Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 12

Nadine menarik napas dalam-dalam, tidak ingin membuat masalah untuk firma hukumnya. Jadi berusaha menampilkan senyum sopan, "Pak Arvin, ha ...." Namun kata "halo" di kalimatnya belum sempat keluar, Arvin sudah mengalihkan pandangan. Dengan sikap sombong khas pihak klien besar, dia sama sekali tidak memberi tanggapan dan langsung berjalan pergi bersama rombongan eksekutif. Nadine, "..." Berengsek! ... Anggota tim proyek tidak menyangka baru datang saja sudah bisa ketemu langsung dengan CEO Grup Gupta. Begitu rombongan dari Grup Gupta pergi, kantor pun langsung heboh. "Gila, gila, gila! CEO mereka ganteng sekali!" "Kelihatannya masih muda ya. Nggak tahu sudah nikah belum, benar-benar tipe pria ideal!" "Lupakan saja, Pak Arvin sudah punya pacar." Jantung Nadine langsung berdebar, gerakannya membuka laptop berhenti dan diam-diam pasang telinga. Orang yang bicara adalah seorang gadis cantik yang membawa tas merek Vitton, bernama Cindy. Keluarganya punya perusahaan kecil dan tahu banyak gosip. Cindy mengangkat dagu, dengan ekspresi bangga seperti punya info penting, "Pacar Pak Arvin adalah anak orang kaya, mereka teman masa kecil. Sepertinya bernama Talia." Talia. Oh, jadi di luar sana, pasangan Arvin tidak berhubungan dengan dirinya. Nadine menunduk, tidak tahu harus merasa lega atau mentertawakan nasib sendiri. "Punya pacar juga nggak masalah, orang kaya susah ditebak." Orang lain berkata. "Bukankah barusan Pak Arvin sempat melirik Nadine! Nadine kita sangat cantik!" Nadine sampai bingung kenapa obrolan bisa tiba-tiba beralih ke dirinya yang seorang pegawai magang dan buru-buru mengayunkan tangan, "Pak Arvin kelihatannya kaku, nggak ramah, susah didekati, dan membosankan. Bukan tipe yang aku suka." "Dasar! Kamu yang memilih orang sekarang!" Cindy memutar mata. "Pak Arvin mana mungkin tertarik sama orang sepertimu!" Nadine, "..." Ya, memang benar, mereka bahkan sudah mau cerai! Nadine diam-diam melepas cincin berlian dari jari manisnya dan memasukkannya ke dalam tas, tidak ada yang memperhatikannya. Setengah jam kemudian. Tim firma hukum dan divisi hukum perusahaan berkumpul di ruang rapat untuk pertemuan awal. Begitu semua orang duduk, seorang pria tinggi, dengan bahu lebar dan berpinggang ramping mengenakan setelan jas masuk ke ruangan. "Pak Arvin, kenapa Anda ...." Kepala divisi hukum yang melihat Arvin tiba-tiba muncul langsung berdiri menyambutnya. Dion berbicara mewakilinya, "Pak Arvin datang untuk ikut mendengarkan." Alasan kenapa dia tiba-tiba mau ikut mendengarkan, tentu saja tidak perlu dijelaskan ke bawahan. Nadine penuh tanda tanya. Serius? Ini hanya rapat awal, bukan laporan hasil akhir yang penting. Buat apa orang sepenting Arvin datang? Apa dia tidak ada pekerjaan? Saat mengingat gosip Arvin yang barusan dibicarakan rekan-rekannya, Nadine jadi tidak mau melihat wajah orang itu. Untungnya Nadine hanya pegawai magang, jadi dia memilih duduk di sudut paling jauh dari Arvin. Arvin duduk di kursi utama, mendengarkan Welton memaparkan rencana sambil membuka berkas di depannya. Tiba-tiba, entah kenapa tangannya bergetar .... Kopi tumpah ke atas dokumen. "Pak Arvin?" Kepala divisi hukum menatap Arvin dengan gugup, mengira ada yang masalah dengan rencana itu. "Ganti yang baru," kata Arvin tenang, sambil menyeka kopi di tangannya. Kepala divisi hukum mau menyerahkan dokumen miliknya. Arvin mendongak, matanya menatap sudut paling jauh, "Nona Nadine, berkas kamu boleh aku pinjam?" Nadine, "?" Begitu dipanggil, Nadine mendongak dengan ekspresi yang jelas menuliskan kalimat