Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 3

Suara itu .... Sania refleks menoleh ke arah sumber suara. Di sana, tidak jauh dari tempatnya berdiri, Eric sedang menggendong seorang wanita keluar dari mobil. Seakan menyadari ada tatapan yang tertuju pada mereka, Eric menoleh. Begitu melihat Sania berdiri di sana dan menatap mereka dengan mata kosong, wajah Eric langsung menggelap. Dia meletakkan Riska di kursi roda di depannya, kemudian mendongak, menatap Sania dengan tatapan dingin yang menusuk. Saat mengikuti arah pandangan Eric, Riska juga melihat Sania. Dia sempat tertegun sesaat, lalu tersenyum dan menyapa Sania, "Nona Sania, kebetulan sekali, kamu juga di sini." "Sania, kamu mengikutiku?" Eric bertanya dengan suara dingin. Sania masih menatap Riska dan wajahnya langsung pucat begitu mendengar kalimat Eric. Dia menggigit bibirnya dengan kuat, suaranya sangat pelan. "Nggak!" Eric hanya meliriknya sekilas, tidak menggubrisnya lagi. Dia langsung mendorong kursi roda Riska dan pergi. Melihat punggung mereka menjauh, Sania berdiri di situ dengan hampa. Hidungnya kembali terasa perih. Ternyata, urusan yang disebut Eric adalah menemani Riska. Benar juga! Di mata Eric, selama itu berhubungan dengan Riska, walaupun hanya urusan sepele, itu tetap urusan besar. Sania tersenyum pahit, lalu melangkah menuju ruang infus. Sama seperti sebelumnya, Sania kembali duduk sendirian di ruang infus. Dia sakit, tapi hanya bisa duduk sendirian di sini dan di infus, sementara Riska .... Dia malah ditemani Eric .... Di sisi lain, Eric membawa Riska masuk ke ruang dokter. Riska sedikit demam. Melihat Eric begitu panik, agar demamnya cepat turun, dokter memutuskan untuk memberikan infus. Eric mendorong kursi roda Riska masuk ke ruang infus VIP. Begitu mereka masuk, Eric tertegun. Di sudut ruangan, Sania duduk sendirian, sedang diinfus. Saat ini, Sania sedang menatap keluar jendela. Wajahnya masih pucat, garis wajahnya lembut dan halus. Namun, seluruh tubuhnya memancarkan kesedihan dan kesepian. Entah kenapa, melihat Sania dalam keadaan seperti itu, dada Eric seolah dihantam sesuatu dengan keras. "Pak Eric." Saat ini seorang perawat berjalan mendekati mereka dan memberi salam dengan sopan. Begitu mendengar panggilan itu, tubuh Sania langsung menegang. Dia perlahan menoleh. Begitu melihat Eric dan Riska di pintu ruang infus, Sania langsung tertegun. Riska malah tersenyum lebih dulu. "Nona Sania, kamu juga sedang nggak enak badan ya?" Sania tidak menjawab. Dua detik kemudian, dia mengalihkan pandangan, tidak ingin melihat mereka lagi. Eric mendorong Riska ke tempat di depan Sania. Beberapa saat kemudian, perawat datang untuk memasang infus pada Riska. Saat itu juga, wajah Riska sedikit meringis, lalu dia langsung mencondongkan tubuh ke pelukan Eric. "Eric, aku takut ...." Tubuh Eric seketika kaku dan spontan menoleh ke arah Sania. Saat ini, Sania juga sedang menatapnya. Ketika tatapan mereka bertemu, hati Eric sedikit bergetar dan timbul perasaan aneh yang sulit diungkapkan. Melihat Eric malah memperhatikan Sania, wajah Riska berubah. Tepat saat itu, jarum infus menusuk tangan Riska. Nada suaranya langsung berubah menjadi manja dan nyaris menangis. "Eric ... Eric ...." Perhatian Eric langsung kembali ke Riska. Dengan gerakan yang agak kaku, Eric mengelus kepala Riska, suaranya rendah dan lembut, "Nggak apa-apa." Melihat adegan itu, wajah Sania langsung memucat. Saat ini, dia merasa ada pisau yang menusuk jantungnya. Dia bisa merasakan sakit yang begitu mematikan! Punggung tangannya yang tertusuk jarum infus pun ikut terasa sakit. Dia perlahan memejamkan mata, menutupi kesedihan dan rasa sakit. Mereka benar-benar tidak bisa menunggu? Tidak bisa sedikit saja menahan diri? Sania mengendus, memaksa air matanya masuk kembali agar tidak keluar. Dia kembali memandang keluar jendela, tidak melihat mereka lagi. Saat ini, nada notifikasi WhatsApp ponsel Sania berbunyi. Dia mengambil ponselnya, ternyata pesan dari Harvey, produser Bunga Kabut. [Sarniya, hasil uji coba suara sebelumnya sangat bagus! Setelah kami diskusikan, kami sepakat untuk menjadikanmu sebagai pengisi suara tokoh utama wanita, Arine. Besok pagi ada waktu? Datang untuk tanda tangan kontrak, ya.] Setelah membaca pesan itu, sorot mata Sania sedikit berbinar. Sania memang sangat menyukai dunia dubbing. Saat kuliah dia ambil Akademi Film, jurusan seni peran kelas dubbing. Saat masih kuliah, dia pernah ikut mengisi suara sebuah film animasi dengan nama Sarniya. Sejak saat itu, dia mulai dikenal di dunia dubbing. Pengikutnya di Twitter bahkan melonjak sampai lebih dari enam juta. Namun setelah lulus kuliah, dia langsung menikah dengan Eric. Ibu Eric tidak mengizinkannya masuk ke dunia dubbing lagi, menyuruhnya menjadi ibu rumah tangga penuh waktu. Demi Eric, demi menyenangkan hati ibu Eric, dia hanya bisa melepaskan mimpinya, hidup tenang di Keluarga Lutanza dan menjadi istri yang baik. Dia tidak masuk ke lingkaran dubbing, hanya sesekali mengunggah cuplikan dubbingnya di Twitter. Produser Bunga Kabut sudah beberapa kali menghubunginya lewat Twitter, dengan tulus mengundangnya ikut uji suara tokoh utama wanita, bahkan mengirimkan profil karakternya. Akhirnya, Sania benar-benar tidak enak hati untuk terus menolak, jadi setuju untuk mencobanya. Atau mungkin jauh di dalam hati, dia sendiri memang tidak ingin menolaknya. Baru dua hari yang lalu, dia selesai melakukan uji suara dan hari ini, Produser Harvey mengirimkan kabar. Kalau dulu, dia pasti akan ragu dan bimbang, tidak tahu harus pergi atau tidak. Tapi sekarang .... Dia membalas Produser Harvey dengan sangat tenang, [Baik.] Baru selesai membalas pesan itu, ponselnya berdering. Saat melihat nama penelepon, tatapan matanya sedikit berubah. Dia menggeser tombol jawab. "Halo, Ibu ...." Kalimat Sania belum selesai, tapi suara wanita di seberang sudah memotongnya dengan keras. "Segera pulang sekarang juga!" Sania tertegun. "Ada apa? Aku sekarang ...." Kata-katanya kembali dipotong. "Aku nggak peduli kamu ada urusan apa! Aku kasih kamu waktu setengah jam, langsung pulang sekarang juga! Kalau nggak, jangan harap bisa kembali ke rumah ini lagi!"

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.