Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 12

Melihat sekeliling, semuanya terasa asing. Dia lupa jalan pulang lagi. Dia mengeluarkan ponsel, lalu ingin membuka navigasi. Namun, setelah beberapa saat, dia baru mengingat nama tempat tinggalnya. Jonas masih mengikutinya dari jauh. Setelah Victor pergi, Jonas melihat Julie berdiri dan tidak bergerak. Hatinya merasa cemas. "Julie." Julie refleks mengira Victor kembali. Matanya sempat memantulkan secercah harapan. Namun, begitu menoleh, harapan itu lenyap seketika. Jonas menghampirinya. "Kamu benar-benar nggak ingat aku?" Julie menatapnya. Julie sama sekali tidak bisa mengingat siapa dia. "Si Gendut, kamu lupa?" kata Jonas mengingatkan. Kemudian, dia baru teringat, dulu saat tinggal di desa bersama Marry, dia punya seorang teman kecil, si Gendut. Dulu, Jonas gendut dan lebih pendek darinya. Sekarang, dia tumbuh menjadi pria jangkung setinggi 1,9 meter dengan wajah tampan. "Aku ingat sekarang. Kamu berubah banyak, aku sampai nggak kenal." Bertemu teman lama di tanah rantau, setidaknya itu akan membawa sedikit rasa bahagia. Senyum tipis yang dipaksakan itu membuat hati Jonas terasa sesak. "Ayo, aku antar kamu pulang." Saat mengantar Julie pulang, dia baru sadar Julie tinggal di penginapan kumuh. Baginya, seorang nyonya Keluarga Luliver, meski bercerai, seharusnya tidak terpuruk sampai seperti ini. Julie canggung. "Maaf bikin kamu lihat hal begini." "Aku tinggal di sini, jangan sampai Bibi Marry tahu. Aku takut dia khawatir." Jonas hanya mengangguk. Dia tidak tahu harus bagaimana menghiburnya. Sudah larut. Dia merasa tidak pantas terus berlama-lama di situ. Dia hanya bilang akan datang lagi besok, lalu pergi. Setelah keluar dari penginapan, Jonas tidak menyadari ada mobil Cadillac hitam yang terparkir di bawah kegelapan. Bagi Julie, tinggal di mana pun sama saja. Jonas pergi. Setelah minum, perutnya perih, kepalanya pun berputar. Kata-kata Victor terus terngiang di kepalanya. "Dandanmu kayak hantu!" "Penampilan kayak kamu, mana ada lelaki yang suka?" Julie menggosok keras wajahnya. Dia menghapus riasan dan lipstik itu. Tindakannya itu membuat wajahnya yang pucat justru makin memerah dan bengkak. Sejak tahu dirinya mengidap depresi. Dia sempat mencari tahu tentang penyakit itu. Depresi bisa merusak otak, bukan hanya membuat daya ingat menurun, tapi juga mengganggu fungsi kognitif, membuat orang terus terjebak dalam pikiran buruk dan memperbesar segala hal menyedihkan. "Bang! Bang!" Tiba-tiba, terdengar ketukan pintu keras. Julie mengira Jonas kembali, lalu dia bangkit untuk membukakan pintu. Begitu pintu terbuka, Victor langsung mencengkeram pergelangan tangannya. Cengkeraman pria itu begitu kuat, hingga pergelangan tangan Julie hampir patah. "Julie! Kamu benar-benar bikin aku kaget!" Victor menutup pintu dengan kasar, lalu menyeretnya ke sofa. "Jadi, sudah pilih pria lain. Pantas saja kamu gampang nyerah!" ejeknya dengan nada dingin. Kata-katanya menusuk seperti pisau! Julie tahu, dia salah paham gara-gara Jonas. Julie tidak mengerti, kenapa Victor boleh menyimpan cinta lama, sementara dirinya tidak boleh sama sekali. Dia menatap Victor dengan mata memerah. "Kita sama saja." Keluarga Purnama menipu pernikahan. Victor memperlakukannya dingin selama tiga tahun. Dia masih tidak bisa lepas dari cinta pertamanya. Tidak ada yang lebih mulia dari yang lain. Hari ini, Victor minum anggur hingga sekujur tubuhnya bau anggur. Dia mencubit dagu Julie dengan mata memerah dan nada serak. "Siapa dia?" "Kapan kalian kenal?" Julie baru pertama kali melihat sisi Victor seperti itu. Tiba-tiba, dia tertawa "Kamu cemburu?" Sorot mata Victor langsung menjadi tajam, lalu dia mengejek nada dingin, "Kamu