Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 6

Lana terdiam sejenak. Hanya dalam sekejap itu, berbagai kata terlintas dalam benaknya. Akhirnya, dia merasa tidak perlu. Suatu hari nanti, Jodi pasti akan tahu. Kalau begitu, lebih baik sekarang saja memberi tahu Jodi. "Ya. Kita bercerai saja." Cerai. Satu kata itu, jika dulu diucapkan, bahkan tidak akan terlintas di benaknya. Dia mencintai Jodi, amat sangat mencintainya. Bagaimana mungkin dia ingin bercerai dari pria itu. Bahkan saat beberapa hari lalu baru mengetahui kebenaran, Lana berpikir, mengucapkan satu kata ini pasti sangat menyakitkan hati. Namun, ketika dia benar-benar mengucapkannya, Lana justru merasa tenang. Napasnya pun luar biasa stabil. Ternyata, dia benar-benar tidak peduli lagi pada Jodi. Namun, baru saja kata-katanya selesai, Jodi malah menertawakannya. "Apa kamu bilang?" "Cerai. Karena kamu nggak mencintaiku, kita nggak perlu saling menyiksa." Lebih baik melepaskan satu sama lain dan menjalani hidup dengan baik. "Lana, kamu berpura-pura apa? Cerai? Apa kamu rela?" Jodi begitu percaya diri. Percaya diri bahwa wanita di depannya tetap si bodoh yang dulu mencintainya mati-matian. Percaya diri bahwa Lana tetap saja wanita yang cemburu, marah sebentar, lalu akan kembali manja padanya. "Sudahlah, jangan marah. Wendy sekarang sedang di ruang gawat darurat, butuh transfusi darah segera. Golongan darahmu cocok dengannya, kamu harus mendonorkan darah." Sambil berkata begitu, dia memanggil dokter. Mata Lana membelalak. "Kamu mau melakukan apa?" "Hanya mendonorkan sedikit darah, nggak akan terjadi apa-apa." Tubuhnya sekarang lemah, berjalan dua langkah pun akan ngos-ngosan. Tidak lama lagi, Lana harus menjalani operasi, tapi Jodi malah disuruh mendonorkan darah untuk Wendy? "Jodi, kamu gila? Aku sekarang ... ah!" Lana berusaha melarikan diri. Namun, dokter yang dibawa Jodi menarik lengannya. Jodi menatapnya dengan tatapan sedingin es. "Wendy terluka karena kamu, bukankah seharusnya kamu bertanggung jawab? Lagi pula, kamu dokter, menyelamatkan nyawa memang kewajibanmu." "Tapi yang melukainya bukan aku! Dia juga bukan pasienku! Kenapa harus aku!" Lana berteriak dengan marah. Namun, dia sendirian, mana mungkin melawan sekelompok orang itu. Jarum suntik menusuk pembuluh darahnya. Lana hanya merasa pandangannya gelap, lalu dia hilang kesadaran. Saat terbangun, seluruh tubuhnya pegal dan sakit. Sakit di dalam organ-organ tubuhnya hampir merambat ke seluruh tubuhnya. Lana duduk. Di luar, langit sudah gelap. Kedua lengannya penuh dengan bekas tusukan jarum yang mengerikan, dan berdarah. Jodi bahkan tidak terpikir untuk merawat lukanya. Lana berguling turun dari tempat tidur untuk mencari dokter. Saat melewati kamar sebelah, terdengar tawa dan canda yang familier. Melalui celah pintu, dia melihat Jodi dengan lembut memberi Wendy makan bubur, sementara Hans dengan antusias memberinya anggur. Dua pria yang dulu dia rawat sendiri, kini melayani wanita lain bersama-sama. "Kak Jodi, bukankah Kak Lana akan operasi? Kamu dan Hans menemaniku di sini, dia nggak akan marah, 'kan?" "Hanya operasi kecil saja. Dia 'kan dokter, apa yang ditakutkan?" Jodi tidak peduli, tetap dengan hati-hati menyuapkan bubur. Seolah-olah wanita yang dia sebutkan itu orang yang tidak penting. Lana merasa ironis. Dia berbalik dan pergi. Lana tetap menjadi perhatian khusus rumah sakit, operasinya dilakukan langsung oleh direktur. Ditambah dua anggota keluarga yang dulu diselamatkannya, sekarang menjadi pendonor ginjal. Operasi itu berhasil. "Dokter Lana, semoga ke depannya kamu hidup hanya untuk dirimu sendiri." Membantu orang lain memang kewajiban tertinggi seorang dokter, tetapi nilai diri seseorang adalah menjalani hidupnya sendiri. Lana mengerti. "Aku nggak akan lagi mengorbankan diri untuk orang yang nggak pantas." Jodi Kusuma. Atau Hans. Dia tidak peduli lagi.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.