Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 5 Dia Ingin Sandra Masuk Neraka

Pada detik berikutnya, Niko terengah-engah dan berkata, "Sayang, aku sayang padamu. Aku nggak bisa melihat pria lain menyentuhmu. Jangan marah lagi padaku, ya?" Selama ini, Niko memang sangat pandai merayu. Dia selalu lembut dan perhatian padanya. Pada waktu itu, Nadine begitu bodoh, mengira bahwa bertemu dengan Niko adalah keberuntungan terbesarnya. Hingga kemudian, kata-kata manis itu akhirnya berubah menjadi anak panah beracun yang menusuknya. Nadine mungkin bisa menahan perasaan dikhianati, tetapi dia terjebak dalam jurang penyesalan seumur hidup, karena melihat ibunya dihina di depan umum dan ayahnya dihukum mati karena membunuh. Melihat air mata mengalir deras di wajah Nadine, Niko menahan rasa sakit di hatinya. Perlahan, dia mengusap air mata itu dengan jemari tangannya. Niko mengira bahwa Nadine akhirnya luluh, dan dengan hati-hati membujuknya, "Aku janji, ke depannya aku nggak akan membuatmu sedih lagi. Aku juga ikut sedih melihatmu begini. Ayo, kita kembali seperti dulu, oke?" Nadine mengangguk pelan, matanya berkaca-kaca. Nadine bersikeras ingin bermalam di asrama. Niko menyimpan nomor barunya di ponsel Nadine, lalu dengan enggan, membiarkannya turun dari mobil. Nadine segera turun dan cepat-cepat berjalan pergi, sambil menghapus air matanya dan menekan sebuah nomor. "Halo, Nona Sandra, aku rasa aku perlu memberitahumu yang sebenarnya. Malam ini aku nggak sengaja bertemu dengan tunanganmu ... " "Dia bilang kepulangannya kali ini untuk membatalkan pertunangan. Jadi, aku harap kamu harus siap mental." Setelah menutup telepon, Nadine menghela napas panjang dan menoleh ke belakang sekilas. Ferrari biru itu masih terparkir di sana, tak bergerak. Beberapa detik kemudian, lampu mobil menyala, menerangi dirinya dari kepala hingga kaki dalam cahaya yang terang. Sebuah pesan teks masuk. [Kabari aku saat sudah sampai.] Nadine terkejut, lalu buru-buru berbalik. Dia menunduk dan mempercepat langkahnya, sambil memasukkan nomor itu ke dalam daftar hitam. Nadine keluar dari pintu belakang sekolah, dan kembali ke rumah kontrakan. "Bu, apakah belakangan ini mereka datang membuat keributan lagi?" tanya Nadine. Anita menjawab di telepon, [Nggak ada keributan, hanya saja di depan toko setiap hari ada orang yang bergiliran jaga. Mungkin mereka takut aku kabur.] Nadine berkata, "Besok aku akan mentransfer uang enam ratus juta ke Ibu. Cicil ke setiap rentenir dan beri tahu mereka bahwa pembayaran berikutnya akan dibayar tepat waktu bulan depan, pada waktu yang sama." [Nadine, jujurlah padaku, dari mana kamu mendapatkan uang ini?] Nadine mengambil kunci dan membuka pintu rumah kontrakan. "Bukankah aku sudah pernah bilang, bulan ini aku telah menjual sebuah vila? Sekarang, rumah mudah terjual. Aku akan lebih berusaha, barangkali bulan depan aku bisa menjual satu lagi. Bu, jangan khawatir tentang uang, utang ini akan segera terbayar." [Nadine ... ] "Bu, sudah dulu ya. Aku mau lembur lagi untuk mengecek dokumen properti." Dengan cepat, Nadine mematikan telepon. Sabrina yang berdiri di balkon sambil merokok, menoleh begitu mendengar suara dan berkata, "Sekarang pasar properti begitu sulit. Daripada bilang kamu jual rumah, lebih baik bilang jual mobil. Gimana malam ini? Berhasil nggak?" Nadine menceritakan secara singkat situasi malam itu. Lalu, di akhir, dia bertanya, "Kalau aku mencarinya lagi, masih ada kesempatan nggak?" Sabrina tampak berpikir sejenak, lalu berkata, "Sepertinya dia tertarik padamu. Kalau bukan karena kemunculan Niko, malam ini kamu pasti berhasil." Nadine berkata, "Aku mau coba sekali lagi." Sabrina menghisap rokok dalam-dalam, lalu perlahan menghembuskan asapnya, dan berkata, "Sebenarnya, dengan penampilanmu seperti ini, nggak sulit untuk menemukan orang yang bisa memberikan biaya hidup empat miliar. Kenapa kamu bersikeras mau sama dia? Konon, Ravin pernah bermain di kasur dengan seorang wanita hingga meninggal. Kamu yakin mau menggodanya?" Nadine diajak Sabrina bergabung ke dalam industri ini baru sebulan lebih. Dengan penampilannya yang menarik dan tubuhnya yang menawan, sebenarnya tidak sulit bagi Nadine untuk menghasilkan empat miliar. Namun, uang bukanlah tujuannya. Ibunya dihina, ayahnya meninggal, dan hutang Sandra ... bagaimana mungkin semua itu bisa diselesaikan hanya dengan dua tamparan? Nadine ingin Sandra masuk neraka, hanya dengan itu kemarahannya baru bisa sedikit mereda. Di benaknya, gambaran di ruang VIP tadi terus terbayang. Nadine sudah tahu betul betapa kejamnya Ravin. Jika terus mendekatinya, sama saja dengan masuk ke kandang harimau. Namun, di Kota Cendana, tidak ada lagi orang yang bisa Nadine harapkan selain pria itu. Sabrina mengernyitkan dahi dan berkata, "Hari ini kamu sudah membohonginya. Kamu bisa pulang tanpa terluka sedikit pun, sepertinya berkat Niko. Selanjutnya, jelas kamu nggak akan punya kesempatan bertemu dengannya lagi. Kamu gimana mau coba lagi?" Nadine memasukkan tangannya ke dalam saku celana. Lalu, dia membuka telapak tangannya, memperlihatkan sepasang manset pria merek Hermes yang tergeletak di sana. Sepasang manset yang "secara tidak sengaja" dia ambil dari lengan Ravin sebelum mereka "bermain".

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.