Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 4

Alisya berdiri tidak jauh dari Keisha. Dia mendengar semua itu dalam diam dan tanpa kata. Keisha berjalan dengan penuh percaya diri. Dia menatap Alisya dengan tatapan tidak suka. "Bagus juga kerjamu menyiapkan pesta ini. Tapi ada sedikit yang kurang. Gaunku jadi kotor karena nggak ada karpet merah di sini. Demi menebus kesalahanmu ini, cepat bantu aku mengangkat gaunku." Alisya menunduk, lalu membalas dengan nada biasa. Tidak terdengar sombong atau merendah. "Tunggu sebentar, ada karpet merah di belakang. Biar aku suruh orang memasangnya." Raut wajah Keisha sontak menggelap saat melihat Alisya berani menolak. Kebetulan, Marvin berjalan masuk. Begitu melihat ekspresi muram Keisha, dia langsung menghampiri wanita itu. "Kenapa?" "Marvin, aku nggak mau gaunku kotor. Aku menyuruh sekretarismu bantu angkat gaunku saja dia nggak mau. Apa dia masih dendam padaku gara-gara kejadian waktu itu?" Marvin merangkul Keisha yang tampak tersakiti. Dia lalu menatap Alisya dengan dingin. "Bantu angkat gaun kan masih termasuk tugasmu. Kamu juga bukan baru sehari ini jadi sekretaris, masa urusan begini saja nggak bisa kamu tangani?" Para tamu di sekitar langsung berbisik-bisik dan bersikap sinis. "Beraninya seorang sekretaris cari gara-gara sama Nona Keisha? Seharusnya dia sadar diri!" "Beda orang beda nasib. Nona kaya memang terlahir buat dimanja. Disuruh bantu angkat gaun oleh orang seperti itu merupakan suatu kebanggaan. Jangan malah nggak tahu terima kasih." Sorot mata Alisya jadi makin suram mendengar ucapan barusan. Dia berusaha menahan diri, lalu akhirnya membungkuk dan mengangkat gaun Keisha. Keisha menggandeng Marvin dan berjalan menuruni tangga. Dia sengaja mau menyiksa Alisya. Ujung gaun Keisha penuh hiasan mutiara. Alisya bantu memeganginya sampai tangannya pegal dan mati rasa. Tapi dia cuma bisa menahan semuanya. Keisha masih belum puas. Dia menyuruh orang menuangkan banyak anggur, lalu memanggil Alisya. "Aku lagi nggak mau minum hari ini. Tapi karena teman-temanku sudah datang, nggak enak kalau menolak. Kamu gantikan aku menghabiskan anggur-anggur ini, ya." "Aku alergi alkohol ... " "Marvin, coba lihat dia!" Alisya baru mau menjelaskan, tapi Keisha sudah lebih dulu berkata dengan manja. Marvin sebenarnya tahu kalau Alisya alergi alkohol. Tapi demi menyenangkan Keisha, dia tetap mengangguk. "Kamu bawa obat alergimu, 'kan? Minum saja dulu obatnya, lalu baru habiskan anggurnya. Seharusnya nggak masalah." Cara bicara Marvin seperti tidak menerima penolakan. Hati Alisya bagaikan jatuh ke jurang saat mendengarnya. Wajahnya memucat, dia mengeluarkan obatnya dalam diam. Alisya langsung meminum beberapa pil sekaligus. Tidak lama kemudian, sekelompok orang datang sambil membawa segelas anggur untuk menyapa. Alisya ikut bersulang lalu minum anggur. Dia terus minum gelas demi gelas. Perutnya sampai mual dan mau muntah. Kepalanya sudah pusing dan terasa berat. Pandangannya juga mulai buram. Dunia di sekitarnya terasa berputar-putar. Dia lalu mendengar Keisha menjerit. "Marvin, kalung yang kamu hadiahkan padaku hilang! Dari tadi cuma sekretarismu yang ada di dekatku. Pasti dia yang sudah mencurinya!" Alisya sontak tersadar saat dengar dirinya difitnah. "Bukan aku, Pak Marvin." Marvin melihat kedua mata Keisha yang sudah berkaca-kaca. Dia lalu melirik Alisya yang sudah mabuk berat. Raut wajah pria itu berubah makin serius. "Tadi kan ramai orang, mungkin saja jatuh dan terselip. Kita coba cari dulu, ya?" Keisha menolak dan menghempaskan tangan Marvin dengan kasar. "Memangnya siapa lagi kalau bukan dia? Aku jadi cemas begini juga karena itu kalung darimu. Tapi kamu masih saja mau membelanya. Kalau kamu nggak mau menggeledahnya, jangan cari aku lagi setelah ini!" Usai bicara dengan penuh amarah, Keisha sudah mau pergi. Tapi Marvin bergegas memeluknya dan memanggil pengawal dengan nada dingin. Beberapa pengawal segera datang dan menekan Alisya ke lantai, lalu merobek bajunya. Kepala Alisya terasa berdengung, dia berusaha melepaskan diri dengan susah payah. Tapi jelas tidak kuat menahan tenaga orang-orang ini. Kemejanya sampai robek, begitu juga roknya. Kulitnya tergores hingga lebam keunguan, bahkan ada yang sampai berdarah. Rasa malu yang memenuhi hatinya membuatnya akhirnya teriak. Dia berteriak sambil menangis minta tolong. "Aku nggak mencurinya! Sungguh! Bukan aku!" Tapi tangisnya malah membuatnya diperlakukan makin kasar. Beberapa pengawal menarik pakaian dalamnya sampai nyaris terbuka. Marvin yang tidak tega pun mau menghentikannya. Tapi beberapa pelayan tiba-tiba berlari menghampiri. "Kalungnya ketemu! Tadi jatuh di tangga!" Perhatian orang-orang di aula langsung tertuju pada kalung berlian yang begitu menyilaukan tersebut. Raut wajah Marvin tampak sedikit lega. Dia melambaikan tangan, menyuruh para pengawal mundur. Kemudian, dia mengambil kalung itu dan memakaikannya ke leher Keisha. Nada bicaranya terdengar lembut saat berkata. "Kalungnya sudah ketemu, jangan marah lagi, oke?" Air mata Keisha pun berubah jadi senyuman. Dia lalu menatap ke arah Alisya yang sudah compang-camping di lantai. Dia menggandeng tangan Marvin dan kembali bertingkah manja. "Syukurlah ketemu. Kalau nggak, aku bisa makin sedih. Tapi sekretarismu sudah menderita dan dipermalukan begini, apa aku harus minta maaf ke dia?" Tatapan orang-orang di aula langsung tertuju pada Alisya yang bajunya sudah compang-camping. Ditatap banyak orang dengan tatapan tidak bersahabat begitu, Alisya hanya bisa meringkuk memeluk erat tubuhnya. Di tengah rasa sakit yang luar biasa ini, dia mendengar Marvin berkata dengan datar. "Nggak perlu. Dia cuma sekretaris, nggak masalah."

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.