Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 5

Merry menoleh dan melihat seorang pria tampan sedang berjalan ke arahnya. "Kak Dean?" "Tadi kulihat seseorang mirip denganmu dari jauh. Nggak kusangka ... ternyata ini kamu." Dean berjalan ke sisi Merry dan menatapnya dengan tatapan rumit, "Kukira kamu nggak akan datang lagi." Sebelum Merry menikah, Dean menyatakan perasaan pada Merry dan mengingatkannya kalau dia tidak cocok bersama Shayne. Namun saat itu Merry hanya ingin menikah dengan Shayne, jadi dia langsung menolak tanpa ragu. Setelah ditolak, Dean pergi ke luar negeri dan tidak lagi menghubunginya. Beberapa waktu lalu setelah diingatkan Kevin, Merry tiba-tiba sadar kalau dia benar-benar telah mengorbankan banyak hal demi Shayne. Bahkan orang yang tumbuh bersamanya dan merupakan sosok kakak baginya pun dia tinggalkan. Hati Merry dipenuhi rasa bersalah saat melihat Dean lagi. "Tuan Muda." Pelayan yang berdiri di samping buru-buru menyapa Dean begitu melihatnya. Mata Dean berkilat dan dia bertanya dengan tenang, "Ada apa ini?" Pelayan itu berbisik, "Barusan ada yang bilang kalau gadis ini masuk ke pesta tanpa undangan ... Tuan Muda, kamu pasti tahu peraturan Tuan Besar Samuel." Melihat Merry dan Dean saling kenal, baik Sofie maupun Nyonya Besar Nera terdiam tidak percaya di tempat. Sofie tidak tahan untuk bertanya, "Tuan Muda Dean, kok kamu bisa kenal wanita seperti Merry ... nggak salah kenal orang?" Dean meliriknya dan berkata, "Penglihatanku nggak seburuk itu sampai nggak kenal temanku sendiri .... Aku juga penasaran apa maksud wanita seperti apa yang kamu katakan itu?" Nyonya Besar Nera berkata dengan sinis, "Tentu saja wanita nggak tahu malu yang melakukan apa saja demi mendapatkan status tinggi! Merry ini nggak pernah kerja dan cuma menghabiskan uang cucuku, tapi malah berdandan dengan begitu tebal. Benar-benar nggak bermoral! Tuan Muda Dean, jangan tertipu oleh wanita seperti itu!" Dean berkata dengan datar, "Nyonya Besar Nera sudah tua dan penglihatannya kurang bagus, wajar saja kalau menganggap sesuatu yang nggak berharga sebagai barang berharga." Tatapan Dean menyapu Shayne. "Penglihatan Pak Shayne juga nggak terlalu bagus, istri sendiri pun nggak dikenali. Bahkan melaporkannya karena nggak diundang dan menyuruh orang mengusirnya ...." Tatapan Dean mengamati wajah Sofie, suaranya yang rendah dan lembut penuh dengan sindiran. "Dulu kukira Pak Shayne nggak setia, tapi ternyata ... juga begitu nggak beretika." Kepala pelayan itu terkejut mendengar ini. Ternyata wanita ini istri Shayne? Dia mengira wanita yang membantu Nyonya Besar Nera-lah yang merupakan istri Shayne. Ternyata selingkuhannya? Shayne lebih memilih selingkuhan daripada istrinya di tempat umum, benar-benar tidak tahu malu. Keluarga lain masih bisa menutupi dan menunjukkan kasih sayang kepada istri, tetapi Keluarga Wilson bahkan tidak berusaha menutupinya. Apa mereka sudah gila? Ucapan Dean membuat Sofie sangat malu. Dean tidak membiarkannya begitu saja. "Nona, setahuku, aku nggak mengundangmu ke pesta ulang tahun Kakek. Undangan yang kusebarkan memang memperbolehkan anggota keluarga untuk datang, tapi sepertinya kamu bukan anggota Keluarga Wilson, 'kan?" Dean menatap kepala pelayan yang langsung mengerti dan berjalan di depan Sofie. "Nona, silakan pergi." Tatapan sinis dan merendahkan wajah pelayan itu membuat Sofie sakit hati. Dia menatap Shayne dan berkata dengan sedih, "Shayne ...." Shayne hendak berbicara sebelum disela oleh Dean. "Karena Pak Shayne adalah pelapor, pastinya paham peraturan. Seharusnya