pantas?" Tenggorokan Julie tercekat. Tiba-tiba, Victor menekan tubuhnya. Lalu, dia terus berbisik di telinganya. "Dia pernah menyentuhmu? Eh? Tiga tahun menikah, karena aturan Keluarga Luliver, Julie melepaskan pekerjaannya. Undangan dari teman pun selalu dia tolak. Namun sekarang, Victor justru meragukannya .... Saat itu, Julie tiba-tiba merasa ada yang terlepas dalam hatinya. "Menurutmu?" tanya Julie balik. Victor benar-benar terbakar amarah. Tangannya yang hangat itu meraba ke bawah. Darah Julie serasa membeku. Dia tidak percaya dengan apa yang terjadi. Dia berusaha menolak, melawan, tetapi sia-sia. Hingga semuanya berakhir, Victor baru seolah sadar dan sedikit tenang. Di luar, langit mulai terang. Victor menatap Julie yang kurus kering, lalu melihat noda merah mencolok di seprai. Hatinya terasa sesak, hingga sulit dijelaskan. "Plak!" Julie mengangkat tangannya, lalu menampar keras wajah tampan itu. Tamparan itu juga menghancurkan semua bayangan indahnya tentang cinta. Gendang telinganya berdengung. Julie tidak bisa mendengar jelas apa yang dikatakan Victor, lalu dia menyelanya. "Pergi!" Victor tidak tahu bagaimana akhirnya dia pergi. Di kepalanya, hanya berputar bayangan kejadian malam itu. Begitu naik mobil, Victor menelepon asistennya, Mike. "Cari tahu, pria mana saja yang dikenal Julie." Mike sedikit bingung. Sejak menikah, hidup Julie hanya berputar di sekitar Victor. Mana mungkin dia sempat mengenal pria lain. ... Di penginapan. Setelah Victor pergi. Julie membersihkan tubuhnya. Menjelang perceraian, mereka baru benar-benar menjadi suami-istri. Jika dipikir-pikir, dia merasa lucu sekaligus menyedihkan. Pagi pukul sembilan, Jonas datang membawa sarapan. Dia tidak menyadari ada yang berbeda dari Julie. "Tadi malam, aku terlalu buru-buru. Aku lupa bilang, kebetulan ada rumah kosong. Kamu bisa tinggal di sana." "Wanita tinggal di penginapan itu tak aman." Julie menggeleng untuk menolak. Balas budi itu hal yang paling sulit. Dia tidak mau berutang budi. Jonas sudah menduga. "Toh rumah itu kosong. Kalau kamu mau tinggal, aku tetap minta sewa rumah kok." "Tapi, aku hanya bisa tinggal sebulan." "Sebulan pun tak masalah, daripada kosong." Jonas tidak paham kenapa Julie berkata begitu. Dia hanya merasa waktu mereka masih panjang. Jonas mengantar Julie dengan mobilnya. Julie hanya membawa sebuah koper sederhana, tanpa ada barang lain. Setelah naik mobil. Jonas dan Julie berbincang tentang masa kecil mereka. Lalu, dia bercerita tentang apa saja yang telah dilakukannya selama beberapa tahun terakhir. Setelah lulus SMA, Jonas pergi ke luar negeri. Saat dewasa, dia bekerja sambil kuliah di sana. Lalu, di usia dua puluh tahun mendirikan perusahaannya sendiri. Sekarang, dia bisa dibilang sudah menjadi pengusaha sukses. Julie mendengar riwayat hidup Jonas yang gemilang itu, lalu membandingkannya dengan dirinya sendiri. Setelah lulus, Julie menikah dengan Victor dan menjadi seorang ibu rumah tangga. Julie menatap Jonas dengan kagum. "Kamu hebat banget." "Kamu juga bisa, Julie. Setelah kamu pergi dari desa, aku masih mengikuti kabar tentangmu. Aku lihat kamu muncul di televisi, bahkan menang juara pertama lomba piano remaja .... Kamu juga pernah menyanyi, 'kan? Kamu tahu nggak? Waktu itu, kamu idolaku ...." Jonas tidak memberi tahu Julie. Saat dulu, dia kuliah sendirian di luar negeri, hidupnya sama sekali tidak mudah. Dia sempat terjerumus ke hal-hal buruk. Hidupnya bahkan kacau dan nyaris putus asa. Hingga suatu hari, dia melihat berita tentang Julie di koran. Bagi seseorang yang terlahir dengan gangguan pendengaran, masuk ke dunia musik seharusnya sudah tidak mungkin sejak awal.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.