Bab 705
Nindi langsung menuju kamar mandi. Ketika sedang mencuci tangan, dia menyadari bahwa Sofia ikut masuk ke dalam.
Dia tersenyum ringan, lalu menoleh ke Sofia yang berjalan ke arahnya, "Nona Sofia, kebetulan sekali."
"Bukan kebetulan, aku memang sengaja mencarimu."
Sofia mendekat, matanya menatap Nindi sambil terbayang kembali adegan barusan, saat wanita ini berdiri begitu dekat dengan Cakra.
Dia pun menekan sudut bibirnya, "Nona Nindi, aku benar-benar nggak menyangka, ternyata kamu sudah sejauh ini. Masih muda, tapi sudah jadi penanggung jawab teknis, bahkan bisa mewakili perusahaan berbicara di depan umum."
"Terima kasih atas pujiannya, Nona Sofia."
Nindi jelas tidak berniat buang-buang waktu di tempat ini.
Namun, Sofia tampak belum puas, "Aku yakin kamu tahu kalau Nenek Andrea nggak pernah menyukaimu. Dia juga nggak akan pernah setuju kalian bersama. Cakra sangat berbakti pada keluarganya, dia nggak mungkin melawan ucapan orang tua."
Tatapan Nindi langsung mendingin, "Nona Sofia, apa maksud semua omongan ini? Kalau ada yang mau kamu sampaikan, langsung saja. Aku masih ada urusan setelah ini."
"Nona Nindi, aku cuma mau mengingatkan kamu, jangan terlalu berharap. Kamu dan dia nggak akan pernah mungkin bersama. Kecuali kamu rela selamanya hidup dalam bayang-bayang, sebagai selingkuhan."
Nindi seketika tertawa begitu mendengar kata selingkuhan.
Dia menatap tajam Sofia, "Orang pertama yang ingin jadi selingkuhan duluan, bukankah itu kamu?"
Nindi melangkah maju, sedangkan Sofia secara refleks mundur saat merasa terpojok, "Kamu … kamu jangan asal bicara! Aku dan Cakra tumbuh bersama sejak kecil, kami ini teman masa kecil!"
"Sudahlah, kamu bilang teman masa kecil, memangnya Cakra pernah peduli padamu, ya? Kamu tahu aku pacaran dengannya, jadi kamu cemburu, 'kan? Karena bahkan kesempatan itu pun kamu nggak punya!"
Ekspresi Sofia berubah seketika, tak mampu lagi menahan amarah.
Dia pun membalas dengan tanpa bisa menahan diri, "Nindi, aku cemburu sama kamu?"
"Tentu saja! Kalau nggak cemburu, kenapa dulu kamu diam-diam ambil ponsel Cakra dan bilang kalian pacaran? Padahal malam itu Nenek Andrea sedang kritis di rumah sakit!"
Sofia mulai tampak gugup, "Kami memang sedang bersama malam itu … kami juga ada di rumah sakit … jadi aku nggak bohong."
"Tapi besoknya kamu bilang kalau kalian sudah tunangan, lalu menyuruhku mundur biar aku nggak jadi orang ketiga. Padahal pertunangan itu cuma gosip buatanmu sendiri! Mana pernah ada kejadian begitu!"
Sorot mata Nindi kini penuh ejekan. Setiap kata yang dia ucapkan menusuk hati Sofia sedalam-dalamnya.
Sofia akhirnya kehilangan kendali, "Kamu pikir kamu siapa, hah? Kamu itu wanita murahan yang cuma bisa mengejar uang! Kamu mana pantas buat dia!"
"Bukannya kamu suka Cakra gara-gara status dan kekayaannya? Bukannya karena keluarga kalian sedang dalam krisis keuangan, itu sebabnya kamu dan ibumu buru-buru cari pasangan yang bisa menyelamatkan reputasi keluarga kalian?"
Begitu Nindi selesai bicara, raut wajah Sofia langsung berubah tegang.
Sofia sontak naik pitam, "Omong kosong! Sekalipun bisnis keluarga kami lagi ada masalah, tetap saja jauh lebih baik dari keluarga Lesmana! Kakakmu saja jadi suami yang cuma bisa numpang, kelihatan jelas mau naik kasta ke kalangan atas!"
"kakakku memang begitu orangnya. Untuk hal itu, kamu nggak salah lihat."
Nindi tidak keberatan mengakui, karena yang dibicarakan adalah keluarga Lesmana, bukan dirinya.
Dia menatap Sofia tajam, "Kalau memang suka Cakra, ya hadapi pria itu, kenapa malah menyerang pacarnya?"
Setelah itu, Nindi berbalik dan langsung melangkah keluar dari kamar mandi.
Sofia menatap punggung Nindi yang menjauh. Amarah memenuhi dadanya, sampai-sampai kata-kata yang sudah dia siapkan pun menguap begitu saja.
Tak lama kemudian, suara wanita lain terdengar di belakangnya, "Kak, kamu nggak apa-apa? Tadi Nindi nyakitin kamu, ya? Wanita jalang itu memang pandai berkilah, kamu harus lebih hati-hati ke depannya."
"Nggak apa-apa. Tapi kamu benar, Nindi itu bukan wanita biasa."
Sofia merasa dirinya terlalu meremehkan Nindi.
"Kak, bukankah kamu bilang dulu Nenek Andrea nggak setuju mereka berdua bersama? Tapi kok sekarang mereka malah kelihatan makin dekat."
"Aku juga awalnya pikir begitu, itu sebabnya tadi aku coba pancing Nindi. Tapi ternyata dia sengaja mundur selangkah supaya kita lengah."
Tatapannya beralih ke Serena, "Mulai sekarang, awasi gerak-geriknya di kampus. Tapi ingat, jangan sampai dia punya celah buat balas menyerang, paham?"
"Aku ngerti, Kak. Tenang aja, aku pasti hati-hati. Aku nggak akan biarin wanita murahan itu ngancam kamu lagi."
Sejak kecil, Serena sudah mengidolakan sang kakak. Baginya, mustahil membiarkan Nindi merebut pria yang kakaknya sukai.
Sofia mengusap pipi adiknya dengan lembut, "Tenang saja, suatu hari nanti Kakak bakal cari cara buat lepasin alat pelacak di kakimu itu."