kamu nggak akan ... menutupi kesalahan orang lain, 'kan?" Wajah Shayne menjadi muram dan dia berkata kepada Sofie, "Sofie, pulanglah dulu." Sofie merasa tidak rela, tetapi dia tidak punya pilihan selain berjalan pergi sambil menoleh ke belakang setiap beberapa langkah. Setelah Sofie pergi, Shayne tiba-tiba meraih pergelangan tangan Merry dan berkata, "Ikut aku." Dean mengernyitkan dahi dan hendak melangkah maju, tetapi Merry menggelengkan kepalanya pelan padanya. Dean pun berhenti di tempatnya. Shayne memperhatikan interaksi antara kedua orang itu dan sorot matanya menjadi semakin dingin. Setelah membawa Merry ke halaman belakang, Shayne mengejeknya, "Mau cerai, terus sengaja menarik perhatianku dengan berlagak sok penting. Cuma ini yang bisa kamu lakukan?" "Berlagak sok penting, sengaja mencoba menarik perhatianmu? Kamu benar-benar menganggap dirimu sepenting itu?" Merry merasa seolah telah mendengar lelucon lucu, "Shayne, narsis itu penyakit dan harus diobati." Wajah sempurna pria itu terlihat agak gelap di bawah sinar bulan. Dia berkata dengan acuh tak acuh, "Merry, siapa yang dulu sengaja mendekati kakekku dan ingin menikahiku dengan cara apa pun?" Hati Merry terasa sakit saat mendengar kakek Shayne. Saat itu Merry tanpa sengaja menyelamatkan Kakek Adrian yang terkena serangan jantung, lalu belakangan baru mengetahui ternyata pria yang ada di depan itu adalah kakek Shayne. Kakek Adrian sangat menyukai Merry dan selalu ingin dia menjadi cucu menantu Keluarga Wilson. Saat itu Merry datang ke Kota Sheldon hanya demi Shayne dan tidak tahu pria itu memiliki cinta pertama, jadi dia tidak menolak perjodohan Kakek Adrian. Siapa sangka Kakek Adrian malah memberi mereka obat. Tidak lama setelah mereka dipaksa untuk mengambil surat nikah, Kakek Adrian meninggal dunia karena sakit. Sebelum meninggal, Kakek Adrian meminta maaf kepada Merry, bilang kalau dia tidak punya banyak waktu lagi dan hanya bisa melakukan itu. Meskipun Kakek Adrian telah menjebak mereka, dia adalah orang yang baik pada Merry di antara seluruh Keluarga Wilson. Kemudian tidak peduli seberapa keras Merry menjelaskan, Shayne selalu percaya dia sengaja mendekati Kakek Adrian dan menjebaknya. Merry terlalu malas menjelaskan kejadian masa lalu dan berkata dengan dingin, "Saat itu aku buta dan nggak sadar diri. Sekarang aku sudah sadar, tentu saja nggak akan cuma bergantung pada satu pria." Bibir merah Merry agak terangkat, membentuk cibiran yang angkuh sambil melirik ke suatu tempat dengan penuh arti. "Terutama pria berhati busuk ... apa lagi yang harus kutakutkan?" Shayne tertawa kesal. "Merry, begitu ingin menggodaku sampai jadi gila? Kamu pikir aku mau menyentuhmu setelah mendengarmu mengatakan itu?" Merry kehilangan kata-kata. Apa pun yang Merry katakan, Shayne akan mengira dirinya sengaja mencoba menarik perhatiannya. Narsis sekali ... apa yang bisa dia lakukan? Merry terlalu malas berdebat dengannya dan berkata terus terang, "Shayne, aku sudah tahu hubunganmu dengan Sofie dan aku juga tahu kamu nggak menyukaiku. Karena kalian sudah mulai berhubungan, lebih baik kita cerai secepatnya." "Gawatlah kalau media ambil foto Nona Sofie dan menuduhnya sebagai selingkuhan." Sekilas tatapan dalam pria itu berkilat dengan dingin dan jijik. "Omong kosong apa itu? Merry, nggak cuma menguntitku, sekarang juga mulai mengacau tanpa alasan dan curiga tanpa bukti." "Omong kosong, curiga tanpa bukti?" Tatapan Merry menjadi dingin, "Pak Shayne berani berbuat tanpa mau mengaku?"

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.