Bab 1 Pertemuan Kembali
Kota Jayata.
Kantor cabang Grup Myles.
Helikopter berputar di atas gedung, lalu perlahan mendarat. Sebelum benar-benar menyentuh landasan, pintunya terbuka dan seorang wanita tinggi semampai melompat dengan lincah ke atas atap.
Asistennya juga segera mengikutinya turun.
Di atap, seorang pria yang memakai jas bergegas menyambut, suaranya terdengar agak gugup, "Selamat datang, Nona Ardelia. Perjalanan jauh pasti melelahkan, mau makan dulu?"
"Langsung ke kantor saja," jawab Ardelia datar. Wajahnya cantik dan tegas tanpa banyak ekspresi. Tatapannya tenang, tapi memancarkan aura elegan alami khas keluarga kaya.
Pria itu segera mengangguk dan memimpin jalan sambil berkata, "Nona Ardelia, Anda benar-benar mau mulai dari posisi manajer? Dengan latar belakang dan kemampuan Anda, Anda bisa langsung menjadi CEO."
"Aku datang ke sini untuk memulai semuanya dari bawah. Kalau langsung jadi CEO, akan menimbulkan banyak pertentangan," jawab Ardelia datar.
Begitu masuk ke kantor, Ardelia mendapatkan permintaan panggilan video.
Dia mengangkatnya dan wajah kedua orang tuanya muncul di layar.
"Ardelia, kamu sudah sampai, ya," kata Selena Maneta dengan berat hati. "Kamu benar-benar mau ke keluarga kandungmu, Keluarga Lume? Mereka hanya keluarga kecil. Bagaimana nanti kalau kamu nggak betah di sana dan diperlakukan nggak adil?"
Saat bicara, Selena menunduk untuk menyeka air matanya.
"Jangan bicara sembarangan!" Julian Myles berkata dengan tegas. "Keluarga Lume adalah keluarga kandung Ardelia. Dulu mungkin mereka nggak sengaja kehilangan Ardelia dan telah mencarinya selama bertahun-tahun ini. Bagaimanapun juga, Ardelia harus pergi melihat mereka. Kalau mereka memperlakukan Ardelia dengan baik, dia bisa mendapatkan kasih sayang dua kali lipat. Tapi kalau Keluarga Lume nggak memperlakukan Ardelia dengan baik, keluarga seperti itu nggak layak dipedulikan. Kita akan selalu jadi sandaran Ardelia!"
Hati Ardelia terasa hangat. Dia menunduk sedikit, matanya terlihat berkaca-kaca.
Ardelia berkata, "Terima kasih, Ayah, Ibu. Tapi aku nggak tahu apakah Keluarga Lume akan menerimaku setelah sekian tahun nggak tinggal bersama mereka."
Julian langsung membantah, "Mana mungkin? Sejak kecil kami sudah mengeluarkan banyak biaya untuk pendidikanmu. Di usia muda, kamu sudah lulus dari dua universitas ternama. Semua guru terkenal yang kami datangkan untuk membimbingmu juga selalu memujimu. Mereka bilang belum pernah melihat seseorang yang belajar secepatmu."
"Kamu bukan hanya ahli di musik, kaligrafi, dan seni lainnya, tapi juga menonjol di bidang kedokteran dan finansial. Banyak tokoh besar yang mau menjadikanmu murid mereka. Kamu begitu luar biasanya, mana mungkin Keluarga Lume nggak menyukaimu?"
Selena juga berkata dengan marah, "Benar! Kamu begitu hebat, punya putri sepertimu adalah keberuntungan besar bagi Keluarga Lume. Kalau bukan karena mereka orang tua kandungmu, kami nggak akan diam-diam membantu mereka sehingga keluarga kecil itu bisa secepat itu menjadi salah satu dari lima keluarga besar di Kota Jayata!"
Saat melihat kasih sayang dan dukungan ayah ibunya, Ardelia merasa tidak berdaya. Matanya memerah dan dia mengangguk pelan, "Aku mengerti. Terima kasih, Ayah, Ibu. Apa pun yang terjadi, kalian tetap orang tuaku."
Selena dan Julian tersenyum lega.
Julian berkata, "Kamu baru sampai, ini juga sudah malam. Kamu beres-beres saja dulu. Kami nggak akan mengganggumu lagi."
