Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 22

Setelah anak Mitha lahir, dia langsung dibawa untuk menjalani tes DNA. Tapi Mitha sama sekali tidak panik. Ini bukan pertama kalinya dia melahirkan. Dia punya orang kepercayaan di rumah sakit. Riwayatnya begitu bersih. Mulai dari Seno yang sebenarnya masih bisa hidup setahun lagi meninggal lebih cepat, dan bayi Rani yang sempat diculik, semuanya diurus rapi oleh orang kepercayaannya itu.. Untuk tes DNA kali ini, dia hanya perlu menyuruh orang itu memalsukan hasilnya. Mitha menutup mata untuk beristirahat, bersiap untuk menunjukkan kemampuannya di Keluarga Pratama setelah hasil tes DNA keluar. Namun tiba-tiba terdengar keributan di luar pintu kamar pasien. "Kami datang untuk menemui Ibu, kenapa kalian melarang kami masuk?" "Ibu melahirkan adik laki-laki untuk kami, apa salahnya kami ingin menjenguk Ibu?" "Kamu bertanya siapa ibu kami? Ibu kami namanya Mitha. Apa Nenek mengenalnya?" Ibu Arman merasa jantungnya berdebar kencang saat mendengar nama Mitha. Bayi yang baru lahir dari Mitha sangat mirip dengan Arman. Ibu Arman awalnya mulai percaya bahwa ini adalah keturunan Keluarga Pratama. Tapi kemudian dia melihat tiga anak ini. Wajah ketiga anak itu memiliki kemiripan dengan Mitha. Mereka mengatakan bahwa Mitha adalah ibu mereka. "Nenek, ayah kami adalah Bisma Kartono, dan ibu kami adalah Mitha Sireno. Ini kartu keluarga kami." Ibu Arman hampir pingsan saat melihat kartu keluarga itu, tapi tetap berusaha keras mengumpulkan tenaga dan membawa tiga anak itu masuk ke ruang perawatan. Begitu melihat anak-anak itu, Mitha langsung berteriak menyuruh mereka pergi dan berkata dia tidak mengenal mereka. Melihat reaksi Mitha, ibu Arman langsung menyadari kebenarannya. Dia menggelengkan kepala dengan kecewa. "Mengingat kamu telah melahirkan keturunan Keluarga Pratama, aku nggak akan menuntut masa lalumu." "Tapi Mitha, Keluarga Pratama nggak bisa menerima penipu. Pergilah dan jangan pernah kembali lagi." Pada akhirnya, ibu Arman masih berbaik hati padanya. Seketika dia tampak menua sepuluh tahun. Dia membungkuk dan bersiap pergi. Saat pintu kamar terbuka ... Seorang petugas medis yang babak belur dilemparkan ke dalam kamar. Rani tersenyum melihat ibu Arman sambil menunjuk orang di lantai. "Tante, kenapa buru-buru pergi?" "Masih ada pertunjukan yang lebih bagus. Nggak mau menonton lagi?" Ibu Arman gemetar melihat Rani, tapi tetap menahan diri dan berkata dengan tegar, "Kamu sudah cukup menyiksa kami, apa masih kurang?" "Apa lagi yang kamu inginkan!" Rani mengepalkan tinju lalu melepaskannya. "Aku datang dengan niat baik membawa kebenaran." "Apa Tante nggak mau tahu siapa yang telah menyakiti anak bungsumu?" "Apa Tante nggak mau tahu, bayi yang baru saja dilahirkan Mitha sebenarnya anak siapa?" Ibu Arman berhenti melangkah dan menatap orang yang tergeletak di lantai. Orang itu adalah direktur rumah sakit ini, yang selama ini sangat dipercaya oleh ibu Arman. "Dokter Lukman, ada apa?" Dokter Lukman melirik Rani, lalu berlutut di depan ibu Arman untuk meminta maaf. "Aku minta maaf. Ini semua perintah Mitha. Sebenarnya aku nggak mau melakukannya." "Dia bilang Seno sangat menderita saat menjalani kemoterapi. Karena itu, aku menggantinya dengan plasebo." "Tapi Seno jadi nggak terlalu menderita sebelum meninggal. Bukankah itu bagus?" "Selain itu, bayi Nona Rani juga dicuri atas perintah Mitha." "Ini semua bukan salahku." "Dan masih ada ... " Belum selesai dia bicara, Mitha sudah berteriak dan berlari dari tempat tidur. Dia terjatuh ke lantai, lukanya terbuka, persis seperti Rani yang baru saja melahirkan dulu. Meski begitu, Mitha tetap tidak bisa menghentikan ucapan Dokter Lukman. "Tes DNA. Mitha menyuruhku memalsukan hasilnya." "Aku nggak mau memalsukannya, tapi Mitha mengancamku. Dia bilang kalau aku nggak menurut, dia akan menyuruh orang menculik keluargaku. Aku, aku juga nggak punya pilihan." "Nona Rani, aku sudah bilang semuanya. Bisakah kamu melepaskanku?" Dokter Lukman menatap Rani dengan ketakutan. Rani menunjuk Arman yang baru saja tiba tidak jauh dari sana, lalu menatap ibu Arman di sampingnya. "Aku sudah melepaskanmu, tapi aku nggak tahu apakah mereka akan melepaskanmu."

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.