Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 4

Semua orang terkejut, melihat ke arah suara itu. Mereka pun melihat seorang wanita di sudut yang berpakaian sangat sederhana mengangkat papannya. "Siapa orang ini?" "Aku nggak pernah lihat dia." Suara bisikan orang-orang terdengar. Di wajah mereka ada ejekan, ada merendahkan, tapi lebih banyak orang hanya ingin bergosip. Mereka merasa Kezia itu orang kampung banyak duit, sama sekali tidak mengerti karya seni. Namun, Kezia tetap tidak peduli. Seorang kolektor tidak hanya melihat nilai harga suatu barang, tapi juga makna dari barang itu. Karya seni kaca yang sudah rusak ini sangat bermakna bagi Kezia. Hiasan kaca ini dibuat sendiri oleh Reynald sebagai hadiah ulang tahun untuknya. Namun, hiasan ini ikut terkubur bersama dengan pertemanan mereka di kebakaran waktu itu. Tepat pada saat ini, rasa sakit yang amat sangat menyerang lambungnya. Kezia tersentak lalu segera lari ke toilet. Begitu sampai di wastafel, dia tidak tahan lagi dan langsung memuntahkan darah. Napasnya terengah-engah, rasa sakit di lambungnya membuat wajahnya pucat pasi. Dia mengeluarkan obat dari tasnya, lalu minum dengan dosis berlebih. Setelah sekian lama, rasa sakit itu baru perlahan-lahan berkurang. Kezia membuka keran air dengan tangan bergetar untuk menyiram darah di wastafel. Setelah itu, dia baru berjalan keluar dengan langkah lemah. "Kebetulan sekali, nggak kusangka bakal ketemu Kak Kezia lagi di sini." Tepat pada saat ini, di belakang terdengar suara penuh ejekan. Kezia berbalik dan melihat Raina yang memakai gaun putih berdiri di belakangnya. Dia mengamatinya dari atas sampai bawah seperti sedang melihat badut. Sampai ketika dia melihat noda darah di betis Kezia, Raina pun mencibir. "Kak Kezia jangan-jangan keguguran?" Kezia mengernyit, lalu dia melihat ke betisnya dan tertawa. "Orang yang otaknya kotor, lihat apa pun jadi kotor." Ekspresi Raina berubah dingin. Baru saja dia mau mengatakan sesuatu, seseorang berbadan tinggi besar berjalan ke arah mereka. Dia berusaha menahan amarahnya, lalu melihat ke Reynald dengan mata berkaca-kaca. Hari ini Reynald memakai jas pesanan yang pas di badannya, postur tubuhnya tegak, wajahnya tampan. Waktu berdiri di sisi Raina, satunya hitam, satunya putih, terlihat sangat serasi. Dia melepas jaket jasnya lalu menaruhnya ke bahu Raina dengan lembut. "Nggak apa-apa, 'kan?" Raina menggeleng, lalu sengaja bersandar ke Reynald seperti orang tidak bertulang. Namun, waktu melihat Kezia, kelembutan di mata Reynald langsung digantikan dengan kedinginan. "Kezia, kamu lagi-lagi ngapain? Waktu itu aku bukannya sudah bilang harus sopan sama Raina!" "Matamu yang mana yang melihat aku nggak bersikap sopan sama dia?" Kezia mencibir. Reynald terdiam, sepertinya tidak menyangka Kezia akan melawan. Setelah itu, matanya semakin tajam. "Jangan nggak mengaku. Kuperingatkan kamu, lain kali kalau aku melihatmu menindas Raina lagi, jangan salahkan aku nggak mempertimbangkan hubungan kita sejak kecil." Setelah itu, Reynald menggendong Raina dan langsung berbalik pergi. Raina melihat Kezia sambil tersenyum mengejek. Setelah mereka pergi, Kezia membersihkan dirinya dan hendak pergi, tapi dia melihat kertas yang ada di lantai. Dia tertegun sejenak, lalu memungut kertas itu. Setelah melihat jelas tulisan di atasnya, matanya langsung membelalak. Laporan pemeriksaan kehamilan. Raina ternyata ... hamil? Meski tahu hubungan di antara mereka tidak suci, waktu melihat buktinya, Kezia tetap sakit hati. Hatinya terasa sakit sampai dia hampir kesusahan bernapas, sampai harus bertopang pada dinding di sampingnya. Pantas saja. Pantas saja Reynald mau buru-buru mengadakan pesta pernikahan untuk Raina. Ternyata karena ini .... Benar-benar lucu dan ironis. Kezia tertawa lalu menangis. Air matanya mengaburkan penglihatannya, rasa sakit di lambungnya semakin tidak tertahan. "Kezia." Waktu Alva datang, dia melihat Kezia yang sedang menangis sendirian. "Ada apa? Apa yang terjadi?" Alva segera berlari menghampiri Kezia dan menopang Kezia yang hendak tumbang. Kezia refleks meremas laporan pemeriksaan di tangannya, lalu menggeleng kepalanya dengan lemas. "Nggak apa-apa." Alva mengira Kezia sedih karena penyakitnya, matanya pun penuh dengan kekhawatiran. "Kezia, kamu jangan sok kuat lagi. Ayo ikut aku jalani perawatan. Asalkan kamu menjalani semua perawatannya, minum obat dengan rajin, gejalanya bisa jadi lebih ringan." "Minum obat? Obat apa?" Terdengar suara ketus dari luar. "Obat yang menghentikan sifat gatalmu itu?" "Kezia, kamu mau menggunakan trik kasihan begini sampai kapan?" "Trik kasihan?" Alva mendongak dan melirik Reynald dengan tatapan tajam. Melihat Reynald melihat Kezia dengan tatapan merendahkan, Alva pun tertawa. "Pak Reynald, banyak-banyaklah berbuat kebajikan, Kezia ...." "Alva ...." Kezia menggeleng, memintanya jangan memberi tahu Reynald. Alva pun mengernyit, lalu melirik Reynald lagi. Kemudian, dia menatap Kezia dengan tidak berdaya. "Dia sama sekali nggak peduli denganmu, ngapain kamu menyembunyikannya?" Mereka berdua punya rahasia? Melihat kedua orang ini begitu akrab, Reynald merasa agak kesal. Dia ingin memisahkan dua orang ini. Raina mengepalkan tangannya, kecemburuan dan kebencian di matanya yang indah seolah-olah akan mengalir keluar. Kemudian, dia memelototi Kezia, lalu menghirup napas dalam-dalam. Seketika, matanya jadi berkaca-kaca saat melihat Reynald. "Reynald, lambungku kayaknya nggak enak." Mendengar kata-kata Raina, Reynald langsung panik. Dia menggenggam pergelangan tangan Raina lalu bertanya penuh perhatian, "Sakit sekali? Kita ke rumah sakit sekarang juga." Kezia refleks tertawa. Lihat saja, asalkan menyangkut Raina, Reynald akan kehilangan akal sehat demi melindunginya. Tidak ingin melihat interaksi mereka, Kezia pun melihat ke Alva. "Sudah jam segini, kita juga pergi." Saat berbicara, dia refleks menekan bagian lambungnya. Rasa sakit di lambungnya membuat keningnya mulai berkeringat dingin, bahkan kakinya juga jadi tidak bertenaga. Melihat kesakitan Kezia, Alva pun menggenggam pergelangan tangannya. "Ayo pergi." Kezia membeku sejenak, tapi karena tidak ingin Reynald dan Raina melihat keanehannya, dia bersandar ringan ke Alva, bertopang padanya untuk berjalan maju. "Ah!"

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.