Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 7

Ketika Alika membuka mata, dirinya sudah terbaring di rumah sakit. Aroma kuat disinfektan menyerbak ke dalam hidung. Suara monitor detak jantung juga terdengar normal. "Kamu sudah siuman?" Perawat masuk membuka pintu. "Kamu terluka serius, tiga rusukmu patah. Kamu harus menghubungi keluargamu supaya ada yang jaga." Perawat itu mengulurkan ponsel, dan Alika menerimanya dengan tangan masih gemetar. Ada puluhan pesan belum terbaca di layar ponselnya. Semua pesan itu dari Fania. [Randi memotongkan apel untukku, baik sekali ... ] [Kak Vino membelikanku gaun baru. Katanya, aku paling cantik waktu pakai gaun putih.] [Kak Fian dan Kak Arya menemaniku periksa, mereka sangat mencemaskanku.] [Aku mengeluh pusing selama dua hari, dan mereka jadi makin memperhatikanku. Nggak ada yang mempertanyakan keberadaanmu sama sekali. Kamu cuma pengganti, dan semua yang jadi milikku akan kembali jadi milikku. Alika, kasihan sekali dirimu, nggak ada satu orang pun yang tulus mencintaimu. Kalau aku jadi kamu, aku memilih mati saja dari dulu.] Alika membacanya dalam diam. Jemarinya memucat karena mengepalkan tangan tanpa sadar. "Aku nggak punya keluarga." Dia lalu mengembalikan ponselnya ke perawat. Suaranya terdengar lemah, "Aku sendirian." Perawat itu tampak ragu, tapi dia hanya bisa menghela napas lalu pergi. Pohon di luar jendela daunnya sudah jatuh berguguran. Alika menghitung tiap tetes infusnya, satu tetes, dua tetes ... dia seperti menghitung sudah berapa kali dirinya dikhianati selama bertahun-tahun ini. Lima hari kemudian, dia mengurus prosedur keluar rumah sakit sendirian. Saat membuka pintu rumah, suara tawa langsung menyambutnya. Randi sedang mengupaskan jeruk untuk Fania di ruang tamu. Sementara ketiga kakaknya sedang sibuk berdiskusi. Begitu melihat Alika datang, tawa mereka otomatis terhenti. "Dari mana saja kamu?" tanya Vino sambil mengerutkan kening. "Kenapa lama nggak pulang?" Alika langsung naik ke lantai atas, dia bisa mendengar ketiga kakaknya mengejek dari belakang. "Lagi-lagi ngambek." Begitu menutup pintu kamar, Alika langsung ambruk ke lantai. Luka di tulang rusuknya langsung nyeri, tapi tidak sepadan dengan sakit hatinya. Pelayan datang membawakan makan malam, tapi Alika tidak memakannya sedikit pun. Saat hari sudah larut, layar ponselnya kembali menyala. [Wanita sialan! Sulit sekali menyingkirkanmu! Akan aku tunjukkan agar kamu sadar siapa yang lebih mereka pedulikan!] Alika langsung mematikan ponselnya, lalu melemparkannya begitu saja ke dalam laci. Keesokan paginya, pintu kamarnya dibuka keras dari luar. "Alika!" Randi menariknya paksa dari atas ranjang. "Mana Fania?" Sebelum Alika sempat bereaksi, Fian sudah ikut mencengkeram kerah bajunya. "Dia meninggalkan catatan, katanya kalau kamu nggak mau menerimanya lagi, dia akan pergi dari sini. Apa yang sebenarnya kamu katakan padanya? Kamu menyuruhnya pergi?" "Aku nggak tahu." Alika menjawab dengan suara serak. "Kamu masih saja bohong di saat seperti ini!" Arya marah sampai menggebrak meja rias hingga hancur. "Kamu tahu kan dia sakit keras, kalau sampai dia kenapa-kenapa, aku nggak akan memaafkanmu!" "Aku nggak bohong, aku memang nggak tahu." Saat sedang disudutkan seperti sekarang, seorang asisten tiba-tiba datang dan melapor, "Nona Fania sudah ketemu! Dia ada di tebing tepi jurang!" Ekspresi keempat pria itu sontak berubah jadi suram saat mendengarnya. "Alika!" Vino mencengkeram leher adiknya itu sampai Alika tercekik. "Kenapa kamu tega sekali? Fania itu lagi sakit, sisa waktunya sudah nggak banyak, tapi kamu terus saja menyiksanya!" Alika sampai harus mendongak agar bisa bernapas dengan susah payah. Tapi dia malah masih bisa tersenyum getir. Lucu sekali. Terlepas apakah Fania benar-benar sakit keras atau tidak, belakangan ini keempat pria itu sudah mendatangkan tim medis terbaik di dunia agar mengobati Fania. Mereka bahkan menyiapkan obat kualitas tinggi. Kalaupun Fania memang sakit, dia pasti bisa sembuh. Ini semua hanya alasan semata. Alasan agar mereka bisa memaafkan Fania yang pernah kabur dari acara pernikahannya dulu. Melihat Alika hanya diam, keempat pria itu malah makin naik pitam. "Bawa dia ke mobil!" Randi menyuruh dengan nada dingin, "Dia harus membujuk Fania pulang hari ini, apa pun yang terjadi!" Alika didorong masuk ke dalam mobil. Mereka bergegas pergi ke tebing yang dimaksud.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.