Bab 11
Pertanyaan bernada tangisan dari Wilma itu, bagaikan batu yang dilemparkan ke danau es, mengguncang permukaan hati Jeremy yang tampak tenang, menimbulkan riak yang hebat.
Jari-jarinya yang memegang ponsel mengencang nyaris tidak terlihat, buku-buku jarinya agak memutih.
"Lidya! Lidya! Dia pergi! Dia naik pesawat paling cepat untuk pergi ke luar negeri! Dia bilang dia nggak akan pernah kembali lagi! Paman! Apa kamu puas?!" Wilma hampir berteriak, lalu menutup telepon dengan keras.
Nada sibuk yang tajam terdengar dari gagang telepon. Jeremy tetap mempertahankan posisinya seolah-olah masih menjawab, dan terpaku di tempat.
Lampu kristal mewah di kantor menjatuhkan cahaya dingin, membingkai sisi wajahnya yang tegas tanpa memperlihatkan emosi apa pun. Hanya di kedalaman matanya, seakan ada sesuatu yang retak sekejap, lalu kembali ditutup lapisan es yang lebih tebal.
Pergi?
Ke luar negeri?
Tidak kembali lagi?
Kata-kata itu berpadu seperti duri es kecil yang tiba-tiba menusuk sudut paling ters

Locked chapters
Download the Webfic App to unlock even more exciting content
Turn on the phone camera to scan directly, or copy the link and open it in your mobile browser
Click to copy link