Bab 15
"Ah!" Pada saat ini Sofie tiba-tiba berteriak.
Shayne menghentikan langkahnya dan menatap Sofie.
"Sofie, ada apa?"
Sofie jatuh dengan mata memerah dan menangis kesakitan.
"Shayne, ka ... kakiku terkilir."
Tatapan Shayne beralih ke kaki Sofie dan benar saja, pergelangan kakinya merah serta bengkak.
Sofie berkata dengan pengertian, "Shayne, jangan khawatirkan aku. Pergilah dan sapa mereka."
Shayne menatap wajah Sofie yang menyedihkan dan berkata dengan suara rendah, "Aku akan membawamu ke klinik dulu."
Nyonya Besar Nera mengerutkan kening. "Shayne ...."
"Nenek, menyelamatkan orang lebih penting daripada menyapa. Toh sekarang ada banyak sekali orang berkumpul di sini. Kalaupun mau menyapa, takutnya aku juga nggak bisa masuk."
Nyonya Besar Nera melirik kerumunan orang, lalu menatap Shayne yang membantu Sofie berdiri dan tidak punya pilihan selain pergi bersama mereka.
Tidak pantas baginya untuk pergi menyapa orang sendirian. Kalau mereka bertanya di mana Shayne berada, penjelasan apa pun akan dianggap tidak sopan.
...
Setelah membawa Sofie, Shayne dan Nyonya Besar Nera tidak melihat Kevin dan putri Keluarga Lumanto saat kembali ke perjamuan.
Setelah bertanya, mereka baru tahu kalau Kevin ada sedikit urusan dan akan segera kembali.
Baru pada saat itulah Nyonya Besar Nera merasa lega.
Begitu Shayne dan Nyonya Besar Nera pergi, Franciska diam-diam mengikuti mereka.
Dia ingin membantu Sofie mengintai situasi musuh.
Namun begitu keluar ruangan, dia samar-samar mendengar percakapan antara seorang pria dan wanita.
"Merry, sepertinya ada masalah di kantor pusat. Tunggu sebentar, aku akan kembali setelah menangani masalah ini."
"Oke, pergilah."
Suara wanita itu tidak asing dan Franciska langsung tahu itu adalah suara Merry.
Sementara pria itu, Franciska bersembunyi di sudut dan mengintip.
Itu Kevin?
Bagaimana Merry bisa bersama Kevin?
Mungkinkah ... Merry adalah adik Kevin?
Franciska langsung menepis dugaan itu.
Kevin dan Merry bahkan tidak memiliki marga yang sama, mana mungkin mereka bersaudara?
Pasti Merry yang mencari Kevin dengan status istri Shayne dan menyelinap ke pesta.
Memikirkan hal ini, Franciska diam-diam mengikuti Merry.
Merry berjalan menuju kolam renang di taman belakang.
Lampu jalan berwarna oranye keemasan menyinari kolam renang dengan cahaya redup.
Sebenarnya Merry sangat membenci acara sosial. Setelah beberapa saat, senyuman di wajahnya hampir membeku.
Dia mendengar dari Kevin kalau hari ini pria itu berencana mengungkapkan identitasnya.
Keluarga Lumanto kaya dan berkuasa. Baik dia maupun Kevin pernah diculik, jadi demi melindunginya, keluarga membiarkan Merry menggunakan marga ibu tanpa pernah muncul di depan umum maupun mengungkapkan identitasnya.
Merry mengerti mengapa orang tuanya melakukan ini.
Karena kejadian saat itu merupakan luka yang mendalam bagi seluruh keluarga.
Kini Merry bisa melindungi diri sendiri dan kelak akan mengambil alih sebagian bisnis Grup Lumanto, jadi tidak perlu lagi menyembunyikan identitasnya.
"Merry." Suara seorang wanita yang tidak asing terdengar dari belakang.
Merry menoleh dan melihat Franciska mengenakan gaun biru muda.
Merry mengangkat alisnya. "Kok kamu ada di sini?"
Franciska berdiri di depannya dengan tangan disilangkan di depan dada, dagunya terangkat dengan angkuh sambil menatap Merry dengan angkuh.
"Tentu saja datang ke sini bersama Kak Shayne."
Alis Merry berkedut.
Kevin tidak bilang kalau Shayne diundang ke perjamuan.
Merry langsung menebak niat Kevin.
Sepertinya dia ingin mengambil kesempatan ini untuk menampar wajah Shayne.
Merry mengusap alisnya yang sakit. Kapan Kevin menjadi begitu kekanak-kanakan?
Franciska menatap Merry, kemudian menutup mulutnya dan terkekeh dengan tatapan penuh kebencian.
"Kamu datang untuk mencari Kak Shayne? Nggak perlu cari, tadi kaki Sofie terkilir dan dia sedang mengobatinya, mana mungkin dia sempat memperhatikanmu?"
"Sekarang sudah jelas, 'kan? Cuma Sofie yang paling Kak Shayne sayangi! Jangan coba-coba rebut apa yang bukan milikmu. Wanita serakah tanpa status sepertimu sama sekali nggak layak mendapatkannya!"
Merry tersenyum. "Karena Nona Sofie begitu penting, terus kenapa Shayne yang selalu mengutamakan Nona Sofie dalam segala hal menikahiku?"
Suara Franciska melengking. "Merry, kalau bukan karena kamu pakai cara hina untuk mendekati Kak Shayne, mana mungkin dia mau menikahimu!?"
"Apa pun cara yang kupakai, aku sudah menikah. Selama kami nggak bercerai, Sofie akan selalu menjadi selingkuhan yang nggak pantas dipamerkan."
