Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 698

"Kak Wiitan, tapi, aku beneran suka rumah ini," ucap Sania. Sania merasa sangat kesal. Setelah proyek AI rampung, saat itu dia sudah berselisih dengan keluarga Lesmana. Terlebih lagi, saat itu keluarga Lesmana sedang mengalami krisis kebangkrutan. Dari mana mereka mendapatkan dana sebanyak itu untuk membeli vila? Witan seketika merasa kesal. "Sania, aku sudah janji bakal kasih vila seharga rumah ini buat kamu, aku juga bakal tulis atas namamu. Masa sekarang kamu suruh aku berlutut dan mohon ke Nindi?" Melihat Witan tampak mulai kesal, barulah Sania berhenti berbicara. Setelah menyantap makanan, Nindi berdiri, kemudian menatap ke arah Sania dan Witan. "Hari ini aku bakal urus balik nama, mulai sekarang rumah ini milikku." Witan menjawab dengan sinis. "Cuma rumah tua begini, apa istimewanya sih?" "Kalau gitu, kalian cari tempat tinggal lain saja, aku nggak sudi tinggal bareng kalian!" ucap Nindi. Setelah selesai berbicara, Nindi segera berbalik dan beranjak pergi. Witan tampak sangat kesal. "Kak Darren, lihat tuh Nindi! Sombong banget! Kamu beneran nggak mau kasih dia pelajaran?" "Keluarga Lesmana sekarang bergantung ke Nindi, termasuk kamu. Jadi, Witan, jangan cari gara-gara sama dia. Kalau sampai keluarga ini bangkrut, kamu juga bakal jatuh miskin," ucap Darren. Witan seketika bungkam dan berdecak sinis. "Kurasa, nanti Nindi juga bakal dibuang kalau orang itu sudah bosan." Saat itu tiba, Nindi harus mendapatkan pelajaran yang setimpal. Sementara itu, Sania menundukkan kepala, diam-diam dia merencanakan masa depannya. Setelah meninggalkan vila keluarga Lesmana, Nindi segera menuju pusat transaksi properti untuk mengurus peralihan nama, sekaligus merapikan seluruh aset miliknya. Dengan sertifikat properti baru yang berada di tangannya, suasana hatinya seketika membaik. Di kehidupan sebelumnya, dia diusir dari tempat ini dan terpaksa hidup terlunta-lunta di jalanan. Namun, kali ini, dia berhasil mendapatkan rumah itu. Sekarang, yang semestinya diusir dari sana adalah keluarga Lesmana, bukan dirinya. Nindi kembali ke kampus dengan perasaan gembira. Dia langsung menuju kelas untuk mengikuti pelajaran, tetapi entah mengapa, tatapan semua orang berbeda dari biasanya. Nindi duduk di sebelah Galuh dan berbisik. "Ada apa sih? Wajahku ada yang aneh, ya?" "Aku juga baru baca pesan dari Yanisha, katanya ada yang nyebarin gosip buruk soal kamu," ucap Galuh. Nindi meraih ponsel Galuh dan melihat foto dirinya yang diambil semalam ketika turun dari mobil Cakra. Bahkan, ada pula foto saat dia memegang Tas Caniel itu. Kejadian ini direkayasa, "Seorang pria kaya raya mengantarkan mahasiswi baru tercantik di Universitas Yasawirya kembali ke kampus dan menghabiskan uang untuk membelikannya barang-barang mewah." Unggahan itu sangat populer, semua orang penasaran siapa sosok pria di dalam mobil mewah itu? Apa Nindi memang menjadi simpanan seseorang? Berbeda dengan sebelumnya, kali ini tanggapan orang-orang lebih terkendali dan tidak lagi dipenuhi dengan hinaan serta cercaan. Tampaknya, kejadian terakhir kali saat ponsel terkunci memang berhasil membuat semua orang lebih berhati-hati dalam bersikap. Nindi melirik sekilas, lalu menyerahkan ponselnya kepada Galuh. "Oke, aku ngerti." "Orang-orang ini cerewet banget, ya? Di depan Universitas Yasawirya 'kan banyak mobil mewah lewat, kenapa cuma kamu yang difoto dan dijadikan bahan gosip? Cuma tas doang, lagian kamu juga bisa beli sendiri," ucap Galuh. "Aku punya ide, kamu tenang saja," ucap Nindi. Nindi telah menemukan siapa yang membuat unggahan itu. Dia adalah senior dari jurusan jurnalistik dan tampaknya juga anggota klub jurnalistik. Hal ini wajar, mengingat jurusan jurnalistik menghadiri acara besar seperti ini. Nindi membaca sekilas pengumuman dari Perusahaan Patera Akasia. Besok akan diadakan seminar dan diskusi mengenai AI di kampus. Kebetulan sekali. Setelah pelajaran usai, Nindi meninggalkan kelas dan bersiap menuju Perusahaan Patera Akasia. Namun, di tengah perjalanannya, dia bertemu dengan sekelompok anak konglomerat dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Serena menatap Nindi dari ujung kepala hingga kaki. "Ck ck, katanya kamu jadi simpanan om-om, ya?" Dia mengatakan bahwa Nindi adalah perempuan murahan dan sudah pasti materialistis. Jika Cakra mengetahuinya, pria itu pasti akan mencampakkannya. Nindi turut meniru sikap angkuh Serena dan menatapnya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Akhirnya, tatapan tajamnya jatuh ke celana panjang yang Serena kenakan. "Eh, katanya kamu pakai borgol kaki elektronik, ya? Kasih lihat kita dong!"

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.