Bab 671
Nindi menatap Belinda yang tiba-tiba muncul. Rupanya, dia benar-benar tidak sabar ingin segera mengeluarkan Serena.
Mia segera maju untuk menghentikan Belinda. "Maaf, Nona Nindi sedang butuh istirahat sekarang."
"Kamu ini siapa, berani-beraninya menghalangi aku?"
Nada bicara Belinda sangat angkuh. Dia sama sekali tidak menganggap Mia penting, melainkan sekadar kacung dari tim humas.
Nindi melirik Mia. "Kamu keluar dulu, aku ingin bicara berdua dengan Nyonya Belinda."
Mia mengangguk. "Nona Nindi, kalau kamu butuh sesuatu, silakan panggil aku kapan saja. Pak Cakra sudah memberiku instruksi sebelumnya."
Belinda melirik Mia yang meninggalkan bangsal, lalu berbalik menatap Nindi. "Nggak kusangka, Cakra mengirim banyak orang untuk mengawasimu."
"Itu hanya tim humas, sama seperti asisten pribadi. Nggak ada hubungannya dengan pengawasan atau nggak."
Jawaban tenang Nindi Lesmana membuat Belinda sangat kesal.
"Nindi, apa kamu terlalu banyak menonton drama? Belum pernah menikmati perlakuan seperti ini, ya?" cibir Belinda.
"Nyonya Belinda, apa kamu lupa? Meskipun Keluarga Lesmana nggak punya kedudukan di Kota Yunaria, Keluarga Lesmana masih memiliki status di Antaram. "
"Dengan level perusahaan Keluarga Lesmana-mu itu, memangnya bisa dianggap berstatus? Jangan menyanjung diri sendiri."
Tatapan Nindi tampak dingin. "Tapi setahuku, bisnis keluarga Morris juga mengalami kemunduran dalam beberapa tahun terakhir. Perusahaan kalian hampir bangkrut. Kalau bukan karena kontrak dan pesanan yang diberikan oleh keluarga Julian, kalian pasti sudah gulung tikar, bahkan lebih buruk dari keluarga Lesmana."
Ekspresi Belinda langsung berubah drastis. "Dari mana kamu dengar gosip murahan itu?"
"Apakah itu hanya gosip atau bukan, Nyonya Belinda sendiri pasti tahu jawabannya. Itulah sebabnya kamu mati-matian ingin Sofia bertunangan dengan Cakra."
"Nindi, berhentilah berpura-pura nggak peduli. Putriku benar. Ekspresimu benar-benar menyebalkan."
Belinda melangkah lebih dekat, menatap tajam Nindi. "Kamu cuma wanita yang sudah ditipu. Apa hakmu berkata seperti itu padaku?"
"Baiklah, langsung saja ke intinya. Apa yang ingin kamu bicarakan?"
Belinda akhirnya menenangkan diri. "Kamu ingin tahu apa yang sebenarnya disembunyikan Cakra darimu, bukan? Aku punya penawaran. Kalau kamu mencabut gugatan dan nggak menuntut Serena lagi, aku akan memberitahumu kebenarannya."
Sebuah kebenaran yang cukup untuk membuat Nindi jatuh ke dalam jurang keputusasaan.
Nindi menatap wanita di depannya dan berkata, "Baiklah."
"Kamu setuju begitu saja? Sepertinya kamu benar-benar peduli dengan rahasia Cakra, ya? Selain mencabut tuntutan terhadap Serena, kamu juga harus putus dengan Cakra dan menjaga jarak darinya!"
Dia menatap Nindi dengan ekspresi penuh kemenangan, seolah-olah dia telah mengendalikan segalanya.
Nindi menatap wanita sosialita di hadapannya. "Apa menurutmu permintaanmu nggak terlalu berlebihan?"
"Berlebihan? Justru ini adalah kesepakatan yang menguntungkan untukmu."
Belinda mendekat, menurunkan suaranya. "Kebenaran ini cukup untuk menjerumuskanmu ke dalam jurang kesedihan, tapi kalau kamu menjauh dari Cakra, setidaknya kamu nggak akan merasa begitu sakit. Aku sebenarnya sedang membantumu."
Nindi mendongak dan mata mereka bertemu.
"Bukankah sudah kubilang padamu, nggak seorang pun boleh mengganggu Nindi saat dia sedang beristirahat?"
Cakra membuka pintu ruangan dengan wajah datar. Dia langsung berjalan ke sisi tempat tidur Nindi, menatap tajam ke arah Belinda. "Kudengar kamu ingin berbicara empat mata dengan Nindi. Apa yang sudah kamu katakan padanya?"
Belinda bertemu dengan tatapan Cakra dan tanpa sadar mundur dua langkah. "Nggak apa-apa. Aku cuma melihat ibumu dalam posisi yang sulit, jadi aku datang untuk berbicara dengan Nona Nindi. Aku hanya ingin dia nggak membuat masalah."
"Cuma itu saja?"
Wajah Cakra begitu tegas. Dia terus mendesak Belinda hingga ketakutan dan mundur ke pintu.
Belinda sedikit kesal. "Cakra, aku datang ke sini demi ibumu. Kenapa kamu bersikap seperti ini padaku?"
"Orang egois seperti kamu, mana mungkin datang demi ibuku. Kamu pasti punya maksud lain, 'kan? Jangan kira aku nggak tahu!"
Belinda hampir kehilangan keseimbangan. "A … aku nggak tahu apa yang kamu bicarakan."
Mungkinkah Cakra tahu apa yang akan dikatakannya?