Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 10

Sofie dan Franciska merasa ketakutan. Sofie menggertakkan gigi dan melangkah maju. "Ini salahku. Akulah yang nggak menerima gelang dari Nona Merry, jadi ... aku yang akan ganti rugi." Franciska terkejut dan berkata, "Sofie, jelas-jelas Merry si wanita jahat itu yang sengaja melakukan ini! Kok kita yang malah harus ganti rugi!?" "Franciska!" Sofie menyela Franciska dengan wajah serius, "Akulah yang nggak ambil gelang itu, ini bukan salah Nona Merry." Saat berbicara, dia membungkuk ke arah Merry dengan serius. "Nona Merry, aku minta maaf atas kelakuanku barusan. Maafkan aku." Meskipun meminta maaf, sepasang mata Sofie memerah dan air mata terus mengalir seolah telah menanggung penderitaan besar. Merry melihat penampilan Sofie dalam diam. Akhirnya Franciska tidak tahan lagi dan melangkah maju. "Ini tidak ada hubungannya dengan Sofie! Akulah yang membenci Merry, seorang wanita yang suka menangis dan mengacau, makanya aku merebut gelangnya. Sofie sama sekali nggak pernah bilang mau gelang itu!" Dia mengangkat kepalanya, tampak saleh dan setia. Dia menunjuk ke arah pelayan di samping dan berkata, "Kalau nggak percaya, tanyakan saja pada pelayan ini!" Tatapan Shayne beralih ke pelayan. Pelayan itu mengangguk dengan serius. "Benar, Nona Sofie nggak menginginkan gelang ini." Setelah hening beberapa saat, Shayne pun berbicara. "Sofie, pulanglah dulu. Aku akan mengurus ini." Senyuman sedih muncul di wajah Sofie, membuatnya terlihat seperti gadis lemah yang dianiaya, benar-benar menyedihkan. "Shayne, tetap saja aku yang nggak ambil gelang itu. Sudah seharusnya aku ganti rugi." Merry melihat pertunjukan menakjubkan ini dalam diam dan harus memuji Sofie atas aktingnya yang luar biasa. Tidak menghindar dari tanggung jawab, tetapi tidak mengaku kalau dialah yang ingin merebut gelang itu. Semua permintaan maafnya hanya karena tidak mengambil gelang itu. Sekarang Franciska telah berinisiatif untuk mengakui perbuatannya yang membuat Sofie semakin terlihat seperti korban. Sementara Merry, dia lebih seperti seorang istri keras kepala yang kejam. Merry melirik tatapan orang-orang di sekitar. Benar saja, cara orang menatap Sofie telah berubah drastis. Bahkan Franciska menatap Sofie dengan wajah tersentuh. Raut wajah Shayne melembut. "Sofie, pulanglah dulu. Aku masih ada urusan." Sofie adalah wanita yang sangat cerdas. Dia tahu betul dirinya akan terlihat munafik kalau terus berada di sini. Dia menganggukan kepala dan menjawab dengan patuh, "Oke." ... Franciska juga pergi bersama Sofie. Setelah semua orang pergi, Shayne menatap Merry dengan dingin. "Merry, kenapa kamu selalu mengganggu Sofie? Sudah kubilang selama kamu patuh, nggak akan ada yang bisa merebut posisi sebagai istriku." Merry mengangkat alisnya dan terkekeh."Aku sedang memilih gelang dengan santai, tapi mereka berdua tiba-tiba muncul dan ingin merebut gelangku. Kok malah jadi aku yang mengganggu Sofie?" "Pak Shayne, bagaimana kalau kamu periksa kamera pengawas untuk lihat maksud dari siapa cepat dia yang dapat?" Sepasang mata gelap Shayne sangat dalam. "Kamu kira aku nggak tahu kamu sengaja menjatuhkan gelang itu?" Wajah Merry sama sekali tidak terlihat panik atau terkejut dan masih tersenyum. "Aku selalu mengira penglihatan