Setelah mengobrol singkat, panggilan pun berakhir. Ardelia menatap keluar jendela.
Kota Jayata.
Ini adalah kota terbesar kedua setelah Kota Belmora.
Di sana juga tempat orang tua kandungnya tinggal.
Baru setahun yang lalu dia mengetahuinya. Setelah itu, Keluarga Myles membantunya mencari orang tua kandungnya. Kedatangannya ke Kota Jayata kali ini bukan hanya untuk mengembangkan cabang perusahaan, tapi untuk bertemu dengan orang tua kandungnya juga. Dia merasa sedikit gugup saat memikirkan hal itu.
"Barang-barangnya sudah siap?" tanya Ardelia pada asisten.
Asistennya menjawab, "Nona tenang saja, semuanya sudah siap. Kapan kita berangkat?"
Ardelia berpikir sejenak, lalu berkata, "Aku mandi dulu, baru kita berangkat."
"Baik."
Usai mandi, Ardelia berganti pakaian. Saat keluar, data proyek perusahaan sudah tersusun rapi di meja. Dia melihat sekilas dan menemukan nama yang familier.
"Grup Lume ..." gumam Ardelia.
Ternyata itu data proyek dari perusahaan keluarga kandungnya. Mereka ingin bekerja sama dengan anak perusahaan Grup Myles.
Ardelia segera membaca dokumennya. Menurut standar normal, Grup Lume belum memenuhi syarat untuk bekerja sama.
Tapi setelah berpikir sejenak, Ardelia tetap menyetujui proyek itu dan menyerahkannya pada manajer pelaksana.
Lalu, dia pun berangkat menuju rumah Keluarga Lume.
Saat memilih mobil, Ardelia berpikir sejenak dan akhirnya memilih mobil paling biasa. Bagaimanapun juga, Keluarga Lume terlalu kecil jika dibandingkan dengan Keluarga Myles. Jika terlalu mencolok, mungkin akan membuat orang tuanya tidak nyaman.
...
Keluarga Lume.
Sebagai salah satu dari lima keluarga besar di Kota Jayata, rumah Keluarga Lume sangat megah. Hari ini, suasananya semakin meriah karena mereka sedang merayakan keberhasilan putri mereka, Vienna Lume, yang baru saja memenangkan juara pertama kompetisi piano tingkat kota dan akan lanjut ke kompetisi nasional.
Di ruang tamu, suasananya hangat.
"Vienna, kamu hebat sekali," puji Melisa Kanes penuh kasih sayang.
Vienna tersenyum tipis, tapi segera menunduk dengan wajah tampak murung.
"Vienna, ada apa?" tanya Melisa penuh perhatian.
Meski Reza Lume tidak bicara apa-apa, tapi dia menatap adiknya dengan cemas.
Vienna menggigit bibir dan berkata dengan ragu, "Aku hanya takut kalau kakak pulang nanti, bagaimana kalau kami nggak akur? Aku sudah menempati posisinya selama bertahun-tahun, apakah kakak akan membenciku?"
Matanya berkaca-kaca, penuh kekhawatiran, membuat Melisa dan Reza merasa kasihan.
Melisa menenangkannya, "Vienna, tenang saja. Selama ini kami sudah menganggapmu seperti anak kandung sendiri. Kami sudah lama nggak bertemu dengannya, tapi aku jamin, meski dia pulang, posisimu di keluarga ini nggak akan berubah."
Vienna tampak terharu, tapi keresahan masih terlihat di wajahnya. Dia baru mau bicara lagi ketika Adrian Lume turun dari lantai atas dengan wajah penuh semangat, "Grup Yolan setuju untuk bekerja sama dengan kita!"
"Benarkah?" Melisa kaget dan gembira.
Adrian mengangguk, "Aku baru saja mendapatkan kabar. Besok aku akan ke sana untuk membicarakan detailnya, kemungkinan berhasilnya delapan puluh persen."
"Bagus sekali! Ternyata berhasil juga!" Vienna ikut tersenyum.
Adrian sedikit heran, "Vienna, apa maksudmu?"
Vienna menatap wajah semua orang sambil menggigit bibir, lalu berkata, "Sebenarnya aku pernah menemui CEO Grup Yolan, memintanya memberikan kesempatan untuk Ayah. Nggak disangka ternyata benar-benar berhasil."