnya dengan keras. Entah sudah berapa lama berlalu, aku baru membuka mata. Aku membersihkan lantai, kemudian masuk ke kamar mandi dengan tertatih-tatih. Dari cermin, kulihat tanda di dadaku makin memudar, hanya terlihat beberapa garis samar. Aku samar-samar mendengar suara wanita dari kamar mandi. Awalnya, kupikir Lusi sedang mandi. Namun, aku mendengar erangan pelan. Jari-jariku mencengkeram pintu dengan erat. Sekujur tubuhku terasa membeku. Tubuh Arga yang berotot, berpadu dengan sosok mungil dan anggun Lusi terlihat dari cermin yang buram. "Ini bukan pengalaman pertamaku, apa kamu masih menyukainya?" "Aku suka, justru lebih baik begitu." Setelah berdiri diam sejenak, aku baru mendapatkan kekuatanku kembali. Aku pergi sambil menggertakkan gigi. Setelah masuk kamar, aku menutup pintu pelan-pelan. Dalam suasana kamar yang sunyi dan gelap, aku berbaring di tempat tidur. Aku ingin menangis, tetapi tidak ada satu pun air mata yang keluar. Saat kesedihan sudah memuncak, lama-lama jadi terasa biasa saja. Esok harinya, aku membuat sarapan untuk mereka berdua. Aku melihat kue ulang tahun di kulkas sudah lenyap. Sebenarnya, sejak umur 18 tahun, aku tidak pernah merayakan ulang tahun. Karena takutnya kalau Arga melihat kue ulang tahun, dia akan teringat momen yang tidak menyenangkan pada perayaan ulang tahunku yang ke-18. Kemarin aku kebetulan lewat toko kue, jadinya aku ingin membeli kue ulang tahun red velvet kesukaanku. Di ruang makan, Arga mengambil krim yang ada di ujung hidung Lusi, lalu memasukkannya ke dalam mulutnya sendiri. "Kamu kayak anak kucing, makan pelan-pelan. Apa kamu kelelahan kemarin?" Wajah Lusi memerah. Kemudian, Lusi menaruh sendok dengan marah. "Semua gara-gara kamu minta terus. Kalau aku nggak makan kue ini, tubuhku masih lemas." "Oke, oke, semua salahku. Nih, aku suapi!"

© Webfic, สงวนลิขสิทธิ์

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.