Pak Shayne kurang bagus, ternyata aku salah. Pak Shayne justru sangat jeli." Mana mungkin Shayne tidak tahu Merry sedang menyindir? Dia hanya tidak menyangka Merry akan langsung mengakui dengan begitu percaya diri. Sepasang mata pria itu tiba-tiba menjadi dingin. "Kamu bilang nggak pernah mengincar Sofie, terus apa yang kamu lakukan barusan?" Merry tersenyum. "Bukankah itu yang selalu Nona Sofie lakukan padaku? Kenapa? Sekarang merasa sedih setelah dia yang kena?" Sorot mata Shayne menjadi muram dan dia tiba-tiba ingat ketika Sofie menyerahkan bir kepada Merry, Merry tidak memegangnya dengan baik, sehingga gelas tumpah dan membasahi tubuh Sofie. Merry menjelaskan kalau dia tidak sengaja dan bilang kalau Sofie sengaja tidak memegangnya dengan baik. Namun dia tidak percaya pada ucapan Merry. Melihat wajah tampan yang dingin pria itu, bibir merah Merry terbuka. "Benar, aku sengaja. Aku lebih suka merusak sesuatu daripada memberikannya padanya. Mulai sekarang nggak ada yang boleh merebut barangku. Selain itu ...." Merry menatap pria itu. "Kamu sedih? Wajar saja. Selama kamu nggak mau cerai, ini akan terus terjadi. Meskipun sedih ... tetap saja harus menahan diri." Bukankah Sofie sangat penting baginya? Merry ingin melihat apakah Sofie lebih penting daripada keuntungan yang Shayne dapatkan? Setelah mendengar ucapan Merry, Shayne mengamati wanita di depannya lagi. Merry telah berubah drastis belakangan ini. Tidak hanya tabiat yang berubah, bahkan penampilannya juga terlihat jauh lebih cantik daripada sebelumnya. Merry tidak lagi seperti dulu yang begitu polos, melainkan begitu cantik dan menawan. Setiap gerak-geriknya memancarkan pesona yang memikat dan kecantikannya begitu menggoda. Ini tentu saja tidak berarti Merry tidak cantik sebelumnya. Merry sangat cantik, tidak ada cacat dalam penampilan maupun bentuk tubuhnya. Namun kecantikan bagaikan air putih yang hambar dan membosankan. Ditambah lagi semua hal yang pernah Merry lakukan sebelumnya membuat Shayne semakin membencinya. Apa gunanya menjadi wanita cantik kalau hatinya begitu kejam? Saat ini sikap Merry membuat Shayne agak bingung. Apakah Merry sedang jual mahal atau memang sengaja menantangnya untuk mendapatkan keuntungan? "Merry, sudah kubilang selama kamu patuh, aku nggak akan mengurangi sepeser pun ...." Merry menyela dengan dingin, "Siapa yang peduli dengan uang kotormu?" Shayne mencibir, "Kalau nggak peduli, kenapa datang ke toko perhiasan Grup Wilson?" "Aku belanja sesukaku, apa urusannya denganmu?" "Kamu secara terang-terangan bilang istriku, bukankah kamu cuma mau aku yang bayar?" Merry tidak menyangka pria itu akan berpikir seperti ini. Setelah tertegun beberapa detik, Merry tersenyum dan berkata, "Benar. Selama tiga tahun ini, kalau yang kudapatkan darimu nggak ratusan miliar, mungkin ada puluhan miliar ... nggak akan bisa kuhabiskan dalam hidup ini." Mata Shayne berkilat. Dia tiba-tiba teringat sepertinya dia tidak pernah menerima tagihan Merry. Shayne mengernyitkan dahi. "Kok kamu bisa punya begitu banyak uang untuk beli gelang?" "Aku juga nggak pakai uangmu, apa urusanmu?" Shayne teringat adegan pada hari perjamuan ketika Dean membantu Merry dan wajah tampannya menjadi muram. "Apa hubunganmu dengan Dean?"

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.