Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 5

Raina mendorong Juan dengan keras, suaranya lelah dan penuh muak. "Aku sudah bilang, akhir-akhir ini aku capek. Aku nggak mau." Setelah ditolak berkali-kali, ekspresi Juan sedikit kesal. Namun melihat wajah Raina yang pucat, akhirnya dia menahan diri. Nada bicaranya pun jadi lebih datar. "Ya sudah, kamu tidur saja." Keesokan paginya, Raina terbangun dan terkejut melihat Juan masih ada di sana, tidak seperti biasanya yang selalu pergi pagi-pagi. "Kenapa kamu masih di sini?" "Kalau aku nggak di sini, ke mana lagi aku harus pergi?" Juan tersenyum santai, mendekat lagi dan ingin memeluknya. "Kemarin aku membuatmu sedih, jadi hari ini aku sengaja izin untuk menenangkanmu, bagaimana?" Raina langsung mengerti. Sepertinya Adrian terlalu malas untuk membujuk, sehingga langsung menyerahkan seluruh tugas menenangkan itu kepada adiknya. Hatinya terasa nyeri, dan baru saja Raina ingin menolak, Juan sudah menariknya tanpa memberi kesempatan bicara. "Bukannya kamu dulu ingin kita melakukan seratus hal wajib pasangan? Hari ini aku temani kamu lakukan semuanya!". Tanpa memberi ruang untuk menolak, Juan menyeretnya keluar. Mereka pergi menonton film, main di taman hiburan, makan dessert, melakukan semua aktivitas yang tampak manis dan romantis di permukaan. Hingga malam tiba, Juan membawanya ke sebuah klub mewah. "Ayo kita minum sedikit, biar rileks," ucap Juan sambil mendudukkan Raina di sofa ruang VIP. "Aku ke bar sebentar, pesen minuman. Aku segera kembali." Setelah Juan pergi, Raina tinggal sendirian di ruang VIP. Dia bersandar lelah di sofa, hanya berharap semua ini cepat berakhir. Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka dengan keras. Beberapa pria mabuk masuk dengan langkah goyah, aroma alkohol menyengat dari tubuh mereka. Begitu melihat Raina, mata mereka langsung berbinar. "Wah! Ada wanita di sini! Cantik juga!" "Mau minum bersama kami? Berapa tarifmu semalam?" "Aku bukan ... " Raina yang ketakutan langsung berdiri dan mencoba menjelaskan dengan wajah pucat. "Tingkah apa lagi ini! Siapa pun yang datang ke sini tahu tujuannya, 'kan?" Beberapa pria mabuk itu tak percaya. Mereka tersenyum cabul sambil mendekat, bahkan menutup pintu di belakang mereka. Raina mundur dengan panik, berusaha sekuat tenaga meminta tolong, tapi sebagai seorang gadis, kekuatannya tak mampu menandingi beberapa pria mabuk itu. Pakaiannya dirobek, dan rasa putus asa seperti gelombang es menenggelamkannya seluruhnya. Tepat saat dia mengira dirinya akan hancur ... "Brak!" Pintu ruang VIP ditendang dari luar dengan brutal. Juan menerobos masuk dengan wajah penuh amarah. Begitu melihat apa yang terjadi di dalam, matanya langsung memerah karena murka. Seperti seekor macan yang tersulut amarah, dia menyerang tanpa ragu. Pukulan dan tendangannya menghantam cepat dan ganas, menjatuhkan beberapa pria dalam sekejap. Namun, dia memang tidak bisa melawan banyak orang. Dalam kekacauan itu, salah satu dari mereka meraih botol kosong dan mengayunkannya ke arah Raina. "Awas!" teriak Juan keras, lalu menerjang ke depan dan melindungi Raina dengan tubuhnya sepenuhnya. "Brak!" Botol kaca menghantam keras bagian belakang kepalanya dan langsung pecah. Darah segar mengalir deras. Juan mengerang pelan, tapi tatapannya justru semakin buas. Dia berbalik dan menendang pria yang menyerangnya dengan kekuatan penuh, membuatnya terlempar jauh. Petugas keamanan dan manajer klub akhirnya tiba, dan segera mengendalikan kekacauan di ruangan. Juan terhuyung, kehilangan seluruh tenaganya, lalu jatuh ke pelukan Raina. Raina menatap darah yang terus mengalir dari kepalanya, pikirannya kosong. Dengan tangan gemetar, dia hanya bisa menelepon ambulans. Di rumah sakit, Raina berjaga sepanjang malam. Saat fajar menyingsing, seorang perawat mendekat dan berkata lembut, "Kondisi pasien sudah stabil. Dia akan segera sadar. Kamu bisa istirahat dulu sebentar." Raina memang benar-benar kelelahan, dan dia hanya mengangguk pelan. Saat berjalan di lorong, dia baru sadar jaketnya tertinggal di ruang rawat. Dia pun berbalik untuk mengambilnya. Namun, begitu sampai di depan pintu, dia mendengar suara Juan yang jelas dari dalam ruangan, seperti sedang menelepon seseorang. "Nggak apa-apa. Aku nggak akan mati kok." Entah apa yang diucapkan orang di seberang telepon, tapi Juan tertawa dingin. "Ya jelas. Kalau aku nggak sengaja bikin adegan 'pahlawan menyelamatkan gadis', bagaimana dia bisa sepenuhnya percaya padaku dan mau tidur denganku? Dia itu memang paling cocok jadi teman tidur. Kulitnya putih, pinggangnya lembut, yang paling penting ... suaranya saat dia merintih di ranjang agak mirip Nadya. Kedengarannya sangat nikmat. Anggap saja aku lagi tidur sama Nadya." "Suka sama Nadya? Tentu saja suka ... Tapi kakakku juga suka, aku bisa apa?" "Rebut? Sudahlah, Nadya suka pada kakakku. Mereka saling mencintai, aku cuma bisa diam dan menjaga jarak ... " Dia tersenyum miring, suaranya penuh nada sinis. "Sebelum kakakku benar-benar meninggalkan Raina, aku masih bisa tidur dengannya ... " Di luar pintu, seluruh tubuh Raina membeku seketika, seperti tersambar petir. Ternyata aksi dramatis penyelamatan semalam itu hanyalah sandiwara yang Juan sutradarai sendiri. Dia melakukan semua itu semata-mata agar lebih mudah meniduri dirinya. Bahkan Juan membayangkan bayangan wanita lain dalam dirinya. Raina sempat berpikir bahwa perlindungan tanpa ragu itu setidaknya mengandung sedikit ketulusan. Ternyata semua hanya lelucon. Itu bahkan lebih kejam dan menyedihkan daripada sikap dingin Adrian. Dengan penuh rasa sakit, Raina menutup mulutnya rapat-rapat agar tak menangis keras, lalu berlari keluar dari rumah sakit dengan langkah yang goyah.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.