Merry sudah lebih tinggi dari Franciska terlihat lebih tinggi lagi saat mengenakan sepatu hak tinggi.
Dia menatap Franciska tanpa ada amarah di wajahnya, tetapi aura seorang putri kaya terpancar di seluruh tubuh yang menginjak-injak Franciska.
Franciska belum pernah melihat Merry seperti ini dan napasnya tiba-tiba tercekat.
Merry terlalu malas mengoceh dengan orang seperti itu, jadi dia berbalik dan pergi.
Memikirkan penderitaan yang pernah dia alami di tangan Merry, wajah Franciska yang semula cukup manis menjadi mengerikan.
Amarah membuat Franciska terlihat sangat jelek.
Franciska tiba-tiba mengulurkan tangan dan mendorong Merry ke dalam kolam renang dengan kuat.
"Byur!"
Terdengar suara air jatuh yang sangat keras dan air pun memercik ke seluruh arah.
Air dingin menenggelamkan Merry.
Sejak dilempar ke laut oleh para penculik, Merry trauma terhadap air.
Dalam keadaan linglung, Merry merasa seolah kembali ke saat berada di kapal pesiar dan dia tersapu oleh lautan yang ganas serta menakutkan.
Semua orang menertawakan Merry, tetapi Shayne melompat ke laut untuk menyelamatkannya.
Sejak saat itu, dia jatuh cinta pada Shayne.
Suara panik Franciska terdengar dari permukaan air yang bergelombang.
Namun ekspresi wajahnya sangat ganas.
"Ah! Merry, ngapain tiba-tiba lompat ke dalam air ... mau berenang!?"
Tidak banyak orang di taman belakang, tetapi beberapa orang tetap mendengar suaranya dan mendekat.
"Ada apa? Ada yang tenggelam?"
Franciska berkata dengan sinis, "Tenggelam? Mana mungkin? Air di kolam ini dangkal sekali, bahkan bisa berdiri dan dia malah berakting di sini, benar-benar berbakat!"
"Akting?"
Franciska berkata dengan malu-malu, "Ini istri Shayne. Dia sering pakai cara menangis, mengacau dan bahkan mengancam akan bunuh diri demi menarik perhatiannya. Aduh, aku sudah sering melihat hal seperti ini ...."
Merry berjuang mati-matian di dalam air, rasa sesak membuatnya pusing.
Melihat penampilan Merry yang menyedihkan, mata Franciska berbinar dan merasa sangat gembira.
"Kalian yang lewat jangan sampai ketinggalan! Ada seorang aktris berbakat yang berusaha mencari perhatian sampai pakai cara rendahan seperti sengaja jatuh ke air. Lucu sekali!"
Teriakan Franciska menarik perhatian semua tamu yang berada di taman belakang.
Di malam yang gelap, Merry kembali berjuang di dalam air hingga memercikkan air ke mana-mana.
Tidak ada yang sadar kalau Merry yang terlihat menyedihkan adalah wanita yang datang bersama Kevin.
Ditambah lagi dengan fitnah yang Franciska sebarkan, semua orang mengerutkan kening dengan jijik.
"Kudengar istri Shayne pakai cara licik untuk naik ke kasurnya, jadi Shayne terpaksa menikahi istri yang nggak layak itu."
"Menurutku, Sofie lebih baik darinya ... setidaknya cuma latar belakang keluarga yang kurang cocok, tapi dia baik hati dan merupakan cinta pertama Shayne."
"Menurutku wanita ini benar-benar banyak tingkah. Sekeras apa pun dia berusaha, seharusnya dia mempertimbangkan situasi ini. Dialah yang malu setelah mengacau seperti ini!"
Orang-orang yang berdiri di tepi kolam melihat Merry yang berada di dalam air terlihat seolah menikmati pertunjukan bagus. Mereka saling mengobrol tanpa ada satu pun yang berniat menyelamatkannya.
Air kolam yang dingin mengalir ke mulut dan hidung Merry, pikirannya pun menjadi kosong.
Seseorang menyadari ada yang tidak beres. "Lihat, matanya sudah berputar ke belakang ... mungkinkah dia benar-benar tenggelam?"
Franciska mencibir, "Wanita ini memang ahli akting ... tsk, tsk, aktingnya memang begitu. Kalau masuk ke dunia hiburan, mungkin dia bisa meraih gelar aktris terbaik."
Merry mulai lemas dan kesadarannya memudar.
Tangannya terjatuh dan perlahan tenggelam ke dasar air.
Melihat kejadian itu, gelak tawa di tepi kolam pun terhenti dan semua orang saling berpandangan dengan heran.
"Ini ... jangan-jangan dia memang nggak bisa berenang?"
"Kalau sampai dia memang nggak bisa berenang dan tenggelam di sini ...."
Bagaimanapun juga, wanita ini adalah istri Shayne.
Semua orang ingin menertawakannya, tetapi tidak ingin ada yang terbunuh.
Franciska berkata dengan acuh tak acuh, "Dia cuma berpura-pura. Siapa pun yang bisa berenang bisa menahan napas di dalam air selama satu atau dua menit."
Semua orang tidak lagi tertawa seenaknya seperti sebelumnya, tetapi tidak ada yang turun untuk menolong Merry.
Saat ini Shayne dan Sofie yang baru saja berjalan ke sisi kolam renang melihat begitu banyak orang berkumpul di taman belakang yang sepi dan menghampiri dengan terkejut.
Shayne mengerutkan kening. "Ada apa ini?"