di wajahnya, Arvin, apakah kamu kurang waras? Dia curiga Arvin sengaja. Tapi dia tidak punya bukti. Sebagai pihak kedua yang posisinya rendah, dia juga tidak bisa langsung menuduh klien besar semacam itu! "Ingatan Pak Arvin memang luar biasa. Pagi tadi aku hanya menyebut nama Nadine sekilas, tapi Anda langsung mengingatnya." Welton segera menjilatnya, lalu berbalik mendesak Nadine. "Cepat kasih ke Pak Arvin?" Bagi Welton, pegawai magang seperti Nadine punya berkas atau tidak, bukan masalah besar. Sebagai pegawai magang kecil dari pihak kedua, Nadine jelas tidak bisa menolak permintaan dari CEO pihak pertama. Dia berdiri dengan enggan, segera menenangkan diri, lalu berjalan mendekat dan menyerahkan dokumen itu dengan kedua tangan, "Silakan." Saat dokumen berpindah tangan, jari mereka bersentuhan. Nadine merasa sangat panas, sensasi kesemutan membuat tubuhnya bergetar. Dia refleks melirik Arvin, tapi pria itu sudah menunduk membaca dokumen, seolah sentuhan tadi hanya kebetulan dan tidak merasakan apa pun. "..." Nadine berbalik dan hendak kembali ke tempatnya. "Tunggu." Arvin tiba-tiba berkata. Nadine, "..." Sial! "Nona Nadine." Dokumen diletakkan di atas meja, Arvin menunjuk bagian pojok kanan bawah. "Ini maksudnya apa?" Nadine menoleh, di pojok kanan bawah ada gambar wajah kecil yang sedang memutar bola mata disertai tulisan "peace". Nadine, "..." Pak Arvin jarang berselancar di internet, tentu saja dia tidak paham bahasa gaul kekinian. Nadine menjelaskan sambil tersenyum tulus, "Peace, maksudnya damai." Semua orang, "?" Ada apa ini? Pak Arvin menguasai delapan bahasa, memangnya kamu perlu menerjemahkan arti kata peace? Kepala divisi hukum bahkan sampai menjulurkan leher ke depan, ingin melihat apa yang ditulis Nadine di situ, tapi sayangnya tidak kelihatan. Dia kecewa berat! Semua orang menunggu Pak Arvin marah. Tapi ternyata Arvin diam saja. Tatapannya malah melihat jari manis kiri Nadine, cincin kawin berlian mereka, sudah tidak ada. Kehadiran Arvin membuat seluruh tim Welton dan karyawan divisi hukum tegang. Untungnya, Arvin tidak bicara lagi, seolah benar-benar hanya iseng ikut rapat. Nadine kembali ke tempat duduknya. Entah kenapa dia merasa ada tatapan panas dan menekan dari arah lain. Tapi begitu dia mendongak, Arvin ternyata sama sekali tidak menatapnya. Wajar saja, Arvin memang tidak punya perasaan apa pun padanya, mana mungkin mau melihatnya. Setelah rapat selesai. Arvin langsung membuka ponselnya dan mencari arti kata lain 'peace' di internet. Oh, arti gaulnya adalah ternyata bukan urusanmu! "Ckck." Arvin sampai tertawa karena kesal. ... "Nadine, kamu kenal dengan Pak Arvin, ya?" Begitu kembali ke ruang kerja tim hukum, Cindy langsung menanyakan hal yang membuat semua orang penasaran. "Nggak kenal." Nadine menggeleng tanpa ragu. Cindy menatap curiga dan tidak percaya, "Terus kenapa tadi di ruang rapat, dari semua orang yang ada, Pak Arvin malah minta dokumen darimu?" "Mungkin karena aku pegawai magang paling nggak penting di ruangan itu. Jadi walaupun aku nggak punya salinan dokumen, proyeknya tetap aman-aman saja." Nadine bicara dengan ekspresi polos. "Kalau aku memang punya hubungan dengan Pak Arvin, kenapa kepala divisi hukum saja nggak kenal aku?" Semua orang akhirnya percaya. Cindy mendengus puas, "Nadine, kamu tahu dengan mereka Glamor, 'kan? Merek perhiasan mewah di bawah Grup Gupta. Itu merek yang diperebutkan para artis top untuk menjadi duta mereknya. Pak Arvin malah kasih ke pacarnya sebagai hadiah. Jadi, sebaiknya kamu jangan punya pikiran aneh-aneh!"

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.