Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 6

Saat itu, angin kencang dan gelombang besar tiba-tiba menerjang kapal hingga bergoyang hebat. Suara Alika pun jadi tidak terdengar, kalah dengan suara ombak dan teriakan orang-orang. Randi mengerutkan kening. "Apa katamu? Angin dan ombaknya terlalu kencang." Saat Alika baru mau menjawab, Fania malah lebih dulu berkata manja, "Di luar berbahaya, aku takut. Ayo cepat masuk ke dalam kabin saja." Orang-orang segera pergi bersamanya dan menjaganya. Sementara Alika berjalan di paling belakang. Dia menoleh sekali lagi pada lumba-lumba yang perlahan menjauh, lalu tiba-tiba tersenyum. Mungkin ini sudah takdirnya. Mereka tidak akan pernah tahu kalau permintaannya adalah tidak mau bertemu mereka lagi. Sama seperti mereka yang tidak pernah menghargai ketulusannya. Mereka juga tidak akan pernah tahu kalau sebentar lagi Alika akan meninggalkan mereka selamanya. ... Keesokan harinya, Fania mendapat undangan ke pesta dansa kaum sosialita. Sayangnya, keempat pria itu tidak bisa ikut. "Kak Vino, Kak Fian, Kak Arya, kalian harus ke Kota Ardena untuk memfotokan berlian merah muda itu." Fania berkata manja sambil menggoyang-goyangkan undangan pesta dansa. "Sementara Randi harus pergi tanda tangan kontrak senilai triliunan ... Alika, apa kamu mau menemaniku ke pesta ini?" Fania mengerjap, memasang ekspresi memohon. "Aku sudah lima tahun nggak datang ke acara begini, makanya takut canggung kalau sendirian." "Nggak bisa." Alika menolak tegas. Tapi keempat pria itu sama sekali tidak membiarkan Alika untuk menolak. "Fania kan lagi sakit, sebaiknya kamu ikut saja temani dia." Vino berkata dengan memasang ekspresi dingin. "Kamu yang paling memahami acara pesta semacam itu," imbuh Fian sambil mendorong kacamata di hidungnya. "Jangan sampai Fania jadi malu di sana." Arya bahkan langsung mendorongnya naik mobil dan berkata, "Jaga Fania baik-baik, jangan sampai buat masalah." Pintu mobil lalu ditutup dengan dibanting. Alika merasa lucu saat melihat ekspresi cemas keempat pria di luar mobil. Mereka hanya mencemaskan Fania, tapi tidak pernah peduli apakah Alika sebenarnya mau atau tidak menemani wanita itu ke pesta dansa. ... Fania memakai gaun merah mencolok di acara pesta dansa tersebut. "Ayo, wakili aku minum." Dia mengulurkan segelas sampanye sambil tersenyum manis. "Kalau sampai aku mabuk, kamu tahu sendiri mereka akan seperti apa?" Alika menggenggam erat gelas sampanye tersebut hingga jarinya memutih. Dia tahu Fania sengaja, tapi Alika juga tidak punya pilihan lain. Kalau sampai Fania kenapa-kenapa, keempat pria itu tidak akan diam saja. Pandangan Alika mulai kabur saat minum gelas demi gelas. "Aduh, kamu mabuk, ya?" Nada bicara Fania terdengar pura-pura kaget, "Biar aku bantu istirahat." Alika berusaha mendorongnya menjauh, tapi tetap kalah kuat. Dia pun dibawa paksa pergi meninggalkan aula pesta. Mereka berjalan melewati lorong panjang, dan akhirnya masuk ke sebuah kamar hotel yang asing. "Nikmati sepuasnya." Alika bisa mendengar Fania mengatakannya sambil tertawa. Kemudian terdengar suara pintu tertutup rapat. Alika jatuh terduduk di lantai. Dia samar-samar melihat seorang pria asing berjalan mendekat. Pria itu membuka dasinya sambil tersenyum hina. "Nona Fania sudah membayarku mahal supaya aku melayanimu ... " Pria itu mengulurkan tangan menarik gaun Alika. "Kamu memang luar biasa." Alika berusaha keras untuk melawan, tapi dia sama sekali tidak kuat karena pengaruh alkohol. Pria itu mencengkeram erat tangannya, sementara wajahnya sudah terbenam di leher Alika. Merasakan napas pria itu di lehernya membuat Alika jijik. Saat pria itu sudah menindihnya, tiba-tiba suara panik Fania terdengar dari pintu. "Randi, kamu kok di sini? Katanya kamu harus tanda tangan kontrak penting?" "Aku mencemaskanmu." Suara Randi juga terdengar dari luar. Nada bicaranya tetap dingin dan berkarisma, "Makanya aku datang menjemputmu." Dia tersenyum, lalu bertanya, "Mana Alika?" "Dia di toilet." Fania menjawab tanpa ragu. Alika mengerahkan seluruh tenaganya untuk membenturkan diri ke pintu. "Randi! Tolong aku!" Tiba-tiba, suasana di luar jadi hening sejenak. "Kamu yakin dia ke kamar mandi?" Nada bicara Randi terdengar lebih dingin. "Tentu saja." Fania menjawab dengan nada yang terdengar sedikit mengeluh tidak terima. Dia lanjut mengatakan, "Kalau nggak percaya, ayo kita ke kamar mandi dan mencarinya di sana. Sebentar lagi sudah waktunya aku minum obat, tapi nggak masalah, bisa nanti." Alika langsung merasa kehilangan kesempatan. Karena Randi pasti akan lebih memilih membawa Fania pulang minum obat ... Seperti yang selalu terjadi selama ini. Setelah diam sesaat, suara Randi kembali terdengar berkata, "Nggak perlu. Aku akan mengantarmu pulang dulu untuk minum obat." Suara langkah kaki mereka perlahan terdengar menjauh. Hati Alika serasa dicabik-cabik, dadanya terasa sesak dan mencekik. Di dalam kamar, pria asing itu sudah membuka kerah gaun Alika. Alika yang putus asa pun meraih asbak kristal di samping ranjang. Dia mengerahkan seluruh tenaganya untuk memukul kepala pria itu. "Duk!" Pria itu mengerang kesakitan dan jatuh ke lantai. Alika berusaha berdiri dan kabur dari kamar. Dia berlari sekuat tenaga di koridor yang sepi. Sepatu hak tingginya hilang entah di mana, membuatnya harus berlari tanpa alas kaki di lantai yang dingin. Tapi dia sama sekali tidak merasa sakit. Malam itu hujan, dia bergegas ke jalan raya saat tiba-tiba saja lampu sebuah mobil menyorot ke arahnya. "Brak!" Suara dentuman keras terdengar, tubuh Alika terpental keras beberapa meter di jalan raya. "Randi, sepertinya kita menabrak orang!" Fania yang ada di dalam mobil terdengar panik. Dia berkata lagi, "Bagaimana kalau kita lihat kondisi orang itu dulu?" Randi jadi tidak bisa melihat jelas karena sedang turun hujan. Dia mengerutkan kening sambil melirik sekilas. "Nggak usah, biar asistenku saja yang urus." Dia lalu menginjak pedal gas lagi. "Kamu harus segera minum obat sekarang, itu yang terpenting." Mobil pun kembali melaju kencang. Wajah pucat Alika berdarah dan terkena cipratan lumpur. Dia tergeletak dalam genangan darahnya sendiri. Hujan deras membasuh darah dari tubuhnya, mengalir sampai ke saluran air di tepi jalan raya.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.