Bab 743
Jeffry memegangnya dengan kedua tangan dan bahkan meja Arsen juga penuh. Dia membawanya masuk satu per satu.
Semua orang yang lewat di koridor menoleh.
"Apa yang kamu lakukan?"
Jeffry menoleh, "Kak Carla, akhirnya kamu sudah kembali. Kak Arsen membelikan ini untukmu. Sebenarnya Kak Arsen merasa sangat bersalah padamu mengenai apa yang terjadi di kafetaria pada siang hari, tapi dia nggak punya muka untuk meminta maaf padamu, jadi dia menyuruhku untuk memberikan semua ini padamu. Masih ada satu mobil penuh di bawah, sekarang aku akan mengambilkannya untukmu."
Carla, "Mana Arsen?"
Jeffry, "Di balkon lantai enam."
Carla berkata, "Aku nggak menyalahkan dia. Ambil saja semua ini dan bagikan dengan teman-temanmu. Aku nggak mau begitu banyak."
Di atap lantai enam, ada beberapa teman baik Arsen. Carla menaiki tangga dan mendengarkan suara dari luar.
"Kak Arsen, apa yang membuatmu begitu marah? Aku kenal banyak orang seperti Carla dari sekolah seni lain. Kalau nggak, malam ini aku akan mengadakan pesta dan menyuruh mereka datang untuk dikenalkan padamu. Kamu nggak perlu merasa nggak enak saat ada dia."
Beberapa orang di samping juga setuju, "Benar! Dibandingkan dengan orang-orang dari sekolah seni, Carla mana ada sosok yang bagus, suara yang bagus dan tubuh yang lembut? Selain itu, penampilan Kak Arsen juga nggak buruk! Begitu muncul, dia pasti akan membuat para wanita terpesona."
"Carla benar-benar terlalu takabur. Dia seperti seorang kutu buku yang belajar setiap hari. Sulit untuk merasa nggak nyaman berada di dekatnya."
Setelah Carla menaiki langkah terakhir, dia berhenti.
"Berisik sekali, semuanya enyahlah dari sini."
Semua suara itu bercampur, membuat kepalanya sangat sakit. Dia menjatuhkan sekotak obat tidak jauh dari kakinya.
Arsen marah, semua orang di sekitarnya bungkam dan mereka yang sadar diri pun langsung pergi.
Ekspresi mereka semua berubah setelah melihat Carla berdiri di koridor .... Barusan mereka mengatakan begitu banyak hal buruk dan malah ketahuan oleh orang yang dibicarakan, wajah mereka pun terlihat agak canggung.
Satu per satu menghindar dan pergi.
"Bukankah sudah kusuruh semuanya untuk enyah!? Apa kalian nggak mengerti ucapanku!?"
Carla mengambil obat yang dilempar ke lantai membaca instruksi di belakang kotak obat. Obat itu digunakan untuk mengendalikan kecemasan emosional. Mengikuti dosisnya, Carla mematahkan dua pil dan membawanya kepada Arsen. Arsen menegakkan kepala dan menatap Carla dengan emosi tersembunyi di matanya, "Masih berani datang kepadaku?"
Carla berkata, "Makanlah, aku nggak perlu berdebat dengan orang yang sakit jiwa. Bibi Merida menyuruhku untuk menjagamu dengan baik dan jangan biarkan kamu berkelahi di sekolah. Karena kita ada di kartu keluarga yang sama, aku nggak akan melanggar apa yang Bibi Merida katakan."
"Makanlah, aku nggak menyalahkanmu, tapi jangan lakukan ini lagi."
Arsen menunduk sambil tersenyum, lalu mengulurkan tangan dan mengambil obat yang tergeletak di telapak tangan gadis itu. Setelah dilemparkan ke dalam mulut, dia mengambil setengah botol air yang tersisa di tangan Carla dan meminumnya.
"Aku sudah meminumnya." Carla menatapnya dengan alis berkerut. Melihat Arsen sudah menghabiskan air itu, dia pun membuangnya ke samping.
Arsen langsung berdiri dan menarik Carla untuk duduk di kursi. Atap gedung ini adalah wilayah Arsen dan dindingnya ditutupi dengan coretan yang dia gambar.
Arsen meraih tangannya, menekuk satu lutut dan setengah berlutut di sampingnya.
"Mau apa kamu? Kelas sudah mau dimulai."
Saat Carla berbicara, Arsen berbaring di pangkuan Carla sambil memegang tangannya dan tidak pernah melepaskannya, "Sebentar saja ...."
Sorot mata Carla agak jijik dengan tindakannya ini, tetapi melihat penampilannya yang lemah, dia menahan keinginan untuk mendorongnya menjauh.
"Carla, kepalaku sakit ...."
Dalam situasi apa pun, sebagian besar yang Carla lihat adalah Arsen yang mengamuk. Akan tetapi, dia belum pernah melihatnya berbicara dengan begitu lembut sebelumnya.
Seolah sedang manja.