Bab 8
Setelah berkata seperti itu dengan ekspresi dingin, Alex pun berbalik badan dan berjalan meninggalkan ruang bawah tanah.
Amelia mendengarkan suara langkah kaki Alex yang makin menjauh, lalu bersandar pada dinding dan perlahan-lahan berdiri.
Selama tiga hari setelahnya, Amelia mengurung dirinya di dalam kamar dan nyaris tidak keluar rumah.
Dia hanya makan sedikit makanan yang diantarkan oleh pelayan.
Mau sebagus apa pun cuaca di luar sana, Amelia tidak pernah melangkah keluar dari pintu.
Dia tidak bisa lagi memberikan Clara kesempatan untuk menjebaknya.
Untungnya, Alex menepati janjinya. Selama tiga hari itu, dia terus menemani Clara dan bahkan tidak pulang ke rumah.
Amelia sering melihat sepasang sejoli itu muncul bersama di berita gosip.
Clara menggandeng lengan Alex sambil tersenyum dengan lebar nan menawan. Saat Alex menundukkan kepalanya menatap Clara, sorot tatapan pria itu tampak sangat lembut.
Pada hari sebelum pernikahan, Amelia duduk di depan meja. Dia menuliskan semua kesukaan dan pantangan Alex dengan detail.
[Benci ketumbar, nggak makan pedas, cuma minum kopi pahit tanpa gula, kemeja harus disetrika dengan rapi, kamar harus gelap gulita pas tidur ... ]
Setelah selesai menulis, Amelia melipat kertas itu dengan rapi dan memanggil pelayan bernama Dena.
"Ini untukmu," kata Amelia. "Nanti berikan lagi padaku setelah pesta pernikahan selesai."
Dena terlihat bingung. "Nyonya, ini ... "
"Agar aku nggak lupa." Amelia tersenyum kecil. "Kamu tahu kan akhir-akhir ini aku gampang lupa."
Meskipun Dena merasa aneh, dia tetap menerima kertas catatan itu dengan patuh. "Tenang saja, Nyonya. Aku pasti akan menjaga kertas ini dengan baik."
Setelah Dena pergi, Amelia menarik sebuah koper yang sudah dia siapkan dari dalam lemari.
Untuk terakhir kalinya, Amelia memandang sekeliling kamar yang sudah dia tempati selama tiga tahun ini. Pandangannya pun berhenti sejenak pada foto pernikahan yang tergantung di dinding.
Dalam foto itu, Alex tampak begitu tampan dengan setelan jasnya yang rapi. Sementara itu, Amelia mengenakan gaun pengantin yang sangat mahal sambil menyunggingkan seulas senyuman lembut nan menawan.
Amelia menurunkan bingkai foto itu dengan perlahan dan membaliknya di atas meja, lalu pergi tanpa menoleh.
Di ruang tunggu bandara, Kiara sudah menunggunya.
Dia memberikan sebuah kartu ATM dan selembar tiket pesawat kepada Amelia. "Ini, 60 miliar dan nggak kurang sepeser pun. Mulai sekarang, kamu nggak punya hubungan apa pun lagi dengan Keluarga Kresta."
Amelia mengambil kartu ATM itu, jari-jarinya sedikit gemetar.
Dia menengadah menatap ibunya, tetapi ternyata ibunya bahkan tidak mau meliriknya sedikit pun.
"Terima kasih," ujar Amelia pelan.
Kiara berkata dengan nada dingin, "Kerjamu bagus selama tiga tahun ini, kerja sama antara kedua keluarga sama sekali nggak bermasalah."
Kiara terdiam sejenak, lalu melanjutkan, "Pergilah, jalani hidup yang kamu inginkan."
Amelia mengangguk kecil, lalu berbalik menuju pintu pemeriksaan keamanan.
Di sudut jalan, dia menoleh ke belakang untuk terakhir kalinya. Kiara sudah berjalan pergi, punggung wanita itu tampak dingin seolah-olah tidak pernah memiliki putri seperti Amelia.
Namun, Amelia tidak merasa sedih. Dia menggenggam tiket pesawat itu dengan mata yang berkaca-kaca.
Kali ini, dia akhirnya bisa hidup untuk dirinya sendiri.
Amelia berjalan menuju gerbang keberangkatan tanpa menoleh, sosoknya tampak tegas.
Sementara itu, di vila Keluarga Giarno.
Seorang wanita yang sangat mirip dengan Amelia tampak mengenakan gaun pengantin dan dengan tenang menunggu pesta pernikahan diadakan besok.
Emily sudah kembali!