Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 11

Mana mungkin? Tidak mungkin, itu mustahil .... Nadine itu manja dan angkuh. Dari kecil Arvin sudah tidak menyukainya. Mereka menikah tiga tahun tapi jarang bertemu, Arvin jelas tidak mungkin tiba-tiba jatuh cinta pada Nadine! Alarm bahaya di hati Talia berbunyi keras, rasa sakit di pergelangan kakinya semakin menjadi. Dia memaksakan diri tersenyum, "Tapi bukankah kalian sudah mau bercerai?" "Dengar dari siapa?" Arvin mengangkat mata melihatnya dengan tatapan dingin. "Dengar ... dengar dari Nadine sendiri. Lagi pula tadi dia juga menyuruh pengacaramu menghubunginya, 'kan?" Talia tidak paham kenapa dia bisa merasakan ketidakpuasan di mata Arvin. Talia diam-diam meneteskan obat mata, "Nadine memang agak kekanak-kanakan, perasaannya juga nggak stabil. Waktu SMP saja dia sering kirim surat cinta pada pria yang beda-beda, tapi itu sudah masa lalu." Talia tidak sabar ingin tahu jawabannya. "Kak Arvin, jadi sekarang kamu dan dia berencana ...." "Nggak." Arvin berdiri, bersiap pergi. "Nggak ada rencana cerai. Istirahatlah yang baik." Talia terbaring lemas di ranjang rumah sakit, menatap punggung pria itu yang menjauh. Di luar sana semua orang bilang Arvin suka padanya. Tapi sampai sekarang, dia belum pernah mendengar pengakuan itu langsung dari mulut Arvin. ... Dion sudah menunggu di luar gedung rawat jalan. Arvin masuk ke mobil, "Bukankah aku menyuruhmu mengantar Nadine pulang?" Dion menjawab, "Eh ... Nyonya bilang dia nggak tinggal di Vila Morance lagi. Katanya mau pulang ke apartemennya sendiri." "Waktu kamu ketemu dia, dia kelihatan marah?" "Lumayan marah." "Marah karena aku bersama Talia?" Arvin teringat Nadine bilang jijik, membuat alisnya berkerut tidak senang. Dion menggeleng, "Nyonya marah gara-gara aku menyalip mobilnya." Arvin, "..." Dion berkata dalam hati, Nyonya bilang dia tidak mau dengan Anda lagi. Tapi dia sayang nyawanya, jadi tidak mengatakannya! Kalau dia salah, silakan potong bonusnya saja, asal jangan suruh dia ikut campur urusan rumah tangga bos dan nyonya! Itu benar-benar memperpendek umur! "Pak Arvin, rapat dewan direksi masih menunggu. Kita kembali sekarang?" Dion melirik jam tangan, sudah dua jam berlalu. Dia benar-benar heran, entah urusan apa yang membuat Pak Arvin meninggalkan rapat direksi di tengah jalan. Rapat dewan direksi kali ini pasti akan menyulitkan Pak Arvin. Arvin hanya menjawab ya, lalu menambahkan perintah, "Kontrak pengiriman laut yang tadinya mau dikasih ke Keluarga Wenusa batalkan saja." "Dibatalkan?" Dion terkejut. "Baik." Kontrak itu sebenarnya hadiah cuma-cuma Arvin pada ayah mertuanya, Fredi. Sekarang malah disuruh batalkan ... sejak kapan Keluarga Wenusa menyinggung Pak Arvin? "Pak Arvin, masih ada satu hal lagi." Dion menyalakan mesin mobil Maybach. "Nyonya sedang magang di Firma Hukum Sentra dan firma hukum tersebut baru saja memenangkan tender proyek akuisisi Perusahaan Multi Media. Minggu depan mereka akan mulai turun ke lapangan untuk melakukan pemeriksaan dan wawancara di perusahaan kita." Firma Hukum Sentra adalah salah satu firma hukum terbaik di negeri ini, disebut-sebut sebagai tempat lahirnya para pengacara top. "Mereka mengikutsertakan pegawai magang?" Arvin bertanya santai. Dion adalah asisten CEO, memiliki wewenang setara kepala divisi, termasuk jajaran eksekutif. Jadi, bagaimana mungkin dia akan menanyakan apakah tim hukum eksternal yang ditunjuk untuk akuisisi itu akan membawa pegawai magang atau tidak? Namun, sebagai orang kepercayaan bos, kemampuan menebak situasi tentu harus ada. Dion asal bicara dengan wajah serius, "Proyek akuisisi ini skalanya besar, wajar saja kalau mereka membawa pegawai magang." Arvin tidak bertanya lagi. Dia membuka WhatsApp dan mentransfer uang delapan digit ke akun Owen. Remaja yang kecanduan game online langsung membalas, [Terima kasih uang jajan, Kakak Ipar! Lain kali aku akan memberimu kabar lagi!] Orang yang menelepon Arvin dan memintanya datang ke rumah Keluarga Wenusa bukanlah Talia. Melainkan Owen. Waktu itu Owen bilang, "Kakak Ipar, Nadine ditindas di rumahku!" ... Nadine yang mendadak dimasukkan ke tim proyek akuisisi Perusahaan Multi Media, benar-benar merasa bingung. Proyek akuisisi Perusahaan Multi Media adalah proyek terbesar yang berhasil dimenangkan firma hukum mereka dalam setahun terakhir. Para mitra kerja sangat menaruh perhatian pada hal ini, anggota tim dipilih berkali-kali dan sudah menandatangani perjanjian kerahasiaan seminggu yang lalu. "Sekarang ini gadis muda hanya modal muka cantik saja sudah berani main cara curang. Memangnya pegawai magang pantas masuk ke proyek ini?" kata manajer proyek dengan nada sinis di dalam mobil menuju perusahaan klien. Manajer proyek bernama Welton Samantara, pria berusia tiga puluhan dengan setelan rapi dan rambut disisir ke belakang. Nadine menatap ke luar jendela, pura-pura tidak mendengar. Dia tahu dari segi kampus, IPK, dan pengalamannya adalah yang paling menonjol di antara para pegawai magang lain. Dia masuk ke tim proyek atas keputusan langsung mitra utama. Dia tidak merasa malu sedikit pun! Bisa belajar hal berharga dari proyek ini jauh lebih penting! Karena sebelumnya bukan anggota tim proyek, Nadine tidak tahu siapa klien proyek ini maupun isi detailnya. Sampai mobil kantor berhenti di depan gedung besar yang sangat familier, Grup Gupta. Nadine baru teringat kalau dia pernah mendengar Arvin menelepon urusan kerja dan waktu itu disebutkan kalau Grup Gupta berencana mengakuisisi Perusahaan Multi Media! Jadi klien proyek ini adalah Grup Gupta! Kalau sampai bertemu Arvin di perusahaan .... "Nadine, kenapa kamu bengong saja? Pertama kali masuk kantor pusat perusahaan besar jangan kelihatan seperti orang kampung, nanti merusak citra profesional firma hukum kita!" Welton kesal melihat pegawai magang ini. "Maaf." Nadine menunduk, malas berdebat dengannya. Grup Gupta sebesar ini, Arvin adalah CEO yang super sibuk. Mereka seharusnya tidak akan bertemu. Lagi pula, bahkan di kalangan eksekutif pun, hanya segelintir orang yang tahu seperti apa wajah istri Arvin sebenarnya. Kemungkinan bertemu orang yang mengenal dirinya sangat kecil. Namun, baru saja dia berpikir begitu, sekelompok orang yang memakai jas keluar dari dalam. Orang di tengah yang dikelilingi bak artis adalah orang yang dua menit sebelumnya dia pikir tidak mungkin ditemuinya, Arvin! Hari ini dia mengenakan setelan abu-abu tua, dengan dasi biru tua, hadiah dari Nadine saat mengikuti pertukaran pelajar ke Universitas Camridge dulu. "Pak Arvin, ini beberapa anggota tim proyek dari Firma Hukum Sentra. Mulai hari ini mereka akan ditempatkan di kantor kami." Karyawan Grup Gupta yang mengantar memperkenalkan kedua pihak. "Pak Welton, ini Pak Arvin." Welton langsung tersenyum lebar, berusaha menjabat tangan Arvin. Namun sebelum tangannya terangkat, tatapan Arvin sudah melewati dirinya dan melihat Nadine yang ada di belakangnya. Arvin menatap wajah Nadine. Wajah seputih porselen, bekas tamparan mencolok di pipinya sudah hilang. Nadine menunduk, tampak seperti pegawai magang yang belum pernah melihat dunia. "Pak Arvin, ini anggota baru di tim kami, namanya Nadine." Welton menarik sedikit lengan baju Nadine, memberi isyarat dengan mata. "Nadine, cepat sapa Pak Arvin." Dion melihat gerakan kecil Pak Welton yang berani menarik lengan baju istri bos, jantungnya langsung berdebar. Bicara pakai mulut saja, kenapa main tangan! Dia refleks menoleh ke arah bosnya dan benar saja, tatapan Arvin kini jauh lebih dingin. Nadine akhirnya terpaksa mengangkat kepala dan pandangannya bertemu Arvin. Tatapannya tenang, bahkan sedikit menantang, seolah di wajahnya tertulis, lihat apa kamu! Arvin malah menaikkan alisnya sedikit, dengan ekspresi penuh minat. Nadine langsung paham maksud tersembunyi di balik tatapan itu, siapa yang bilang sebelum pengacaramu menghubungiku, kita nggak perlu bertemu? Nadine, "..."

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.